Letta memetik senar gitar dengan asal sembari memandangi indahnya langit berwarna gelap. Di malam hari seperti ini memang sangat nikmat memikirkan masalahnya, seolah masalah itu hal yang sangat mudah untuk ditaklukan, meski nyatanya tidak.
Melamunkan nilai rapor adalah prioritas Letta saat ini. Ia berfikir apakah nanti orang tuanya akan tahu juga tentang nilainya. Lalu apakah konsekuensi yang akan ia terima jika orang tuanya marah.
Yang paling ia takutkan jika orang tuanya marah, ia tidak diizinkan lagi untuk mengekspresikan kesukaannya dalam bermusik. Ia tak apa jika di potong uang jajan atau tidak di berikan izin keluar malam, asalkan tidak melarangnya untuk bermain musik dan bernyanyi.
Sungguh Letta bukanlah orang yang benar-benar bodoh dalam pelajaran. Entah kenapa semenjak memasuki dunia SMA nilainya semakin lama semakin turun.
Tetapi jika dipikir-pikir lagi, tuhan itu adil. Untuk akademik mungkin dirinya sangat kurang, namun untuk bernyanyi dan memainkan alat musik Letta rasa ia cukup pandai dalam hal itu.
Tapi tetap saja, menurut orang tuanya hobinya itu tidak akan berdampak apa-apa untuk masa depannya.
Menarik napas dalam-dalam, sembari meyakinkan diri jika dapat menyelesaikan masalah ini dengan mudah.
Letta kembali memfokuskan pandangannya pada gitar yang ia genggam. Memainkan lagu yang akhir-akhir ini menjadi lagu favorite nya. You're gonna live forever in me oleh John Mayer.
***
Dengan cekatan Letta membetulkan dasinya dengan tangan kiri, tangan kanannya ia gunakan untuk menggoreng nasi goreng.
Setelah melewati malam yang panjang dengan penuh renungan. Hikmah yang ia dapat adalah, bisa tidak bisa hari ini ia harus membuat Arga mau membantunya belajar. Mungkin kemarin penampilan dan sikapnya kurang rapih untuk orang yang membutuhkan bantuan.
Kali ini ia akan mencoba berprilaku baik, namun jika lelaki itu tetap tidak mau juga akan ia sogok menggunakan nasi goreng andalannya.
"Oke.. Nasi goreng sudah, gue juga sudah cantik ala-ala cewek independen. Apa lagi ya?" gumam Letta, seperti masih ada yang kurang.
"Kasih minuman juga gak ya? Kasih aja deh. Kalau dia masih nolak tinggal guyur aja pake minuman. Hahaha!" ujar Letta sembari mengeluarkan tawa jahatnya.
Gadis itu mengambil minuman yang ada kulkas. Ada banyak pilihan minuman disana karena Letta memang sering menyetok minuman.
"Ini aja lah." Letta memasukkan satu minuman soda pada paper bag yang berisi nasi goreng.
"Oke semua siap!"
Setelah itu ia menggendong tasnya, tidak lupa membawa paper bag yang sudah berisi sesajen agar Arga mau membantunya.
Tidak lupa untuk mengunci pintu. Setelah itu ia masuk ke dalam mobil.
Benar, Letta tinggal sendiri di rumahnya. Kedua orang tua gadis itu menetap di luar kota hingga waktu yang tidak ditentukan.
Seharusnya Letta ikut, tetapi dia tidak mau. Letta sudah sangat nyaman di kota ini. Dan lagi, jika pindah keluar kota akan ada bahasa baru yang Letta harus pelajari. Biasanya bahasa daerah menjadi materi yang akan diulangan kan juga bukan?
Bahasa yang ia gunakan sedari kecil saja sering remedial apalagi bahasa daerah baru. Letta tidak bisa membayangkan akan separah apa nilainya nanti. Lagi pun, orang tuanya akan datang tiap beberapa bulan sekali. Kalau ingat.
***
Tinn! Tinn!
Hampir saja Letta menabrak dua orang perempuan yang menyebrang santai tanpa melihat ke belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling On Mistake
Ficção AdolescenteMendapat predikat sebagai siswi dengan nilai paling buruk seangkatan, membuat Letta mau tidak mau harus segera mencari orang yang bisa membantunya belajar agar dapat menuntaskan nilai-nilainya. Sayang, tidak ada satu pun teman sekelasnya yang dapat...