Episode 8

2 1 0
                                    

Kami berjalan melewati lorong-lorong. Kerajaan ini sangat luas. Di dinding-dindingnya terdapat lukisan-lukisan yang kuyakini itu adalah lukisan wajah asli pemegang tahta terdahulu.

Aku melihat lukisan seorang pria tua dengan janggut putih. Wajahnya tegas. Tangan kanannya pun memegang tongkat emas yang dihiasi berlian merah di bagian atasnya. Aku yakin, itu pasti Raja Hercus—ayah dari Tigroth. Mengapa aku tahu? Ya, aku sudah sering melihat lukisan ini di buku ceritaku di rumah.

Di sebelahnya, ada lukisan seorang perempuan seumuran dengan Raja Hercus. Aku tak tahu itu siapa. Mungkin saja dia adalah istri Hercus, atau saudara kandungnya? Entahlah. Aku tak pernah melihat wajah itu.

Wajah yang putih, seputih susu dengan pipi merah seperti tomat. Rambutnya disanggul rapi dengan warna hitam kecoklatan. Pakaiannya seperti bangsawan. Ya, lagi-lagi aku menduga kalau dia adalah istri dari Hercus. Sebenarnya, bisa saja aku bertanya kepada Ovi dan Obi tentang siapa wanita yang ada di lukisan itu, tetapi aku enggan. Mereka sibuk berbicara satu sama lain.

Beberapa langkah kemudian, kami tiba di pertigaan. Ada lorong kanan dan kiri. Di tengah-tengah lorong itu, ada sebuah patung besar. Di bawahnya tertera nama Cuba. Patung pria tua berpakaian bangsawan itu memegang tongkat di tangan kanannya dan sebuah batu di sebelah kirinya. Lalu, kami berbelok ke kanan.

Lorong ini dipenuhi lukisan yang berbeda dari lorong sebelumnya. Kali ini lukisannya menggambarkan tentang sebuah peristiwa yang aku sendiri tidak tahu kapan terjadinya.

Salah satu lukisan mengambil perhatianku. Sebuah lukisan yang menggambarkan peperangan di dalamnya. Ada dua kubu yang berperang. Di sebelah kanan, para prajurit memakai pakaian yang mirip persis dengan yang Ovi dan Obi pakai. Sudah pasti kubu kanan merupakan kerajaan Barsha. Di sebelah kirinya, terdapat prajurit dengan tubuh sedikit aneh. Warna kulitnya biru keunguan dengan bentuk telinga lancip dan panjang.

Di depan kubu kiri, ada seorang pria yang kuyakini sebagai pemimpin itu, dia seperti mengeluarkan sesuatu di tangannya. Ia sepertinya seorang penyihir. Kuku-kuku jarinya panjang. Di atas tangannya terlihat asap hitam, seperti gumpalan mantera ilmu hitam.

Aku teringat dengan kabut yang muncul di cermin kamarku. Kabut itu mirip dengan gumpalan asap hiam yang ada di tangan pemimpin kubu kiri. Dan pasti, kubu kiri adalah musuh dari kerajaan Barsha. Di dalam cerita dongeng yang kubaca, pemimpin musuh kerajaan ini bernama Khufra. Wujudnya hampir mirip dengan yang ada di buku.

Sepuluh menit berjalan melewati lorong demi lorong. Akhirnya, kami sampai di halaman asrama. Di sana terdapat air mancur, tempat duduk di tepi taman, rumah pohon, dan lain-lain. Ya, selayaknya asrama. Aku bingung, siapa saja yang ada di asrama ini? Siapa yang ingin memasukkan anaknya ke asrama ini?

Kali ini aku penasaran, jadi aku bertanya kepada Ovi. "Hey? Siapa orang yang ingin memasukkan anaknya ke asrama ini? Apakah ada pelatihan di sini?" tanyaku.

"Tentu ada. Biasanya, yang masuk ke asrama ini adalah anak dari orang-orang ternama di seluruh negeri." Ovi menjelaskan sambil melihat sekitar. "Kau lihat di sana? Dia adalah anak dari salah satu prajurit yang mengalahkan Pangeran Kegelapan seribu tahun lalu. Lalu di sana, dia adalah anak dari pemilik ternak naga di negeri ini. Keren, bukan?" lanjutnya.

Aku mengerutkan dahi sambil menaikkan kacamataku. Ternak naga? Ada-ada saja. Bisa-bisa peternak itu terbakar ketika naga mengeluarkan api dari mulutnya. Tak bisa kubayangkan.

Kami terus berjalan sampai bertemu dengan seorang wanita tua dengan celemek yang terpasang di tubuhnya. Dia membawa nampan yang berisi kue kering. Aromanya sangat lezat.

"Hai, Bibi Lin! Aku diperintahkan oleh Yang Mulia untuk mengantarkan gadis ini ke asrama." Ovi langsung menyapa wanita tua yang dia sebut dengan Bibi Lin. Bibi Lin tersenyum.

Barsha: Audey AdventureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang