2: Miracle-Dona

4.7K 16 2
                                    

Mentari sedang memeriksa kamar-kamar panti yang sedang dibersihkan para pekerja, ketika mang Yanto tukang kebun berlari-lari mendekatinya.

"Ada bu Dona lagi, bu. Dia ngotot tidak mau pergi. Ingin ketemu bu Mentari lagi. Padahal sudah saya bilang jika surat-suratnya dititip saja. Karena ibu sedang sibuk," lapor mang Yanto.

Mentari tak menyahut, tetapi malah bergegas menuju ruang tamu. Ini telah terjadi setahun terakhir. Seorang wanita, selalu datang ke Panti Asuhan Kasih Minggu pada setiap minggu, hanya demi upaya pernyataan maaf yang sudah sangat terlambat.

"Bu Mentari...," seorang wanita cantik tiba-tiba bangkit dari kursi dan mengangguk hormat.

Mentari lalu mempersilahkannya duduk, hingga mereka kini duduk berseberangan. Terpisah oleh sebuah meja kotak kayu segi empat. Ini seperti kisah dua puluh lima tahun lalu, ketika seorang gadis belia yang baru kelas dua SMP, datang kepadanya untuk menyerahkan seorang bayi perempuan.

"Saya hamil oleh pacar saya, bu. Namanya Juna. Tetapi dia malah tak mau bertanggung jawab. Saya berhenti sekolah dulu dengan alasan sakit, agar bisa melahirkan anak ini." Kata gadis imut yang menawan itu, sambil menyusui anaknya.

"Orangtuamu di mana?" Tanya Menur, yang terus memperhatikan ibu muda dengan bayi merahnya itu.

"Kedua orangtua saya bercerai, dan masing-masing telah menikah. Saya hidup di Jakarta sendiri, ngekost. Orangtua patungan membiayai hidup. Mereka tidak tahu apa yang saya lakukan di sini, dan tidak peduli juga. Tetapi saya ingin lanjut sekolah, jadi saya mohon agar Miracle bisa dititipkan di sini."

Miracle, nama anak itu. Tetapi karena para pekerja pengasuh anak dan bayi keserimpet menyebut namanya, makanya Mentari mengganti namanya menjadi Mirna. Akronim dari nama Miracle Dona, gabungan nama anak dan ibunya.

Mirna tumbuh besar, cerdas dan cantik, bahkan dia jadi "bintangnya" Panti Asuhan Kasih Ibu. Sebab itu Mentari menyekolahkannya hingga strata satu. Beruntungnya, saat magang di perusahaan salah satu donatur, anak sang donatur jatuh cinta melihat kecantikan gadis itu. Mereka menikah, tampak terlihat bahagia, sampai sekarang masa lima tahun pernikahannya.

Tetapi sejak setahun kemarin, Dona terus datang ke panti, mengantarkan surat-surat untuk Mirna anaknya, agar dapat diberikan kata maaf, atas kelakuannya puluhan tahun lalu. Tindakan bodoh yang disesalinya seumur hidup.

Sebetulnya, surat-surat Dona selalu terkirim setiap bulan sejak Mirna duduk dibangku SMP. Surat itu terkirim dari luar negeri, negara-negara di mana Dona bekerja sebagai buruh migran. Mirna membaca semua surat ibunya itu tanpa ekspresi, lalu membakarnya diam-diam. Hal yang kurang lebih sama pada masa kini, jika Mentari menelponnya untuk memberi tahu bila surat-surat ibunya sudah menumpuk.

"Bakar saja, bu. Bagiku ibuku itu hanya Bu Mentari. Wanita itu selama ini ke mana saja?" Kata Mirna, yang selalu emosi jika mendengar tentang ibu kandungnya.

Dona kini tinggal di Bogor, dia membangun rumah dan tempat usaha kos-kosan di daerah Dramaga dari hasil kerja kerasnya sebagai buruh selama sekian tahun. Dia hidup sendiri, tak pernah menikah. Saat lulus SMP, dia tidak lanjut SMA. Papanya sakit kanker prostat, sehingga dia memutuskan jadi TKW saat itu ke Taiwan. Bekerja keras demi menyembuhkan bapaknya. Sebab hanya pria itu, orangtua yang tersisa, setelah mamanya meninggal dunia akibat jadi korban KDRT bapak tirinya.

Saat papanya juga meninggal, baru Dona rutin mengirimkan uang ke Panti Asuhan Kasih Ibu. Uang untuk donasi panti, dan juga uang untuk kebetuhan Mirna. Sebab itu, di antara anak-anak panti yang lain, Mirna tampak sangat berbeda. Dia punya baju yang lebih bagus, mengenakan arloji mahal, sepatu bermerek, dan segala hal yang didapatnya dari uang kiriman Dona.

Tetapi anehnya, anak itu malah membenci ibu kandungnya yang tak pernah punya waktu untuk mengunjunginya. Bahkan sampai nyaris gagal menikah dengan Nody, karena riwayat hidupnya yang mengenaskan, serta alamat ibunya yang entah di mana tidak ketahuan. Surat-surat yang datang hanya bertulis nama Dona, tanpa alamat untuk kemungkinan dapat dibalas atau dicari. Seakan wanita itu memang tidak pernah ingin ditemui.

Lalu, kenapa dia kembali, setelah dua puluh empat tahun jadi misteri? Tiba-tiba ke panti, menitipkan surat-surat untuk diberikan ke Mirna lagi. Juga berharap dapat bertemu, meski cuma sekali.

"Bu Dona harus memahami perasaan Mirna. Selama ini banyak surat yang datang, tetapi tak bisa dibalasnya. Banyak uang yang terkirim, tetapi dia tak juga bisa menemui dan mengetahui seperti apa wujud ibunya. Lalu tiba-tiba selama setahun ini, pada hampir setiap minggu ibu datang untuk menebus sebuah kesalahan. Itu tidak semudah yang anda pikirkan, Bu. Mirna sudah punya keluarga sekarang," kata Bu Mentari, saat melihat Dona meletakkan sebuah amplop surat di atas meja.

Dona mengangguk lesu, dia lalu memeluk tas hijaunya dengan erat, seakan untuk mendapatkan dukungan dan kekuatan. Diakuinya, dia tak punya nyali besar untuk kembali ke panti, atau melihat anaknya lagi. Bayangan kisah puluhan tahun lalu yang sangat menyakitkan membuatnya sangat sedih dan trauma.

"Saya tahu, saya salah. Sebab itu saya kembali ke Indonesia, membangun rumah dan usaha kecil-kecilan di Bogor. Saya ingin membawa Mirna bersama saya. Tetapi kesadaran saya itu amat sangat terlambat. Saya tak menyangka jika dia bahkan sudah menikah di usianya yang baru jelang dua puluh tahun. Saya pikir dia masih kuliah..."

Mentari menghela nafas, dia juga merasa berat dengan masalah itu. Lalu dia memanggil Ina, bagian administrasi untuk membawakannya buku catatan laporan keuangan.

"Uang yang Bu Dona kirim, selama empat tahun terakhir tak pernah dipergunakan Mirna. Bahkan panti juga. Totalnya seratus juta, dan selalu saya minta kepada Bu Dona untuk bersedia mengambilnya. Sebab Mirna tidak lagi membutuhkannya, dia sekarang istri pengusaha kaya."

Dona terdiam, dia tahu keluarga pengusaha Baldwin. Bahkan resto mereka juga ada di Taiwan, Resto The Balds yang sangat terkenal dan mahal. Kini kerajaan bisnis itu dipegang Nody Baldwin, yang ternyata adalah menantunya, suami Mirna. Lalu Rini Dipo, mertua Mirna, punya adik bernama Bambang Dipo, yang pernah satu sekolah dengannya waktu SMP.

Iwan Dipo, adalah sahabat akrab Juna alias Arjuna, mantan pacar Dona yang telah menghamilinya waktu SMP. Mereka semua anak-anak pejabat saat itu, yang jadi gang pentolan di sekolah. Nakal, liar, bak berandalan. Kerjanya hanya merayu gadis-gadis cantik, bahkan sudah berani mengajak mereka berhubungan intim. Salah satunya Dona, yang jadi terjerat hubungan seks bebas dengan Juna hingga hamil.

Juna si bocah tengil yang tak bertanggung jawab itu, membuat Dona melahirkan sendirian di paraji, dukun beranak tempat kenalannya di Bogor. Lalu mengantarkan bayi tak berdosa itu ke Panti Asuhan Kasih Ibu. Melanjutkan sekolah di Bogor sampai lulus, baru terbang ke Taiwan lewat jalur PJTKI.

"Ambil saja uangnya, Bu Mentari. Untuk membiayai panti. Tetapi tolong bantu saya untuk bertemu Mirna. Saya berjanji tidak akan muncul dalam keluarga barunya, saya tetap akan menjauh. Bagi saya, Mirna tahu saya masih hidup dan tetap mencintainya, itu sudah cukup..."

Mentari memandangi Dona yang memasuki taksi, yang kemudian membawanya kembali ke Bogor. Ina dan Yanto langsung mendekat, dan ribut mengomentari kecantikan Dona yang bak gadis muda meski telah berusia 39 tahun.

"Cantik sekali, mirip neng Mirna. Cuma Neng Mirna tinggi, nah ibunya kecil mungil imut." Kata Ina, yang dibenarkan mang Yanto.

Mentari tersenyum, dan menyerahkan buku laporan keuangan pada Ina. "Besok ibu mau menemui Mirna di rumahnya. Dia tak bakal ke mari, sementara surat-surat ibunya makin menumpuk."

Ina mengangguk hormat,"Baik, bu. Semoga Neng Mirna bisa memaafkan ibunya ya, bu."

"Ya, harus bisa. Dia bisa durhaka jika terus bersikap arogan pada wanita yang telah melahirkannya. Jika dia tak merasa butuh ibunya, khawatir justru Allah yang akan membuatnya malah jungkir balik mencari ibunya," sahut Mentari, lirih.

(Bersambung)

Ibuku Hamil AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang