17

1.8K 56 1
                                    

Mutia mencoba fokus, terik matahari hari ini sangat pas, seakan cuaca ini kerja sama dengan pria di depan mereka.

"Mutia, karena kamu tidak fokus, kamu lari keliling lapangan 5 kali, saya tidak suka sama murid yang tidak perduli pada jam olahraga saya"

"Loh... Saya fokus kok..."

"Tidak Mutia, lakukan sekarang atau mau tambah?"

Mutia mendengus, ia yakin pria itu membalas dendam karena tidak mematuhi perkataannya. Dasar pendendam.

Teman-temannya memberikan tatapan iba kearah Mutia, mereka tidak bisa membantu Mutia karena mereka juga sayang sama diri mereka sendiri jadi memilih diam. Maafkan kami Mutia, gumam mereka dalam hati.

"Menyebalkan" gumam Mutia.

Mutia lari perlahan mengelilingi lapangan yang sangat lebar itu. Mulai hari ini aku akan menganggap dia musuhku.

"Kalian mau menemani Mutia? Saya senang kalau ada yang suka rela menemaninya"

Semua muridnya diam. Lari di terik matahari itu tidak mungkin. Maaf Mutia.

Syahril melatih fokus muridnya, cuaca panas seperti ini cocok untuk melatih mereka.

Matanya sedikit-sedikit melihat Mutia yang berlari perlahan. Syahril tersenyum samar.

"Baiklah anak-anak, sudah selesai jam olahraga, ketua kelas bubarkan barisan"

"Baiklah pak guru..."

Ketua kelas mengkomando teman-temannya untuk membubarkan barisan.

"Pak... Berarti Mutia sudah bisa berhenti lari kan?" Tanya Icha cemas.

"Tidak.. dia harus menyelesaikan larinya sampai lima putaran"

"Tapi pak... Lihat Mutia sudah tidak sanggup, kasihan"

"Kalian segera masuk kedalam kelas, atau mau menemani Mutia?"

"Ehh... Iya pak... Kalau terjadi apa-apa sama Mutia, bapak harus tanggung jawab"

Syahril mengangkat alisnya mendengar ucapan muridnya itu lalu melempar pandangan ke arah Mutia.

Matanya membesar ketika melihat tubuh Mutia oleng dan jatuh.

"Mutiaaa.." teriak Syahril mengagetkan muridnya yang lain.

"Mutiaaa.." teman-teman Mutia berlari menyusul Syahril yang sudah lebih dulu lari kearah Mutia yang pingsan.

Syahril cemas melihat Mutia sudah dibanjiri keringat dan juga wajahnya yang pucat.

"Hey... Mutiaa... Bangun..." Syahril menepuk pipi Mutia pelan tapi tidak ada respon, pria itu langsung membopong Mutia dan berlari kearah UKS.

"Hey... Nadia... Periksa dia.. cepat" Syahril membaringkan tubuh Mutia di brangkas.

Urat-urat dalam tubuh Syahril terasa kaku, ketika melihat wajah Mutia masih pucat.

Nadia selaku petugas PMR, melonggarkan kancing kemeja Mutia dan melepas sepatu Mutia.

Lalu, Mutia memeriksa pernafasan dan juga detak nadi Mutia.

"Dia kenapa pingsan?"

Setelah itu Nadia memberikan minyak kayu putih kepada Icha dan Icha menaruh nya di bawah hidung Mutia agar Mutia menghirupnya.

"Kamu tahu harus apa kan?" Icha mengangguk.

"Yang lain tolong pijit kakinya pelan" Syahril langsung memijit kaki Mutia.

"Dia pingsan gara-gara pak guru, disuru lari keliling lapangan" Jawab Icha menatap Syahril tidak suka. Biarlah dianggap tidak sopan.

"Oh begitu... dia juga tidak apa-apa, tunggu saja beberapa menit dia akan sadar"

Semua yang diruangan bernafas lega. Syahril tidak melepas tatapannya dari Mutia.

Mata Mutia ada pergerakan, Syahril melihatnya dan juga yang lainnya lega karena Mutia sudah membuka matanya.

"Kamu istirahat dulu ya, kamu ada di UKS" ucap Afni.

"Oh... Baiklah.." matanya mendelik kearah Syahril. Gara-gara dia aku pingsan.

Syahril yang melihat itu meringis dan menahan senyum. Wajah manyun dan raut kesal itu sedikit lucu di matanya.

Bel berbunyi terdengar sampai diruang UKS.

"Kalian masuk kelas saja, saya yang akan menjaga Mutia disini"

"Baiklah pak guru... Jaga Mutia jangan sampai lecet"

"Mutia kami masuk kelas dulu ya" Mutia mengangguk.

Tinggal Syahril dan Mutia yang di dalam UKS, karena Nadia juga sudah masuk kelas.

Tbc

Awal Perubahanku [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang