2 School Days

9 1 0
                                    

Setiap hari Jumat sekolah ku selalu melakukan suatu tradisi yaitu kegiatan amal. Dimana biasanya sebelum jam istirahat kedua, anak perwakilan kelas ditugaskan berkeliling ke kelas-kelas sambil membawa kotak amal yang kemudian uang itu dikumpulkan oleh pihak sekolah untuk membantu orang-orang yang kekurangan seperti para tunawisma, anak-anak yatim piatu, dan lainnya. Seharusnya minggu ini giliran anak kelas 8.1, namun kelas mereka sedang ada guru, jadi Bu Restu menyuruhku untuk membawa kotak amal ke kelas-kelas.

Bunga menemaniku mengelilingi sekolah yang tidak seberapa luasnya ini namun cukup membuatku lelah. Kami sepakat untuk meminta uang amal dari kelas 7 yang berada di lantai dasar. Tak sedikit murid laki-laki yang menjahili ku seperti menepuk pundak, meneriaki ku, menatapku tidak suka, bahkan ada yang sok kenal dan sok dekat dengan ku. Awas saja mereka.

"Kakak," Seseorang seperti berbicara padaku. Aku menoleh. "Kakak yang waktu itu pulang bareng kakak SMA sebelah kan?" Loh, ada apa ini? Maksudnya Abang Jamal? Ada apa dia bertanya seperti itu? Dari mana dia tau Abang Jamal sekolah di SMA sebelah? Mamam, aku harus bagaimana ini?

"Iyaa, kenapa?"

"Wah, iyaa?! Kakak pacarnya?" Hah? Aku harus menjawab apa? Haruskah aku berbohong atau jujur? Aku tidak mau abang Jamal didekati dengan mereka-mereka ini.

"Nama kakak siapa?" Siswi lain ikut bertanya.

"Rumah kakak dimana?"

"Hah? Uuumm..." Mereka mengerubungi ku dan menyerangku dengan berbagai pertanyaan membuat kepala ku pusing, tangan ku keringat dingin. Aku tidak bisa berada di antara kerumunan. Aku memaksa kaki ku pergi menjauh dari kerumunan itu.

Kenapa mereka kepo sekali tentang Abang Jamal sih. Kalau penasaran tanya saja langsung ke abang Jamal! Aku menggerutu dalam hati.

"Maaf, permisi." Aku berhasil keluar. Aku memberikan kotak amal untuk dipegang Bunga sebentar dan mengatur nafasku.

"Kenapa Kai?" Aku tidak bisa langsung menjawab. Setelah dirasa tenang aku Kembali mengambil kotak amal yang dipegang Bunga.

Sudah kuduga hari seperti ini akan terjadi. Aku menyumpah serapahi bang Jamal dalam diam. Semua ini karena bang Jamal yang selalu mencari kesempatan untuk caper di depan sekolahku ketika mengantar jemputku tempo hari.

"Gapapa, gue kaget aja tadi mereka tiba-tiba ngerubungin gue," Kami lanjut ke kelas ku yang saat ini kulihat menjadi satu-satunya kelas yang kosong tidak ada guru.

"Heh, amal-amal!" Bunga galak di kelas sendiri. "Mana, duit sini!" Haikal memberi uang koin pada Bunga.

"Dih gopek doang, itu ada dua ribu!"

"Buat jajan, Bung elah," Haikal memelas

"Yee, pelit banget. Gopek lagi masukin!" Dengan terpaksa Haikal memasukkan 500 rupiah lagi ke kotak amal. Haha, tidak apa yaa Kal, semoga rejeki mu bertambah.

Kelas terakhir yang kami kunjungi kelas 8.5 yang ternyata juga sedang jam kosong. Meskipun kelasnya berada dekat dengan ruang guru, kelas itu tetap ramai dan rusuh. Baru saja aku membatin soal ramainya kelas itu, seorang siswa tiba-tiba berlari keluar kelas sambil tertawa, hampir saja dia menabrak ku. Kudengar Bunga menjerit kaget sedangkan si anak laki-laki itu dengan reflek mencengkram kedua lengan ku. Beruntung kotak amal ku pegang bagai balon (erat-erat).

"Eh, sorry sorry." Anak laki-laki itu bertubuh kurus-tinggi, kulitnya putih, rambutnya sedikit berantakan. Dia lanjut berlari. Seorang siswa lain berlari mengejar anak laki-laki itu.

"Le! Sini lo!" Temannya yang juga tidak ku kenal berlari mengejar anak itu.

"Lo gapapa Kai? Sini deh gue yang bawa kotak amalnya."

Are We in Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang