Letta melangkahkan kakinya dengan kesal di sepanjang koridor sekolah. Tangannya memegang selembar kertas foto copy-an hasil rapor sementara dengan nilai rata-rata menunjukan angka merah.
Bukan itu yang membuatnya kesal. Bu Sari menyuruhnya untuk meminta diajarkan pada siswi bernama Sabrina Audrey, adik kelasnya yang pernah ia kerjai. Letta pernah berpura-pura menjadi anggota OSIS lalu mengerjai Sabrina dengan mengancam, tidak akan memberikan tanda tangannya jika Sabrina tidak berjoget goyang gergaji di depannya.
Letta merutuki kebodohannya. Siapa sangka, jika anak itu sekarang menjadi siswa unggulan di sekolah. Maka dari itu pilihan pertama jelas Letta coret, gengsi banget. Dan sekarang hanya satu yaitu Arga. Salah satu lelaki idaman para perempuan di sekolahnya. Memiliki tubuh ideal, tampan, anak basket dan pintar. Empat fakta yang Letta sering dengar dari temannya.
Sesampainya di kelas, Letta langsung duduk dibangkunya yang berada di meja kedua dari belakang.
"Kenapa lo? Lesu banget mukanya," tanya Melody, sahabat Letta yang duduk di belakang.
Tanpa banyak bicara Letta menyodorkan kertas nilainya pada Melody. Feby teman sebangku nya Letta sekaligus sahabatnya ikut melihat kertas tersebut.
"Demi apa nilai lo kaya gini semua?!" pekik Melody.
"Udah gak tertolong banget sih ini," komentar Feby sambil menggelengkan kepalanya pelan, tidak percaya.
"Kalau di ulangan berikutnya nilai gue gitu lagi, orang tua gue akan dipanggil," keluh Letta dengan lemas mengabaikan cibiran kedua temannya.
"Kan udah gue bilang, nyontek ke gue aja. Batu sih lo!" ujar Feby.
"Tau lo! Gue aja yang di belakang bisa nyontek masa lo engga."
Letta menidurkan kepalanya di atas meja. Menghadap ke arah Feby. "Lo tau sendiri pengawasnya ngeliatin gue terus. Suka kali ya sama gue."
Feby dan Melody saling berpandangan lalu bergidik geli. "Stress lo!" umpat Melody.
"Emang!" Suara gebrakan meja ulah Letta sukses mengundang pandangan kesal dari teman sekelasnya, tentu saja Letta mengabaikan semua pandangan itu.
"Asal kalian tahu, gue disuruh sama Bu Sari buat minta diajarin sama Sabrina! Kalian inget kan itu adik kelas yang pernah kita kerjai dulu."
"Yang lo kerjai dulu," ralat Feby. Melody sontak tertawa keras. Mungkin inilah yang disebut dengan karma.
Letta berdecak kesal. Memang sih dulu hanya dia yang berulah tapi tetap saja kenapa balasannya harus sekarang, ketika ia sedang berada di masa sulitnya.
"Emang gak ada yang lain selain Sabrina?" tanya Feby.
"Ada, Arga IPA 1. Yang mana sih orangnya?"
Kedua sahabat Letta secara bersamaan menutup mulut menunjukan ekspresi tidak percaya. "Lo beneran gak tahu?" Letta menggelengkan kepalanya pelan.
"Kemana aja lo selama ini? Itu lho yang udah nolak ibu KM kita!" ujar Melody gregetan.
Letta memutar bola matanya malas, orang-orang memang seperti itu ya? kan jelas-jelas Letta sudah bilang tidak tahu masih saja temannya ini bertanya.
Jangan salahkan Letta jika dia tidak tahu, karena di sekolahnya banyak lelaki tampan dengan berbagai kelebihan, Arga bukanlah satu-satunya lelaki spek idaman wanita.
"Kalau namanya sama segala ceritanya ya gue tahu, dia siswa unggulan kan? Terus kalau gak salah dia juga gebetannya Naura. Kalian sering ngomongin. Tapi kalau mukanya kayak gimana gue gak tahu."
Feby mengangguk paham. "Iya sih dia kalau menang apa-apa jarang mau speech di depan," ujarnya.
"Tapi, dia baik juga tau. Gue pernah liat dia nolongin si Naura pas jatuh dari motor."
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling On Mistake
Ficção AdolescenteMendapat predikat sebagai siswi dengan nilai paling buruk seangkatan, membuat Letta mau tidak mau harus segera mencari orang yang bisa membantunya belajar agar dapat menuntaskan nilai-nilainya. Sayang, tidak ada satu pun teman sekelasnya yang dapat...