1: Mirna

8.6K 28 7
                                    

Pukul lima pagi. Mirna tiba-tiba terbangun, dan melihat suaminya Nody, masih erat memeluk guling. Dia seperti bayi besar yang lucu. Mirna menghela nafas, lalu mengelus perutnya yang tetap ramping selama lima tahun perkawinan mereka.

Perlahan wanita cantik berambut panjang itu bangkit, meraih test pack di atas meja rias dan masuk kamar mandi. Tak lama kemudian dia ke luar dan memandangi test pack yang baru saja digunakannya pagi ini. Kegiatan yang hampir setiap pagi dia lakukan setelah pada tahun ketiga berumah tangga, dia tak kunjung bunting juga. Setiap dicek, test pack itu garisnya cuma satu. Selalu begitu, hingga membuat Mirna muak dan membuang alat itu dengan kesal ke tempat sampah.

"Tidak sholat shubuh?" Tanya Rini, ibu mertuanya yang tiba-tiba sudah berdiri di depan kamarnya saat Mirna baru saja membuka pintu.

"Oh, eh... mami," Mirna garuk-garuk kepala.

Rini memonyongkan mulutnya,"Lha ini... gimana bisa punya anak, jika ibadah saja malas. Gusti Allah tak bakal mempercayaimu untuk diberi amanah, jika kau malas sholat. Juga membiarkan suamimu tidak sholat! Oalah, pada mau jadi kafir semua kalian ini..."

Mirna menelan ludahnya, saat mertuanya itu melangkah pergi dengan meninggalkan luka di hatinya. Luka yang terpaksa terus dibiarkannya menumpuk selama bertahun-tahun akibat belum juga hamil. Mulut pedas mertuanya itu belum seberapa, jika tidak ditambah lagi dengan komentar keluarga besar suaminya.

Semua itu harus ditahannya, tanpa harus melawan atau berpikir melakukan perlawanan. Mirna sadar siapa dirinya. Dia hanya seorang anak yang dibuang seorang siswi kelas kelas 2 SMP, sekitar dua puluh lima tahun lalu ke Panti Asuhan Kasih Ibu di Jakarta. Panti yang salah satu donaturnya adalah keluarga Roger Baldwin, keluarga pengusaha kuliner Resto The Bald's, yang cabangnya ada di se-antero nusantara bahkan Asia dan Australia.

Roger Baldwin, adalah pria Amerika keturunan Australia, yang kemudian jadi seorang chef di sebuah hotel bintang lima di Singapura. Dia kemudian jatuh cinta dengan seorang anak duta besar asal Indonesia, Syahrini Dipo atau Rini. Roger dibantu mertuanya, Dipo Soesno, kemudian membuka usaha resto makanan western food yang malah sukses besar.

Dari pernikahan Roger dan Rini, lahirlah seorang anak, Nody Baldwin, yang kemudian malah menikah dengan Mirna. Sebuah kisah cinta yang tak pernah diperkirakan siapapun sebelumnya. Mengingat Nody lama bersekolah di Amerika, bergelar MBA, mulai dipercaya menggantikan peran Daddy-nya untuk menjalankan kerajaan bisnisnya, tampan dan sudah berusia matang, jelang 30 tahun saat itu. Bukannya memilih wanita cantik, berkelas dan cerdas, tetapi malah jatuh cinta pada seorang Mirna Sari.

Anak panti asuhan, yang kemudian ikut mengelola panti asuhan tersebut. Sebab itu, oleh Bu Mentari si pemilik panti, Mirna dikuliahkan untuk ambil diploma jurusan administrasi niaga. Saat Mirna berkesempatan magang di Resto The Balds atas bantuan Mentari yang meminta bantuan Rini Dipo, tak sengaja Nody yang baru putus dari kekasihnya, melihat gadis rupawan itu.

Cinta ternyata semudah itu. Meski Rini awalnya keberatan, karena asal-usul Mirna yang tidak jelas, namun Roger yang berpikiran terbuka justru membujuk istrinya untuk menghargai pilihan putra semata wayang mereka. Usai Mirna di wisuda, gadis itu lalu menikah dengan Nody Baldwin, pria yang selama ini bahkan tidak berani untuk dikhayalkannya.

Saat itu, semua orang menganggap Mirna bak tokoh Cinderella yang bertemu Pangeran impiannya. Harkat, derajat dan martabatnya seakan menukik semua. Meski dibalik itu, Mirna ternyata tidak bahagia.

Betapa sulitnya si anak panti itu berusaha untuk mengimbangi suaminya yang luar biasa, dan keluarga besarnya yang bukan orang sembarangan pula. Dia kadang gugup, tertekan, bahkan sempat depresi. Beruntung suaminya, Nody, adalah pria baik hati. Nody sangat sayang pada Mirna, dan berusaha untuk menguatkan istrinya atas segala perubahan hidup yang tiba-tiba dan mungkin mengejutkan seorang Mirna.

Setelah Mirna bisa beradaptasi dengan lingkungan, permasalahan baru kini muncul. Soal kehamilannya yang tak kunjung tiba, hingga semua orang bertanya-tanya. Terutama mertua perempuannya, yang dari hari ke hari makin sinis padanya.

"Mami itu punya anak cuma satu yang hidup, si Nody. Tapi mami sudah dua kali keguguran, dan satu anak meninggal pas masih bayi karena sakit. Artinya, sudah empat kali hamil. Lho kok kamu malah belum bisa hamil, toh? Berusaha apa. Minum obat, dipijat, atau ikut program bayi tabung. Duit kita banyak, masa iya tak bisa mengusahakan agar mami bisa punya cucu?" Kata Rini suatu hari, saat memaksa menantunya untuk mengonsumsi obat penyubur.

"Kamu nangis lagi?"

Mirna menoleh, dia melihat Nody kini duduk di ranjang sambil memperhatikan istrinya yang terisak. "Aku tidak apa-apa, Mas. Cuma..."

"Cuma kesal karena tiap cek test pack belum juga hamil?" Sahut Nody, yang langsung bangkit dan memeluk istrinya. "Sudah kubilang berkali-kali, aku tetap akan mencintaimu meski tak ada anak yang lahir dalam rahimmu. Meski aku yakin, suatu saat kita bakal punya anak. Bagaimana pun caranya..."

"Mami terus memaksa agar kita melakukan proses bayi tabung."

"Ya, baiklah. Akan kita lakukan."

"Kapan, mas?"

"Sabar, kita tunggu waktu yang pas. Aku sedang sibuk mempersiapkan cabang The Balds di Fiji, jadi akan bolak-balik dulu ke luar negeri."

Mirna merapatkan pelukannya pada Nody, bersandar pada bahunya yang bidang. Perbedaan usia sepuluh tahun, membuat Mirna merasa terlindungi lahir dan bathin. Nody adalah oase di padang tandus, titik kesempurnaan yang menjaga kewarasannya selaku istri yang harus berhadapan dengan tipe mertua berlagak seperti dewa yang berkuasa. Bersikap semena-mena, dan menjadi duri dalam daging dalam pernikahan anak kandungnya.

"Kami akan segera melakukan program bayi tabung, Dad...Mam! Tetapi setelah resto kita di Fiji selesai, ya." Kata Nody, saat mereka berkumpul untuk sarapan pagi.

Roger hanya mengangguk-angguk sambil menikmati telur mata sapi setengah matang di piringnya. Hanya Rini yang tampak mendadak begitu ceria,"Oh, benarkah? Akhirnyaaa..."

Nody mengangguk, sambil tersenyum menggenggam tangan Mirna. "Pokoknya kami akan berusaha. Kami pasti bisa!"

Roger tiba-tiba terbatuk, lalu cepat meneguk jus jeruknya sebelum memandangi Nody dan Mirna. "Berdasarkan data internasional, rata-rata tingkat keberhasilan program bayi tabung itu sekitar 25 hingga 30 persen. Sebaiknya jangan terlalu berharap. Saran Daddy, kalian nikmati saja hidup berumah tangga. Masih panjang waktu untuk punya anak!"

"Oh, tak bisa sayang!" Rini menggeleng kuat-kuat. "Mau nunggu kapan lagi? Sampai si Mirna tua dan benar-benar tak bisa hamil lagi? Atau membuat Nody terpaksa menikah lebih dari satu kali agar bisa punya keturunan?"

Roger terperangah memandangi istrinya, lalu kembali meminum jusnya dalam diam. Sementara Nody tergesa melepas tangan istrinya, dan cepat mengusap mulutnya dengan serbet. Sebelum bangkit dengan alasan mempersiapkan keberangkatannya ke Fiji, meninggalkan Mirna yang hanya bisa terdiam sambil berusaha menghabiskan nasi goreng di piringnya. Tangannya menyendok dengan gemetaran, saat mertua perempuannya kembali bersuara.

"Kamu harus benar-benar bisa membujuk suamimu untuk cepat mengikuti program bayi tabung, Mirna. Mami ngomong begini juga demi masa depanmu, perkawinanmu, rumah tanggamu! Musim pelakor sekarang ini. Jangan sampai Nody tak bisa punya anak di rumah, tapi justru bisa di luar sana. Ya, bagaimana pun, agama kita juga memperbolehkan lelaki beristri empat, toh?"

Mirna tak sanggup menatap mertuanya, dia hanya mengangguk hormat, sambil berusaha menelan nasi goreng yang masuk ke mulutnya. Nasi goreng buatan Mbok Nah pembantu rumah mereka yang biasanya lezat nikmat, tetapi pagi itu terasa kesat berat. Butiran nasi itu, mendadak terasa berubah seperti kerikil.

(Bersambung)

Ibuku Hamil AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang