06. Hampir Ketahuan

110 19 3
                                    

Letta keluar dari ruangan dengan perasaan campur aduk. Kesal, marah, juga ingin menangis. Selalu saja begini. Tidak orang tuanya, gurunya, selalu saja meragukan kemampuannya.

Letta bukanlah orang yang bermodalan nekat jika ingin ikut suatu lomba. Letta pernah mengikuti lomba menyanyi dari luar sekolah dan ia memenangkan peringkat ke satu. Apa masih belum cukup pengalamannya itu, sehingga Bu Mita masih terus meragukannya.

Letta membasuh muka dengan kesal sampai kerah bajunya ikut terkena air. "Ck! Pake basah segala lagi!" gumamnya kesal.

Dering ponsel menyadarkan Letta dari amarahnya. Ada pesan dari Jordy. Jordy bilang, jika masalah dengan Bu Mita nanti akan di urus olehnya. Jordy juga meminta agar Letta kembali ke ruangan untuk memulai latihan.

Letta menghela napas kasar. Semoga saja Jordy benar-benar bisa mengatasinya, karena jika tidak kemungkinan latihannya akan berujung sia-sia.

Letta keluar dari kamar mandi dengan lesu, ia juga mengabaikan kerahnya yang masih basah.

Saat melewati lapangan outdoor, Letta berhenti sebentar memandangi para pemain basket yang sedang latihan di lapangan. Ada Arga juga disana.

Bayangan Arga sedang menangis dan mengaku dirinya gay masih membuat Letta tersentak jika mengingatnya. Bagaimana bisa lelaki yang sedang melempar bola dengan keren itu ternyata suka dengan sesama jenis. Letta menggelengkan kepala tidak habis pikir.

"Woi, Letta! Bucin mulu. Cepet latihan!"

Sontak Letta menoleh kesamping. Ada Evan dan Bagas sedang berdiri tidak jauh darinya. Mereka berdua memang berniat menyusul Letta. Takutnya Letta malah pulang duluan.

"Ish! Gausah teriak," kesal Letta sambil berjalan mendekat. Sedangkan Evan dan Bagas sudah terkikik geli.

Letta sempat melirik sebentar ke lapangan. Jantungnya terasa mau copot saat matanya saling bertemu dengan Arga. Lelaki itu sempat melirik Letta lalu kembali fokus pada latihannya.

"Cielah! Semangatin dong ayangnya," goda Bagas.

Letta memutar bola matanya malas. "Gak jadi deh, gue mau pulang aja," ujarnya dengan kesal.

Bagas tertawa keras, "Bercanda-bercanda, yuk si Jordy udah nungguin."

***

Parkiran SMA 29 Utara sore ini di penuhi oleh para anak basket yang sudah selesai latihan. Sebagian dari mereka tidak langsung pulang, ada yang masih ingin berbincang di atas motor sembari merokok atau sengaja menunggu seseorang agar bisa pulang bersama. Seperti Arga.

Saat Arga sedang berlatih tadi, dirinya sempat melihat Letta berdiri dipinggir lapangan, tidak lama gadis itu dipanggil oleh kedua temannya agar segera latihan. Arga kenal pada mereka, tapi Arga baru tahu jika Letta satu ekskul dengan Evan dan Bagas.

Saat tahu Letta ternyata sedang ekskul juga, Arga langsung berniat akan menunggu Letta untuk pulang bersama. Supaya teman-teman nya percaya jika rumor dirinya gay itu tidak benar.

"Ga, lagi nungguin pacarnya ya," goda Leon sembari menyalakan putung rokok.

Arga hanya tersenyum tipis menanggapi Leon.

"Kenapa sih lo sembunyiin?" tanya Leon.

"Takut lo ambil lah," sahut Alex.

Leon berdecak malas, "Lo tahu Ga. Surat yang waktu itu gue kasih itu dari adik kelas, tetangga gue. Partner olimpiade lo juga kan. Padahal tuh cewek lebih cantik plus pinter kok lo gak mau?" tanyanya.

"Oh yang dari Sabrina itu ya?" tanya Alex ikut nimbrung. Leon mengangguk mengiyakan.

Arga diam tidak menjawab, ia berharap Letta segera keluar agar ia bisa pergi dari pertanyaan yang bodoh ini.

"Ya lo kan tahu, diem-diem ini orang udah bucin," sahut Bima tiba-tiba sembari merangkul Arga yang sedang duduk di motornya.

Arga menarik napas panjang, berusaha setenang mungkin agar Bima tidak tahu dadanya berdegup cepat.

Setelah kejadian pagi tadi, jantung Arga semakin berdebar setiap bertemu Bima, ia takut Bima tahu jika rumor dirinya gay ternyata benar.

Bima yang sadar sedari tadi Arga diam saja pun mengguncang pelan pundak Arga yang masih ia rangkul. "Lo kenapa sih diem mulu?" tanyanya bingung.

Belum sempat Arga jawab, Bima sudah ber-oh ria. Menyadari sesuatu yang terjadi. "Jangan bilang lo canggung ke gue, gara-gara berita itu?"

Bima tiba-tiba tertawa keras sambil meninju pelan lengan Arga. Teman-temannya yang lain pun ikut tertawa menggoda Arga.

"Atau- ternyata beritanya bener?" tanya Bima tiba-tiba, raut wajah Bima yang semula berseri mendadak berubah menjadi serius. Bersamaan dengan itu suasana diparkiran mendadak hening, menunggu jawaban Arga.

Arga menelan ludah kasar, menutupi dirinya yang sedang gelagapan.

"Enggak lah. Gila," jawab Arga dengan cepat, sebisa mungkin Arga menunjukan tampang garangnya, meski entah Bima percaya atau tidak. Tangannya mulai berkeringat. Inilah yang sangat ia takutkan sedari pagi.

Anak basket yang lain sontak tertawa geli. "Yakali Bim ganteng gini suka sama lo," sahut Dion, salah satu anggota basket.

"Ga, itu pacar lo. Letta!" panggil Alex.

Letta yang hendak memesan ojek online terpaksa berhenti mencari sosok yang memanggilnya. Dari tempat Letta berdiri, Letta bisa lihat di daerah parkiran banyak laki-laki yang masih bersantai. Arga juga ada disana duduk diam di atas motor sedang memandang kearahnya.

Dengan kode lewat mata Letta tahu kalau Arga meminta Letta untuk mendekat kesitu. Letta menghela napas kasar lalu berdecak pelan.

Kenapa tidak Arga saja yang menghampirinya, batin Letta sebal.

"Leon, lo masih ada helm lagi?" tanya Arga.

Leon mengangguk lalu melemparkan helm milik kekasihnya yang ditangkap dengan baik oleh Arga.

"Kenapa?" tanya Letta saat sudah di depan Arga yang berdiri sambil menenteng helm.

Letta tersentak, tidak pernah terbayang olehnya Arga memasangkan helm pada Letta. Siutan dan godaan seketika riuh memenuhi parkiran.

"Aduh mata gue, astaghfirullah," ujar Alex sambil menutup mata.

Arga mendengus, tidak lama ia memandang Letta. Sepertinya gadis ini sangat terkejut atas tindakannya.

"Pulang bareng," ujar Arga.

Letta hanya mengangguk kaku, wajahnya terasa panas. Ditambah godaan yang masih sesekali ada dari anak-anak basket lain, semakin membuat Letta malu ingin segera pergi dari sini.

Tanpa Arga suruh, Letta langsung naik ke motor Arga yang sudah siap melaju.

"Duluan," pamit Arga pada yang lain.

Melihat itu Bima mengangguk dan tersenyum, setelahnya menghela napas kasar.

Falling On MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang