- (9) -

79 9 3
                                    

Arjun berjalan santai dengan pandangan fokus untuk memakai jam tangan di lengan kirinya. Niatnya ingin berangkat bekerja, namun langkah kakinya terhenti saat melihat seseorang meringkuk kedinginan dengan bibir bergetar.

Helaan nafas terdengar, kemudian Arjun berjongkok, mengangkat tubuh anak bungsunya dan berlalu masuk hendak membaringkan Naren ke kamarnya.

"Ada apa dengan dia?"

Arjun menoleh saat suara Mahira menginterupsi gendang telinganya.

"Bawakan makanan, ku tunggu di kamarnya."

Mahira terdiam mendengar suara datar dari suaminya, kemudian segera melakukan apa yang diperintahkan oleh Arjun.

Arjun membaringkan tubuh lemah itu dengan sangat hati-hati, melepas sepatu milik Naren kemudian menyelimutinya.

"Mama.."

Suara lirih itu sukses membuat Arjun membatu.

"Ma.. ma.. di-ngin.."

Arjun mengusap peluh didahi Naren, "Tidurlah dengan nyenyak, kau hangat sekarang."

Arjun terus mengelus lembut puncak kepala Naren hingga Mahira datang membawa nampan berisi sepiring bubur dan segelas air putih.

"Apa dia demam?"

Arjun hanya diam, tak menanggapi pertanyaan dari istrinya membuat Mahira paham jika Arjun sedang dalam keadaan marah.

Mahira melangkah pelan mendekati ranjang.

"Apa kau tidak merasa jika kita sudah kelewatan?"

Mahira meletakkan nampan yang dibawanya diatas nakas kemudian ikut duduk disebelah ranjang, berseberangan dengan Arjun dengan Naren yang tertidur diantara mereka.

"Aku tidak tahu-" tatapannya menyendu, Mahira menggerakkan tangannya untuk mengusap pipi tirus milik Naren, "-tapi aku belum bisa menerima kenyataan jika Aiden lumpuh."

"Aku juga tidak bisa mengontrol emosiku."

Helaan nafas lirih terdengar dari Arjun, "Sudahlah, sekarang kau harus pergi bekerja, kau bilang jika kau harus bertemu kolegamu."

"Baiklah, pastikan Naren makan dan meminum obatnya."

Mahira mengangguk, kemudian berjalan keluar kamar untuk mengantar keberangkatan suaminya.

Mahira kembali lagi ke kamar anak bungsunya, mendapati Naren yang bergumam pelan dalam tidurnya, bergerak gelisah seakan ada yang mengganggu mimpi indahnya.

"Ma.. maafkan Nana."

Mahira termenung sembari menatap wajah Narendra, wajah yang berhasil memukau dirinya saat pertama kali Mahira menggendongnya, wajah tampan bergaris rahang tegas dengan binar mata indah mewarisi suaminya.

[Flashback on]

Mahira menatap penuh haru pada seorang bayi mungil yang berada digendongan suaminya.

"Biarkan aku melihatnya."

Arjun mengangguk sembari menyerahkan putra kecilnya kepada Mahira.

Mahira tak dapat lagi membendung air matanya, ia menangis haru setelah berjuang antara hidup dan mati untuk membawa malaikat kecilnya ini menghirup udara dunia.

Menyerahkan segalanya kepada tuhan, saat ia benar-benar merasa lemah sebab terjatuh ditangga.

Rasa sakit yang terpusat pada perutnya, darah yang mengalir deras di kakinya, benar-benar membuat Ira seakan tak dapat melihat dunia kembali, namun semua rasa sakit itu terbayarkan akan datangnya seorang malaikat kecil yang kini menggeliat terusik dari tidurnya.

NARENKANA | Na Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang