Permulaan

1.4K 146 13
                                    

Di atas jalur yang penuh dengan pepohonan, cahaya mulai memudar memberikan kegelapan yang menambah kesan seram dan meninggalkan rasa tidak nyaman di lubuk hati orang orang..

Awan mulai menjatuhkan muatannya, ribuan air memercik di atas jendela depan sebuah mobil hitam yang melaju kencang di jalur sepi nan seram.

Hari baru saja senja namun, gumpalan awan hitam berhasil menciptakan suasana malam, dan sudah di pastikan malam ini tidak akan ada bintang ataupun bulan. Padahal daerah hutan dekat perbukitan adalah tempat yang bagus untuk menyaksikan keindahan bintang dan bulan. Tapi hari ini bahkan cahaya pun tidak ada.

Seorang pemuda dengan netra seperti hamster duduk di belakang kemudi. Matanya menyipit mencoba melihat area jalanan dengan jelas. Lampu jarak jauh sudah dia nyalakan untuk membantu dirinya dalam mengemudi.

Jalan yang dia lewati tampak seperti ular. Licin, dan berbahaya.

Kaca mobil pemuda itu semakin memburam ketika rintik air semakin deras.

Semuanya berjalan dengan baik sampai tiba-tiba mobil yang dikendarai pemuda itu berhenti dan mesinnya mati. Pemuda itu berusaha untuk menghidupkan mobilnya kembali namun, tampaknya usahanya sia-sia saja.

Pemuda itu melirik jarum pendeteksi tanki bahan bakar mobilnya, pemuda itu mendecih pelan.

"Ada apa?" Tanya seorang gadis berambut pendek kepada pemuda yang menyetir mobil itu.

"Kenapa di saat seperti ini, kita harus kehabisan bahan bakar?" Gumam pemuda itu dengan nada kesal yang kentara.

Wanita itu mengangguk tanda mengerti, "Sudahlah jangan kesal,"

Pemuda itu memukul stirnya. Kemudian melihat ke luar jendela yang memburam, walaupun begitu pemuda itu masih bisa melihat cahaya redup yang memancar dari satu tempat di kejauhan. Pemuda itu langsung menebak bahwa cahaya itu berasal dari rumah seseorang.

"Kau lihat ada cahaya disana?" Tanya gadis itu.

Pemuda itu mengangguk, "Iya, lalu?"

Gadis berambut pendek itu langsung mengambil jas hujan di jok belakang, kemudian berbalik menatap pemuda itu.

"Apa yang akan kau lakukan?" Tanya pemuda itu skeptis.

"Kau lihat di sana ada cahaya bukan? Bisa saja itu rumah warga ataupun villa. Jadi mungkin saja kita bisa meminta bantuan kepadanya, setidaknya kita bisa menetap disana hingga pagi datang" ucap gadis berambut pendek itu.

"Kau serius? Kita tidak mengenal pemilik villa itu, bagaimana jika kita merepotkan mereka, Alice?" gumam pemuda itu skeptis.

"Lalu? Kau ingin disini saja? Tidur di mobil yang sempit hingga pagi datang? Kalau kau mau ya silahkan saja, Jisung!" Seru gadis itu dengan wajah kesal.

"Tapi..."

"Tidak ada salahnya mencoba, setidaknya jika mereka tidak ingin memberikan bantuan. Kita bisa meminjam telepon rumah mereka sehingga petugas pom akan datang. Kau tau kan bahwa daerah perbukitan sangat sulit mendapatkan sinyal,"

Jisung akhirnya bangkit mengikuti Alice. Keduanya berjalan menerjang hujan yang turun dengan sangat deras.

Hanya membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit, keduanya telah sampai di teras villa itu. Keduanya melepaskan jas hujan mereka dan meneduh di atap gedung itu.

Pintu villa itu terbuat dari kayu dengan cat putih yang menghasilkan kesan mewah dan elegan.

Alice yang melihat kursi kayu dan meja di teras villa langsung mendudukkan dirinya disana. Sementara Jisung berdiri dengan ragu-ragu di depan pintu. Ada tombol bel di sebelah pintu besar itu, pemuda itu masih berpikir dia akan menekan bel atau tidak.

"Kenapa kau tampak ragu-ragu? Ayo tekan bel nya!" Perintah Alice.

"Kenapa harus aku? Kau lah yang memiliki ide bukan? Jadi kenapa harus aku yang menekan bel ini?" Tanya Jisung bingung.

"Kau kan seorang pria, jadi kau saja yang menekan bel" perintah Alice lagi.

Jisung hanya tersenyum sekilas, "Aku menyesal membawamu pergi liburan bersama ku, Kak Alice!"

"Ya! Ya! Ya! Sekarang tekan saja bel nya"

Jisung hanya menggeleng tidak habis pikir dengan tingkah kakak sepupunya itu, "Villa ini tampak sangat sepi. Aku jadi tidak yakin ada orang di dalam sini, tapi tidak asa salahnya bukan mencoba?"

Jisung menekan bel itu, beberapa menit keduanya menunggu namun tidak ada gerakan apapun.

"Tidak ada orang" balas Jisung.

"Coba lagi! Mungkin saja orangnya tidak dengar" balas Alice.

Jisung mengangguk dan menekan bel sekali lagi, kini agak lama dirinya menekan bel tersebut.

Perlahan terdengar suara seseorang yang membuka pintu. Alice tersenyum senang, sedangkan Jisung menjadi tegang.

Pintu terbuka menampilkan ruangan dengan cahaya redup, karena orang yang membuka pintu membelakangi cahaya. Alice dan Jisung tidak bisa melihat wajah orang itu dengan jelas, sampai akhirnya orang itu melangkah keluar.

Kini nampak dengan jelas pemuda itu berdiri tegak, tinggi dan wajahnya amat menawan.

Pemuda itu menggunakan kemeja hitam dan celana panjang hitam, tatapannya dingin dan tajam, padangan pria itu lurus menatap Jisung yang membeku.

"Kenapa anda terus melihat saya?"

°°°°

Next or Stop?





Evil Helper Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang