- (18) - About Chandra°

87 8 0
                                    

Memaafkan itu..

Tentang bagaimana cara mu melupakan kesalahan,

Dan seberapa beraninya kamu menurunkan keegoisan.

.

.

.

.

"Bawalah bayi ini."

"Kau gila?"  Teriak seorang wanita cantik dihadapan Arya.

"Mau bagaimana lagi? Setidaknya rawat putraku seperti putra kandungmu sendiri."

Wanita itu terdiam, otaknya kembali memutar sebuah kejadian dimana ia harus kehilangan janinnya. Kejadian setahun yang lalu, tepat satu bulan setelah ia dan Arya resmi bercerai, ia kembali dipaksa untuk kehilangan jabang bayinya oleh mantan ibu mertuanya.

Setelah lama terdiam, wanita itu angkat bicara, "Tapi bagaimana dengan Sinta? Kau tega memisahkan seorang anak dari ibunya?"

Arya terhenyak, tapi hatinya tetap yakin jika putra pertamanya itu akan mendapat limpahan kasih sayang dari Asti. Istri pertamanya. Atau sekarang sudah berganti status menjadi mantan istrinya.

"Aku percaya denganmu.. Jaga dan Rawat ia sepenuh hati ya? Maafkan sikap ibuku yang memaksamu untuk menggugurkan bayi kita. Chandra Guntur Prayoga, itu nama yang ku berikan untuknya."

Setelah bergulat dan mencoba menselaraskan antara hati dan pikirannya, Asti dengan tangan bergetar, perlahan mengambil alih bayi itu dalam gendongannya, "Akan ku jaga kepercayaan mu itu."

Arya mengangguk, kemudian memasukkan sebuah amplop coklat kedalam tas yang disandang oleh Asti.

"Pergilah dari Jakarta, jangan lupa kabari aku kemana kamu pergi. Jika aku ada waktu, ku pastikan aku akan berkunjung menemuinya."

Asti sempat ingin menolak tapi dengan cepat Arya menyela.

"Cepat pergi sebelum semuanya terlambat."

Dengan langkah yang berat Asti berlari dari taman kota, menuju ke halte bus untuk menyetop taksi yang lewat.

Di dalam taksi, Asti menatap bayi mungil yang baru berumur 3 hari, dilihatnya Chandra kecil menggeliat dalam tidurnya

"Anak tampan. Mommy berjanji akan menyayangimu sepenuh hati."

******




Sinta, juga Chandra hanya mampu diam, lidah mereka kelu, kata-kata yang hendak keluar tertahan dalam tenggorokan, setelah mendengar penjelasan dari Asti dan Arya.

"Mommy tidak tahu harus bagaimana lagi, terkesan egois, tapi Mommy tetap akan terus maaf kepada Chandra. Begitu juga denganmu Sinta, aku minta maaf telah memisahkan kalian berdua selama 17 tahun lamanya."

Diam, hening setelahnya. Chandra memejamkan matanya erat berusaha untuk menangkal perasaan sakit yang menusuk hatinya.

"Aku.. memaafkan mu." Ucapan Sinta sukses membuat semua orang terkejut.

"Ibu? Semudah itukah?" Chandra bertanya.

Sinta menoleh, menatap putra sulungnya, tangannya ia ulurkan untuk mengusap pipi milik Chandra.

"Chandra.. tidak ada salahnya memaafkan Mommy dan Daddy mu. Ini bukan sepenuhnya salah mereka, keegoisan dari nenekmu lah yang membuat semuanya menjadi kacau seperti sekarang."

"Chandra.. Tuhan saja dengan mudah mau memaafkan hambanya yang bertaubat, sedangkan kita yang makhluk ciptaan-Nya kenapa tidak mau saling memaafkan?"

"Bagi Ibu, hari ini adalah sebuah kebahagiaan dimana Ibu bisa bertemu dengan putra Ibu lagi. Asti juga berjasa dalam hidupmu, nak.. Mommy mu- dia yang memberimu limpahan kasih sayang selama Ibu tidak berada di sisimu, manjaga mu, bahkan berjuang untukmu."

"Dari sini Chandra harus tau, bahwa memaafkan itu tentang bagaimana caramu melupakan kesalahan seseorang, dan seberapa kamu berani menurunkan keegoisan."

Mendengar penuturan lembut dari Sinta, Chandra mengalihkan pandangannya kearah Asti, menatap raut wajah yang selalu ia banggakan, wajah yang kini mulai dihiasi keriput seiring bertambahnya umur.

Chandra bangkit dari duduknya, berjalan kearah Asti, dan berlutut dihadapan Asti yang sedang terduduk di sofa.

"Chandra istimewa ya, Mom? Punya dua Ibu yang sangat menyayangi Chandra. Harusnya Chandra bersyukur. Bukan malah menyalahkan takdir."

Chandra menatap Asti dan Arya bergantian, menghela nafas panjang, "Chandra maafkan."

Asti sontak merengkuh tubuh Chandra membawanya dalam pelukan hangat. Disusul oleh Sinta kemudian Arya.

Meninggalkan Kana yang melihat semuanya sembari duduk di ruang tv tak jauh dari sana, dengan Zara yang asyik mengoceh berkomentar tentang kartun yang ditayangkan.

'Tuhan benar-benar punya seribu rencana yang bahkan tidak pernah terpikirkan oleh kita sebelumnya.' -batin Kana dengan senyuman tipis menghiasi bibirnya.

*****







"Ini alasan kita putus?"

Kana mengangguk, "Kita tidak seharusnya melawan hukum alam."

"Ya, sampai kapanpun Kau dan aku adalah saudara kandung. Dan mustahil bagi sesama saudara kandung saling mencintai."

"Karena selamanya, cinta kita hanya sebatas cinta dari seorang Kakak kepada adiknya."

"Setidaknya keinginanku untuk memiliki adik bisa terkabul."

Kana tersenyum, "Chandra?"

"Hm?"

"Mulai sekarang aku memanggilmu Abang."

Chandra mengacak Surai Kana gemas, "Ayo! Abang traktir beli novel."

"Wah serius?"

"Mau tidak?"

"Ga perlu tanya lagi, ayok!"  Kana berlari cepat meninggalkan Chandra yang tertawa  melihat tingkahnya.


















Haiiii...
Singkat dulu gapapa ya?
Part ini khusus Chandra wkwk..

Oiya selamat menunaikan ibadah puasa,
bagi yang menjalankan

See you gaiss!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NARENKANA | Na Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang