08. Gara-gara Arga

58 11 1
                                    

Setelah membersihkan diri, Arga duduk di kursi meja belajarnya, lalu membuka sebuah buku paket bertuliskan kimia. Di buku itu banyak sekali note dan klip. Bukti jika Arga tidak pernah membiarkan buku-buku nya itu dianggurkan.

Ada kesenangan tersendiri ketika Arga membuka dan membaca isi buku-bukunya itu. Segala perasaan dan pikiran yang membuatnya resah, bisa Arga lupakan sejenak. Ia sangat menyukak perasaan itu, lega.

Namun, fokusnya terbagi ketika Arga tidak sengaja melirik pada buku catatannya. Buku yang berhasil membuat hidupnya tidak lagi tenang.

Sesaat ia kembali mengingat ucapan Bundanya. Tiba-tiba saja, rasa bersalah hadir dan benar-benar memecahkan fokus Arga.

Selama ini tidak terpikirkan olehnya tentang perasaan kedua orang tuanya. Yang Arga pikirkan hanyalah bagaimana nasib perasaannya terhadap Bima yang semakin lama semakin besar.

Mampukah Arga berhenti menyukai Bima dan kembali menganggapnya sebagai teman seperti dulu?

Dengan helaan napas berat, Arga bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju kaca yang berada di pinggir lemari. Menatap pantulan dirinya, sembari merenungkan apa yang salah darinya. Apa yang terjadi hingga dirinya bisa sejauh ini.

Padahal, awalnya Arga hanya kagum saja pada Bima yang pintar dalam bermain basket. Setelah akhirnya berteman dan semakin dekat, Arga merasa tidak ada yang memahami dirinya selain Bima. Bima sangat satu frekuensi dengannya.

Namun, semakin kesini Arga merasa tidak puas jika dirinya hanya sebatas teman dengan Bima. Ia ingin memonopoli Bima untuk dirinya sendiri. Arga tahu ini gila, tapi itulah yang ada di benak Arga saat ini.

Dering ponsel yang berada di atas meja kembali menyadarkan Arga dari segala overthinking nya. Arga melirik kearah jam dinding yang tergantung di dinding kamar. Heran, siapa yang menghubunginya di jam seperti ini.

+6281xxxxxxxx
Arga
Ini gue Letta. Besok jadi kan?
Gue bawa apa aja selain alat tulis?

Arga terdiam dengan masih terus memandangi ponselnya. Arga bahkan sama sekali tidak ingat janjinya itu dan tidak tahu besok harus mengajari Letta apa.

Entah sudah berapa kali Arga menghela napas kasar. Arga mengetuk-ngetuk jarinya ke atas meja belajar. Sangat merepotkan.

Jika dipikir lagi semua kejadian yang akhir-akhir ini Arga alami, semuanya spontan terjadi. Tiba-tiba saja isi bukunya tersebar dan hampir ketahuan, lalu gadis itu datang dan ia di anggap berpacaran karena ucapan gadis itu.

Seharusnya ia berterima kasih. Setidaknya untuk saat ini, Letta sedikit membantunya menghadapi Bima.

Arga pernah sekali atau mungkin beberapa kali melihat nama perempuan itu di papan pengumuman sekolah. Arga sendiri memang sudah tidak asing dengan nama Letta, nama perempuan itu sering kali menjadi topik utama murid lain ketika pembagian rapor. Hanya saja, selama ini Arga belum benar-benar tahu seperti apa Letta itu, sampai ketika Arga sedang istirahat saat ekskul basket, Letta datang dan memintanya menjadi pengajar nya. Aneh.

Selain itu, sudah berkali-kali juga Arga mendengar kabar Letta yang senang mejahili orang terutama adik kelas. Apalagi kepada Sabrina, partner Olimpiade-nya.

Sabrina sering menceritakan kelakuan Letta yang katanya selalu menjahili Sabrina. Seperti menyipratkan air dari atas ketika Sabrina berada di bawah, atau menempelkan note bertulisan 'Sabrina cantik' yang di tempel di punggung Sabrina.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Falling On MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang