04. Terbongkar

86 17 3
                                    

Sudah berkali-kali Letta mencoba menyelesaikan soal yang ia dapat dari google, tetap saja otak nya tidak bisa bekerja. Letta benar-benar frustasi, padahal ia juga sudah melihat cara menjawabnya dari video tutorial yang ada di YouTube. Tapi hasilnya selalu beda.

Kalau sudah begini Letta jadi malas melanjutkan. Letta memilih membaringkan saja tubuhnya di kasur sembari membuka ponsel, menggulirkan daftar kontak berniat menghubungi teman-temannya.

Namun, jarinya terhenti saat ia melihat nama Sabrina. Haruskah ia minta maaf lalu minta bantuan saja pada Sabrina.

Ah! Letta jadi pusing sendiri, ia membuang ponselnya ke samping melampiaskan kekesalannya. Rasanya ingin menangis, menjadi manusia bodoh sangat tidak enak.

Tidak lama, ponselnya berdering ramai. Letta yakin itu bunyi notifikasi dari grup. Segera Letta cek, biasanya kalau ramai berarti ada gosip panas yang tidak boleh terlewatkan.

Mendadak Letta bangun dari tidurnya, matanya yang tadi sudah malas dan mengantuk mendadak menjadi segar kembali.

Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Letta masih diam. Tangannya memijit sebuah foto yang di kirim oleh anonim, Letta memperbesar foto itu. Lalu kembali melihat caption yang anonim itu kirimkan. Letta melakukan itu berulang-ulang kali, memastikan matanya tidak salah lihat.

Tapi komentar dari siswa-siswi lain yang ada di grup chat itu membuktikan bukan Letta saja yang terkejut tapi semuanya terkejut.

"Demi apa?!"

"Arga gay?!"

***

Tidak pernah Arga sangka jika hal ini akhirnya terungkap. Rasanya Arga ingin lari dari kerumunan di depannya, seolah menatap dirinya hal paling menjijikkan. Telapak tangannya pun sudah sangat dingin, menahan panik yang melanda.

"Gak nyangka gue. Kalau Bima tahu teman basketnya suka sama dia, apa gak jijik?" Yang lain menjawab dengan tawaan dari orang itu. Tidak ada yang Arga kenali dari orang-orang yang mengelilingi nya saat ini. Lalu bagaimana mereka tahu?

"Kenapa diam? Berarti benar dong ini beritanya?" ujar seorang perempuan yang Arga tidak kenali.

Telapak tangan Arga sudah sangat dingin. Napasnya pun memburu. Jika saja seseorang tidak datang, Arga yakin ia sudah pingsan detik ini juga, karena serangan panik.

"Minggir-minggir! Pacar gue kenapa? Lo semua apain?!" Letta datang tiba-tiba menyelinap diantara kerumunan. Gadis itu langsung berdiri di samping Arga.

"Pacar?"

Letta mengangguk mantap, lengannya memeluk sebelah lengan Arga dengan erat. "Iya, kan yang?"

Arga menatap Letta dengan pandangan kosong. Pikirannya sedang tidak berjalan dengan baik. Karena belum mendapat jawaban dari Arga, Letta mencubit diam-diam lengan Arga dengan keras hingga lelaki itu tersentak.

"I-iya. Dia pacar gue."

Beberapa diantara mereka saling menatap dan berbisik-bisik. "Terus yang dia gay itu gimana? Jelas-jelas itu tulisan dia." Yang lain pun mengangguk setuju.

Tulisan? Arga berpikir keras mengingat apa ia pernah menulis sesuatu. Badannya kembali menegang saat ingat ia pernah menulis perasaannya di buku catatan.

"Oh. Itu dare dari gue. Karena dia kalah, jadi gue kasih tantangan itu." Jelas Letta dengan santai.

"Udah ya, ada lagi? Kalau gak ada mending lo semua pergi," ujar Letta. Siswa-siswi di depannya mulai pergi satu-persatu begitu saja, beberapa dari mereka juga sempat mengucapkan minta maaf.

Falling On MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang