Epilog

798 81 6
                                    

"Pa, papa tahu dimana letak pedang anggarku?"tanya seorang lelaki pada pria yang tengah mengisap rokoknya di sofa.

"Ha? Tanya ibumu sana, aku tak tahu yang begituan."ucap pria itu, Sanzu Haruchiyo. dengan gestur mengusir pada anak sulungnya.

"Kata ibu ayah yang terakhir memakainya kemarin malam"tambah Hiruzen.

Sanzu terdiam, menyernyit.

Detik berikutnya, ia menghembuskan asap rokoknya.
"Ah, aku mematahkannya kemarin malam."

Hiruzen menipiskan bibir.

Punya ayah seperti Sanzu memang butuh kesabaran yang luar biasa.

Selain perokok aktif, Hiruzen tahu ayahnya adalah anggota organisasi kriminal sekaligus pecandu narkoba.

Sifat ayahnya tak bisa diprediksi, terkadang suka membentak dan mengamuk tanpa sebab, efek narkoba yang dikonsumsinya.

Lihat saja, di meja dekat sofa bertebaran pil entah apa itu.

Hiruzen masih tak bisa berpikir bagaimana ibunya bisa mencintai dan menikahi pria dihadapannya ini.

Dan gen Haruchiyo benar benar menurun pada Hiruzen, minus sifat buruknya.

Anak itu bersyukur ia masih bisa membatasi diri, tidak ikut tenggelam dalam dunia gelap seperti ayahnya, namun sepertinya tak lama lagi ia pasti akan menjalani bisnis kotor itu, nanti.

Satu kelebihan Haruchiyo yang dapat Hiruzen sebutkan adalah, pria itu masih punya perikemanusiaan, dan sekejam apapun ayahnya, dia selalu luluh kalau berada di hadapan ibunya.

Sasuga ibu, batin Hiruzen.

Oh, ngomong ngomong soal ibu.

[Y/N] adalah peneliti obat obatan, pekerjaannya tak jauh dari ayah, distributor narkoba.

Ibunya kerapkali memperingati Hiruzen agar tak menyentuh obat terlarang itu, padahal dia sendiri peraciknya. Mengherankan.

Saat ditanya 'mengapa?' Ibunya menyahut "cukup ayahmu saja, aku tak mau menodai keturunanku dengan obat obatan haram ini, sayang"

Baik bukan? Ya, sangat.

Cklek!

[Y/N] keluar dari ruang peneletiannya sambil meregangkan tubuh, sepertinya penelitian baru lagi.

"Oh, sayang. Kamu sudah makan, nak?"[Y/N] tersenyum manis kearah Hiruzen, wanita itu berjalan kearahnya.

"Iy—"

"Tentu saja belum, bodoh! ini salahmu yang terus berkutat dengan penelitian penelitian tak berguna itu!"

Hiruzen mengatupkan bibir, ayahnya memotong perkataannya.

[Y/N] mendelik kearah Sanzu.

"Aku bertanya pada Hiruzen-ku, Haru. kenapa kau yang menyahut?"sewot [Y/N] membuang muka.

Hiruzen hampir tertawa mendengarnya, pasti ayahnya akan murka sebentar lagi.

"Apa?! Aku tak peduli, sekarang yang harus kau perhatikan adalah aku!"kesal Sanzu menarik lengan [Y/N] dan membaringkannya paksa ke sofa.

"Akh!"[Y/N] meringis pelan, "Haru, jangan seenaknya saat ada Hiruzen!"peringat [Y/N].

"Ck, menjauh kau bocah tengil, mengganggu!"usir Sanzu.

"Haruchiyo!"gemas [Y/N]. Perlakuan Sanzu benar benar buruk pada anaknya.

Hiruzen menundukkan kepala hormat.
"Aku undur diri dulu, pa, ma."

My Girl[Sanzu Haruchiyo×Readers] Tokyo Revengers (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang