9. Baby Jonathan

851 14 4
                                    

Tubuh Mirna bergetar, saat melihat pertumbuhan sosok bayi lelaki yang kini berusia satu tahun itu.

Semakin hari, dia tidak tampak bule seperti Nody, atau manis seperti dirinya. Bayi yang diberi nama Nody, Jonathan Davin Baldwin itu, malah tampak sipit seperti peranakan keturunan Cina umumnya. Nathan makin mirip Dokter Miko!

"Mirip siapa ya?" Beberapa pihak keluarga mulai iseng bertanya-tanya di pesta ultah pertama bayi itu, karena melihat kondisi berbeda dari Nathan, yang tak serupa orangtuanya.

"Ah, wajah bayi itu masih berubah-ubah..." sahut Rini, berusaha menenangkan hati. Meski, hatinya juga bertanya-tanya, kok wajah cucunya tidak mirip anaknya? Menantunya juga tidak!

Mirna hanya mencoba untuk tenang tersenyum. Dia berusaha untuk tidak terlihat mencurigakan,"Wajah Nathan mirip kakek saya, bapaknya Mama. Mirip sekali, karena ada keturunan Cina."

"Ooh.... begitu." Semua orang mengangguk-angguk, lalu Rini sang mertua langsung tersenyum pula.

"Ya, ternyata gen besan lebih kuat."

Tawa kencang mulai berderai, Mirna hanya bisa mendekap Nathan untuk sedikit menjauh. Nody mencarinya kemudian di kamar, dan bertanya mengapa istrinya menghindari pesta.

"Tamu masih banyak, mereka ingin melihat Nathan!"

Mirna menggeleng,"Semua mempertanyakan kenapa Nathan mirip kakekku, tidak mirip kamu."

Nody mengernyitkan dahi,"Ah, kenapa memikirkan itu? Temanku emak bapaknya bule, tapi dia hitam seperti neneknya. Atau si Arnold ingat? Kawanku yang orangtuanya negro semua, tetapi lihat kan matanya biru?"

Mirna tersenyum akhirnya, merasa tenang dengan keyakinan Nody. Dia mulai berpikir positif, untuk mulai merencanakan membuat anak kedua yang benar-benar merupakan darah daging suaminya.

"Ayo, Mas... kita buat adik untuk Nathan. Aku ingin anak perempuan," bisik Mirna, dengan rayuan yang sedikit binal, setelah menidurkan Nathan di boks bayi.

Nody tersenyum liar. Dia cepat berlari ke pintu, menguncinya dengan tergesa, sebelum membuka resleting celananya.

Semuanya dilakukan tergesa, karena khawatir dengan para tamu yang masih berada di rumah. Namun Mirna harus mengakui, dia sangat puas saat itu. Bercinta tergesa-gesa karena diburu waktu, takut ketahuan, serta deg degan, ternyata betul-betul membuatnya mabuk kepayang.

"Aku harus segera kembali, karena mungkin terpaksa harus mengantar bibi Margareth pulang. I love you," sebuah kecupan mendarat di kening Mirna, sebelum pria itu bangkit.

Saat Nody menarik resleting celananya, dan merapihkan baju dan rambutnya sebelum ke luar kamar, Mirna masih terlentang mengangkang di ranjang, masih menikmati kenangan klimaks dari buah percintaan menggairahkan.

Tetapi malam itu, usai mengantar bibi Margareth adik sepupu papanya, Nody malah mengalami kecekaan lalu lintas hingga sempat koma. Mobilnya menghantam beton pembatas tol, dan bibi margareth bahkan tewas.

"Tuan Nody Baldwin mengalami retak pada kaki kiri, sehingga beliau terpaksa harus menggunakan tongkat jika sudah sembuh nanti. Tetapi..., "Dokter tampak ragu menatap Mirna dan kedua orangtua Nody. "Kecelakaan itu juga menyebabkan kerusakan pada alat kelaminnya. Jadi dipastikan, Tuan Nody tidak akan bisa melakukan hubungan seksual secara normal dengan istrinya lagi...."

Jeritan kedua orangtua Nody terdengar memilukan. Mendadak, Mirna juga menjadi lemas. Sirna sudah impiannya untuk memiliki anak sah dari suaminya. Seketika, jiwanya menjadi beku.

****

2 bulan kemudian....

Tak ada yang tahu takdir seseorang bahkan untuk satu detik ke depan. Mungkin hari sehat, besok sakit. Mungkin hari ini gagah perkasa, namun esok lusa malah lemah tak berdaya.

Nody, mencoba melangkah tertatih dengan tongkatnya. Sedikit pun dia tidak ingin dibantu. Emosinya juga makin tak terkendali. Terkadang, dia tiba-tiba melempar segala barang di dekatnya. Setidaknya sudah tiga kali dia dibawa konsultasi ke psikiater, namun tak menunjukkan perubahan berarti. Dia tak suka minum obat, bahkan memang tak suka mendengar nasehat.

"Kaki kiri gue cacat, tauuuu!! Jadi jangan nasehati untuk bersabarr.... anjing semua!!" Teriak Nody, setiap kali usai melempari dan memecahkan barang.

Mirna tak berani bersuara. Dia hanya bisa memeluk Nathan yang tak berhenti terus menangis keras. Tetapi, sebuah gelas tiba-tiba menghantam keningnya. Membuatnya jatuh terlentang dan Nathan lepas dari tangan.

Saat tersadar, dia telah berada di kamar sebuah rumah sakit, dengan kepala di perban. Tepatnya, ada sesuatu di keningnya yang terasa perih.  Dokter mengatakan, Mirna pingsan usai dilempar gelas oleh Nody. Serpihan gelas yang pecah masuk ke dalam keningnya hingga harus diangkat, dan lukanya terpaksa dijahit. Untunglah kemudian dia tahu, jika anaknya tidak apa-apa, Nathan hanya jatuh di atas sofa, dan seorang pembantunya di rumah telah cepat  menyelamatkan bayi itu.

"Anak ibu tidak apa-apa. Tadi mertua ibu yang laki-laki, Pak Roger cerita," ungkap perawat, sembari tersenyum.

"Tadi papi ke sini?"

"Ya, tapi sudah pergi. Hanya sesaat, karena katanya nanti mertua perempuan ibu yang akan ke sini."

Mirna terpaku, dia teringat Nody sedang memegang gelas untuk minum wine. Gelas itu sempat dipecahkannya bagian ujungnya ke meja, tetapi Mirna tak menyangka jika barang itu akan mendarat di keningnya.

"Oh, kamu sudah sadar rupanya." Rini, mertuanya, kemudian terlihat datang saat dokter dan perawat ke luar ruangan. "Memang tidak ada alasan juga kau untuk pingsan. Kamu ini sangat berlebihan Mirna. Cuma begitu saja, sampai nyaris mencelakakan Nathan. Coba kamu pikir, gimana jika anakmu itu jatuh di lantai?"

Mirna bengong. Seketika dia mulai meragukan pendengarannya. Kenapa tiba-tiba dia yang bersalah? Mengapa bukan si Nody, yang tega melemparnya dengan gelas? Mirna memandangi mertuanya yang sibuk mencari sesuatu di dalam tas besar mahalnya, sebelum wanita itu mengeluarkan ponselnya.

"Sudah sadar dia. Ah, biasalah! Memang agak lebay si Mirna ini, " cerocos wanita tua itu dengan mulut yang sengaja dimonyong-monyongkan ke arah Mirna. "Sudah kubilang kan dari awal, tidak cocok kalian itu. Susah si Mirna ini mengimbangi cara berpikir dan kehidupan kita. Bodoh betul si Mirna ini. Sudah tahu si Nody sedang depresi, malah mendekat sambil gendong Nathan..."

Sekali lagi, Mirna bengong. Dia betul-betul tak habis pikir dengan kelakuan mertuanya.

"Mami, yang melempar gelas ke keningku itu Nody. Mana aku tahu jika dia akan tega melakukan hal itu," Mirna mencoba membela diri.

Rini tersenyum sinis,"Kamu tahu kan suamimu sedang depresi? Dia sedang berada di fase terburuk dalam hidupnya. Coba mikir deh kalau kamu jadi dia. Kecelakaan, kaki kiri retak jadi jalan tertatih-tatih pakai tongkat. Bahkan divonis tak bakal bisa memiliki anak lagi karena cacat pada kelaminnya. Mestinya kamu bisa cepat menghindar jika dia sedang ngamuk!"

"Mami, semuanya begitu cepat. Aku juga berusaha untuk selalu memahami Mas Nody."

"Tidak seperti itu yang mami lihat di CCTV. Kau masih saja berada di dekat Nody saat dia sedang emosi. Kelakuanmu itu membahayakan Nathan! Mestinya kamu mampu menggunakan otakmu di saat rawan seperti itu!"

Mirna sudah tak sanggup lagi melawan, kepalanya sudah pusing. Mertuanya bukan tipe manusia yang bisa diajak bicara menggunakan nalar. Perlahan, dia kembali merebahkan diri, mencoba untuk memejamkan mata. Namun tiba-tiba...

SROTTT...SROOOTTTTT....

Rini tampak menyemprotkan parfum dengan brutal ke tubuh dan sekelilingnya,"Paling tidak suka bau rumah sakit begini. Bau obat yang tengik!"

SROOOTTT..... SROOOOTTTT.....

Parfum dari Paris itu sungguh wangi sebenarnya, aroma campuran bunga dan kayu-kayu aromatik, tetapi entah mengapa Mirna malah jadi mual. Isi lambungnya mendadak serasa rebutan ingin ke luar.

HUUUEEEEEEKKKKKSSSS!!!!!

Selimut pasien yang berwarna putih bermotif garis biru itu mendadak penuh dengan isi perut Mirna.

Sementara Rini, hanya bisa menjerit.

Ibuku Hamil AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang