Episode 9

2 1 0
                                    

"Wow! Ini seperti di dalam mimpi!" Ken melihat-lihat sekeliling kamar. Melihat langit-langitnya yang kuno, meneliti rak-rak buku, dan membuka-buka lemari pakaian. Sesekali ia sibuk berbicara sendiri.

"Aku tak menyangka kita bisa di sini sekarang," ucap Larcy. Ia sudah duduk di tepi ranjang yang lebar sambil melihat sekeliling kamar.

Aku menghembuskan napas sejenak, lalu ikut duduk di sampingnya. Aku juga berkata demikian di dalam hati. Seperti di dalam mimpi dan tak menyangka bahwa aku dan kedua sahabatku sudah tiba di tempat yang antah-berantah ini.

"Apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Larcy seraya menoleh ke arahku.

Aku yang sedang menatap langit-langit kamar menjawab dengan mengangkat kedua bahu. Aku juga tidak tahu apa yang akan kami lakukan sekarang. Ya, seperti yang Bibi Lin katakan, kami seharusnya menunggu makan malam tiba. Aku sedikit penasaran dengan "acara" makan malam itu. Apakah akan sama seperti di rumah? Atau seperti makan di kantin bersama teman-teman di sekolah? Kuharap lebih baik begitu.

Sejujurnya, aku kurang bisa beradaptasi dengan cepat di lingkungan baru. Aku akan mulai berbicara jika aku sudah menganggap orang-orang di sekitarku itu aman atau karena dipaksa oleh keadaan untuk berbicara. Semoga makan malam kali ini tidak jauh berbeda dengan "acara" makan seperti biasanya.

"Hey, kalian! Lihat lah buku-buku ini. Semuanya tentang dongeng seluruh dunia!" seru Ken. Ia tengah berdiri sambil membuka-buka buku tebal berwarna hitam kecoklatan. Bukunya terlihat sangat tua.

Aku suka dengan dongeng, karena itu aku mendekat kepada Ken. Ken langsung menyodorkan buku di halaman yang sudah ia buka. Ini cerita tentang sebuah tempat bernama Nusantara. "Katanya tempatnya asri, hijau, dan indah. Seperti surga tersembunyi," ujar Ken.

Aku hanya mengangkat alis mengiyakan. Kebanyakan dongeng menceritakan tempat yang indah pastinya. Contohnya saja di tempat yang kami pijaki ini, dongeng dengan kerajaan megah nan indah.

"Mungkin saja kita bisa ke tempat itu." Ken menaruh buku itu ke tempatnya semula. Ia berjalan melihat ke arah jendela. Matahari sudah hampir tenggelam. "Sudah hampir malam."

Aku mendekat ke arah jendela, disusul oleh Larcy juga. "Ya," balasku dengan tersenyum.

"Indah sekali," ucap Larcy kala melihat pemandangan ini. Matahari hampir tenggelam di antara bukit-bukit hijau.

Aku tersenyum hangat. "Dan semoga, hari-hari kita di sini akan sama indahnya seperti pemandangan ini."

Ken dan Larcy mengangguk bersama. Selebihnya, kami fokus melihat senja di sore itu.

***

Malam telah tiba. Kami sedang menunggu lonceng makan malam. Tentu, kami sudah bersih-bersih. Kami sudah mandi di kamar mandi yang terlihat sangat kuno, tapi airnya boleh juga.

Kamar ini memiliki dua ruangan. Dua-duanya kamar tidur. Ruang pertama akan menjadi kamar tidurku dan Larcy, dan ruangan satunya akan menjadi kamar tidur Ken. Di kamar ini ada dua kamar mandi juga yang di dalamnya sudah dilengkapi berbagai peralatan mandi. Tinggal pakai.

Aku dan Larcy sedang duduk di tepi ranjang, sedangkan Ken duduk di lantai. Ia sedang sibuk membaca buku-buku yang ada di rak. Sepertinya itu akan menjadi candu baru untuknya. Aku dan Larcy malah saling diam dengan pikiran masing-masing. Beberapa menit lalu, Bibi Lin datang menemui kami dengan membawa baju asrama. Katanya, ia lupa memberikan ini tadi sore.

Bajunya bercorak garis-garis belang merah-hitam, bentuknya seperti jas. Bagus dan cantik! Dan Bibi Lin berkata bahwa baju ini harus kami pakai di acara makan malam ini dan seterusnya akan dipakai.

Menit-menit membosankan itu pun berlalu. Lonceng makan malam sudah berbunyi. Aku yang sudah tak sabar sejak tadi langsung bangkit dari duduk, diikuti oleh kedua sahabatku. Ken langsung menaruh bukunya ke rak. Kami langsung bergegas untuk ke ruang makan.

Barsha: Audey AdventureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang