Bab 6

2.7K 398 19
                                    

Happy reading, semoga suka.

Full story sudah tersedia di Karyakarsa dan Playstore.

Dan ada novella romance baru di Karyakarsa juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan ada novella romance baru di Karyakarsa juga. Adult ya.

Enjoy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Enjoy

Luv,
Carmen

_________________________________________

Bisikan pria itu seperti aliran listrik yang menyengat isi otakku. Aku seolah tersadar. Apa yang kulakukan di sini? Duduk di samping pria itu, membiarkannya memeluk bahkan menempelkan bibirnya di kulitku? Lalu dengan kurang ajar menyarankan agar kami... agar kami... 

"Aku tidak mau!" 

Aku tahu aku terdengar marah, tersinggung, juga kasar. Tapi aku tidak peduli. Apa-apaan pria itu? Apa dia dan pendapat rendahnya tentang wanita-wanita barat sama rendahnya dengan moralnya sendiri? Aku baru saja bersusah payah membuka diri menceritakan hal yang merupakan privasi bagiku, berpikir bahwa hal itu penting untuk pria itu agar dia tak ragu akan standar moral yang kumiliki dan ini adalah reaksi yang ditunjukkannya padaku? Pria itu benar-benar rendah, serendah pemikirannya! "Apa kau tidak mendengarkan perkataanku barusan, Yang Mulia?!"

"Hmm..." Dengan kurang ajar, pria itu menariku kembali mendekat. 

"Apa-apaan..."

"Percayalah, kau tidak akan menyesal. Aku selalu membayar dengan pantas." Aku merasakan bibir pria itu menggelitik daun telingaku dan tangannya dengan berani mulai mengelus pahaku. Sengatan listrik yang lain terasa menghantam tengah perutku. Demi Tuhan! Ini tidak seperti yang pernah aku alami sebelumnya. Saat bersama Sam, ketika dia berusaha menyentuhku, aku tak bisa merasakan apapun kecuali perasaan enggan, dan perasaan jijik saat membayangkan dia menyentuhku lebih dari yang kuizinkan.

Tapi Sang Sultan rupanya berpikir bahwa sikap diamku karena aku sedang mempertimbangkan tawarannya. "Aku akan menaikkan gajimu dua kali lipat," bujuknya. 

Oke, pria itu mungkin sudah ahli dalam hal menyentuh wanita sehingga mungkin tak ada wanita waras yang bisa menolak belaiannya. Tapi aku sungguh-sungguh membenci perkataannya. Pria itu menganggap wanita terlalu murah. 

"Bagaimana kalau gajimu kunaikkan jadi tiga kali lipat?" tanyanya lagi seolah-olah aku ini sejenis barang dagangan untuknya. 

Kurang ajar! 

"Beraninya kau menghinaku seperti itu, Yang Mulia! Apa yang membuatmu berpikir aku sudi tidur denganmu? Bahkan jika kau memberiku setengah dari kerajaanmu, aku juga tidak sudi!" Aku mendorong pria itu kasar dan membuat jarak di antara kami. Suaraku bergetar oleh amarah dan aku harus berusaha keras agar tidak menampar wajah pria itu dengan keras. "Kau benar-benar kurang ajar, kau tahu? Baru semenit yang lalu kau berkata padaku bahwa kau tidak ingin wanita dengan standar moral rendah mengajari putrimu dan setelahnya kau berusaha membeliku seolah aku pelacur? Baik. Kurasa kita sudah cukup mengenal satu sama lain. Aku rasa tidak ada gunanya aku terus berada di sini. Kau cari saja pengajar pribadi yang lain, yang mungkin juga bersedia berbagi ranjang denganmu, Yang Mulia!"

Aku tahu aku sudah bersikap keterlaluan dan berbicara terlalu banyak. Bagaimana jika pria itu marah dan melemparku ke penjara karena berani menghinanya? Tapi persetan! 

Tapi alih-alih murka, pria itu malah menjauhkan tubuhnya, tertawa pelan seolah dia merasa geli. Aku melotot marah padanya. Saat dia meraih tanganku dan mencium punggung tanganku, aku menepisnya kasar. 

"Please, Miss Cavill. Aku tidak serius tadi. Aku hanya ingin melihat apakah dirimu seperti yang kau katakan. Aku benar-benar minta maaf kalau sudah menyinggungmu. I have to make sure my daughter will be on the right hand."

Aku masih terlalu kaget dan tidak bisa mengatakan apapun dan hanya bisa melihat pria itu dengan tenang berdiri lalu membunyikan bel kemudian keluar dari pintu lain, mungkin menuju ruangan lain dan meninggalkanku yang masih membatu di tempat. Tak lama seorang pelayan mengetuk pintu. Untungnya aku masih bisa berpikir dengan waras dan buru-buru mengenakan kembali abaya serta penutup kepala dan cadar wajah. Tanpa kata, aku kemudian mengikuti pelayan itu yang mengantarkanku melewati kembali labirin koridor hingga sampai ke ujung koridor yang belum pernah aku lewati.

Di ujung koridor, seorang wanita telah menungguku. Dia mengantarku menjelajahi dan melewati sejumlah labirin koridor ke tempat tinggal baruku. Aku diberikan semacam apartemen pribadi di istana kediaman pria itu. Rupanya kamar yang tadi sempat kusinggahi benar-benar hanya kamar sementara dan setelah aku dinyatakan lulus oleh Sang Sultan, mereka telah mengatur kediaman baru untukku. Bukankah demikian? Makan malam tadi semacam wawancara langsung walau harus kuakui, wawancara tadi berjalan tidak seperti yang kuharapkan. Menurutku, tes pria itu agak keterlaluan dan melewati batas. But he is a sultan afterall, so who really cares?

Ruangan yang menyerupai apartemen berkamar satu ini sungguh berada di luar imajinasiku. Jika di Inggris, tempat ini, dengan segala desain interior dan kemewahannya bisa menjadi tandingan kondominium paling mahal di tengah kota. Kamar tidurnya luas dan didesain mahal, dengan tempat tidur raksasa, terhubung dengan kamar ganti mewah di mana koper-koper yang kubawa sudah dibongkar dengan rapi, ditambah deretan baju-baju Arab yang tampak indah dan mahal tergantung sepanjang lemari. Kamar mandinya juga tidak kalah mewah dan besar, didominasi oleh bak mandi yang cukup untuk menampung dua orang dengan segala peralatan dan perabotan modern untuk memanjakan penggunanya. Dan tidak ketinggalan, ada ruang tamu yang lengkap dengan satu set sofa, rak buku, TV berukuran lebar, komputer dan bahkan meja makan yang terhubung langsung dengan dapur kering modern. Semua barang-barang pribadi yang kubawa bersamaku sudah diatur dan diletakkan sedemikian rupa di tempat-tempat semestinya seolah-olah itu memang adalah tempatnya dan aku telah lama tinggal di tempat ini. Luar biasa! Aku bertanya-tanya, siapa yang melakukan semua ini?

Jawaban itu kudapatkan tak lama setelahnya, ketika seorang gadis muda masuk ke ruang tamu melewati pintu tersembunyi yang luput dari perhatianku.

“Lady Savannah,” panggil gadis muda itu dengan Bahasa Inggris terpatah-patah. “Perkenalkan, saya Jamilah, pelayan pribadi Anda. Saya datang untuk membantu Anda bersiap-siap tidur.”

Oh, Tuhan! This is quite insane. Apakah memang seperti ini kehidupan para bangsawan modern? Aku tidak pernah punya pelayan seumur hidupku dan aku tidak benar-benar nyaman dilayani seperti ini. “Terima kasih, Jamilah. Tapi… kurasa aku bisa sendiri, kau tidak perlu membantuku.”

Gadis muda itu terlihat agak terpukul. “Lady Savannah, apakah Anda tidak puas dengan pelayananku? Apakah aku melakukan kesalahan? I did not unpack your suitcases well, My Lady?”

“Oh, bukan, bukan, bukan seperti itu,” yakinku cepat. “Sungguh, bukan. Malah sebaliknya, kau melakukannya dengan luar biasa. Hanya saja… kau tahu aku terbiasa mengurus diriku sendiri. Kau tidak perlu membantuku.”

Gadis muda itu menggeleng, jelas tidak setuju. “Tapi ini adalah pekerjaanku, Lady Savannah. Yang Mulia akan marah jika sampai tahu saya tidak melakukan pekerjaan saya dengan benar. Kalau Anda menolak, saya pasti akan dihukum karena…”

My Lord, desahku dalam hati. Apa gunanya berdebat dengan gadis malang ini? Lagipula aku sudah terlalu lelah. Jadi aku menyerah dan membiarkannya melakukan apapun yang menurutnya adalah pekerjaannya. Awalnya, aku merasa tidak nyaman karena aku tidak terbiasa. Tapi menyenangkan juga ketika ada seseorang yang melayani dan memanjakanku. Rasanya cukup santai ketika duduk dan membiarkan gadis muda itu menyisir rambut pirang panjangku.

Sultan's Forced WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang