3: Arjuna Latto

1.9K 19 7
                                    

Arjuna Latto alias Juna, langsung mengangkat cerutunya saat melihat Bambang Dipo memasuki Le'Pard Resort Casino, di California.

"Start enjoying the full range of amenities and benefits that Le'Pard has to offer simply by using your club card." Bisik Juna, saat mereka berpelukan.

"Wow!" Bambang melepas pelukan, dan terkagum-kagum memandangi kemewahan Le'Pard yang sahamnya dimiliki salah satu orang Indonesia terkaya di Amerika, Arjuna Latto.

Le'Pard Resort Casino, merupakan salah satu resor kasino terbesar di Amerika Serikat. Bambang melihat, lantai kasino itu sangat luas besar, dengan sekitar 5.400 mesin slot, 152 permainan meja, ruang poker bebas rokok berikut 38 meja, ditambah fasilitas bingo 700 kursi ultra-modern, serta wanita-wanita cantik sekelas model papan atas atau alumni finalis ratu kecantikan yang berseliweran di sepanjang sudut, agar para pengunjung bersedia menggelontorkan banyak dolar tanpa takut.

Bambang Dipo, alias Bams, juga orang kaya, tetapi dia tidak suka bertaruh di meja judi. Dia datang ke Le'Pard atas undangan bekas sahabatnya waktu SMP, yang memberikan kartu klub istimewa untuk masuk tempat itu dengan ada, atau tidak ada uang sekalipun.

"Tak kusangka, kau bisa punya usaha kasino."

Juna tersenyum,"Aku melihat peluang perjudian di Amerika, lalu kugandenglah si Edmund Korey. Ya, jadi beginilah selama sepuluh tahun ini. Menjadi terbesar dan terbaik. You tak bisa masuk sini jika tidak bawa minimal satu miliar. Di sini tidak main-main bukan, jangan kaget jika kau tiba-tiba satu meja judi dengan pangeran Arab."

Bambang terkekeh,"Pelayanannya juga luar biasa."

"Yup, luxury awaits when you book your stay in one of Le'pard paradise rooms or suites!"

"Hmm.... mau berjudi, tapi ingat nasihat bang Roma. Berjudi itu haram!"

"Haha,"Juna terbahak."So, feeling Lucky? Join us for an evening of blackjack, poker, roulette and craps. Lupakan sejenak lagu bang Rhoma!"

Bambang tersipu,"Kita ngobrol-ngobrol sajalah. Biar jarang sholat begini, juga suka minum alkohol, tapi aku masih ketakutan dalam berjudi."

"Kalau cewek?"

"Ah, itu hobi!"

Mereka lalu memasuki ruang khusus yang sangat pribadi. Banyak macam minuman berjejer di meja, serta banyak gadis-gadis cantik setengah telanjang yang bersiap mengantarkan minuman yang akan dipilih.

Duduk bersebelahan di sofa warna emas, keduanya menikmati tembakau dari cerutu Gurkha Black Dragon.

"Jangan-jangan dari tembakau Jember nih, enak banget soalnya." Komentar Bambang, sambil menikmati cerutunya.

"Betul, tembakau dari lokal kita itu yang justru paling enak di dunia."

"Termasuk ceweknya?"

"Haha, aku baru mau bilang."

"Ah, jadi ingat masa lalu."

"Waduuh..."

"Dona, ingat dong? Cewek blasteran anak broken home yang ngekos sendirian di Juanda dulu?"

"Hmm, ya. Yang pernah kita cicip rame-rame dulu?"

"Aha, sialan. Tetapi yang memerawaninya kan kamu, juga menghamilinya?"

Juna terkekeh,"Pindah ke mana tuh anak, ya? Kayaknya dia gugurin tuh janin."

"Sepertinya, lagian kalian bego berdua. Main tiap hari kagak pake kondom!"

"Ya, namanya bocil SMP. Sumpah, enak banget dulu kita begituan dengan dia ya? Pengalaman pertama itu. Konyolnya pakai acara bunting. Lebih konyol lagi, dia ngajak kawin. Dih, gila tuh pikiran cewek. Iya kali gue mau kawin umur empat belas tahun?"

"Pas lulus SMA, lu kabur lagi ke Amerika. Karena menghamili cewek lain di sekolah. Siapa sih namanya?"

"Tina. Ah, bukan gue juga. Banyak kok yang pake dia."

"Tapi lu yang merawanin."

"Ya, cuma dua tiga kali maen. Sisanya dia dibantai sama anak-anak lain pas gue ajak mabok di apartemen sewaan. Lu juga ikut ngasah keris di sana kan? Nikmatin tubuh montoknya si Tina juga sampe berapa kali genjot. Gue lihat tuh!"

"Haha, iya sih. Ngilang juga tuh bocah pas bunting usai kita ujian kelas tiga. Apa gugurin juga ya?"

"Kayaknya, abis kan bingung dia, siapa bapak anaknya?" Juna kembali terbahak.

Sejak kelas satu SMP di Malorus, Jakarta, mereka akrab. SMP swasta para anak pejabat dan orang berada itu terkenal paling mewah saat itu. Ketika sama nakalnya, Juna dan Bambang alias Bams, jadi akrab pada masa remaja itu. Tak ada rahasia di antara mereka, bahkan sampai urusan cewek bisa saling pakai.

Bams ingat, saat Juna pertama kali memerawani tubuh mungil namun montok segar milik Dona. Mereka para sahabat Juna, menonton kegiatan cabul itu sambil tertawa-tawa. Mereka juga yang turut mengancam Dona agar rutin mau disetubuhi, saat masih berpacaran dengan Juna. Bahkan gadis itu terpaksa pasrah untuk sesekali turut melayani kawan-kawannya Juna, karena takut diputusin kekasihnya.

Berbulan-bulan, Dona akhirnya pasrah sering digilir oleh Juna dan para kawan bajingannya. Termasuk Bams, yang malah paling sering ikut menggenjot tubuh mulus gadis itu. Setiap melihat Juna main dengan ceweknya di ranjang, Bams ikut nimbrung. Ikut main bertiga, sesuatu yang kemudian jadi selera bercinta yang tak normal bagi Juna dan Bams.

Lalu suatu hari, Dona mengaku hamil. Tapi Juna malah memutuskan cinta mereka, dan malah sibuk dengan gadis baru bernama Tina. Cewek pindahan asal Bandung, yang kecantikannya menyaingi Dona. Saat itulah, tiba-tiba Dona berhenti sekolah. Dia lalu menghilang begitu saja.

"Anak lu cewek kan, Jun?" Tiba-tiba Bams menoleh pada Juna dengan pandangan yang serius.

Juna mengangguk,"Yes, namanya Andrea. but she is lesbian! How about you? Anak lu juga cewek kan?"

Bams mengangkat bahu,"Livia juga lesbian."

"Oh, no!"

"Apakah ini, ehm.... semacam Karma?"

"Ah!" Juna mengibaskan tangannya. "Soal mereka jadi lesbian, itu pilihan selera seksual personal. Tetapi hubungan kami baik, meski dia lama diasuh mantan istri. Sampai sekarang, aku tak menikah. Buat apa? Lebih bebas bercinta dengan siapapun, bukan? Andrea juga kini hidup dengan pasangan sesama lesbiannya. Aku tak merasa itu karma buatku. Andrea juga merasa bahagia!"

Bams terdiam. Kasusnya berbeda dengan Juna yang hidup bebas di Amerika. Di Indonesia, Bams dan Ranti istrinya, harus bermuka setebal baja menghadapi kelakuan Livia yang jadi cemoohan banyak orang. Pulang dari kuliah di Kanada, dia tiba-tiba sudah tak memiliki payudara, suara berat, dan entah bagaimana cara dia bisa menumbuhkan brewok. Namanya juga diganti menjadi Livo.

Livia alias Livo, punya akun Tik Tok dengan jutaan follower. Dia bebas mempertontonkan gaya hidup dan percintaan bebasnya dengan seorang model wanita, yang banyak dihujat netizen. Bams terkadang sulit menerima itu, apalagi istrinya Ranti yang berkerudung itu jadi sering depresi hingga jadi langganan psikiater.

"Mengapa Livia begitu, mas? Apakah dulu kau pernah ada salah dengan seorang wanita sehingga kita ketimpa azab seperti ini?!" Jerit Ranti suatu hari, yang sampai takut ke luar rumah, karena malu atas kelakuan anaknya.

Bams saat itu tak menjawab, dia bingung. Tetapi kini dia mengunjungi Juan di Amerika, berusaha belajar dari pria itu untuk tidak menyalahkan diri sendiri. Tetapi itu sulit. Dia tak bisa bersikap se-anjing Juna Letto, yang merasa tak pernah salah dan kalah. Anehnya, hidup pria itu semakin hari tampak semakin sukses saja.

(Bersambung)

Ibuku Hamil AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang