02.

60 21 7
                                    

Hello

Aku balik lagi.

Hehe.

*
*
*

Happy Reading.

***

Tiga hari sudah berlalu. Fanya sudah diperbolehkan pulang ke rumah, dengan catatan tidak usah banyak berfikir, apalagi berusaha mengingat kejadian sebelum ia mengalami amnesia. Bisa fatal kata dokter. sedangkan menurut Kaira? Terlalu lebay.

"Pah."

"Hm."

"Kenapa mama, bang Shaka, dan yang lain Nggak ikut jemput Aku?"

"Emang kamu artis, harus bawa rombongan segala'. Padahal cuma pulang dari rumah sakit, gausah berlebihan."

"Bukan artis. Tapi sebagai anak dari seorang yang berpengaruh dinegara ini, mereka harus pada dateng buat jemput aku juga. Kalau perlu papa juga harus bikin Syukuran, Karena Apa? Karena Aku anaknya Papa Arslan, orang yang berpengaruh nomor 1 di Indonesia."

Tak menanggapi celotehan tak bermanfaat Fanya, Arslan fokus menatap lurus ke depan. Mereka sekarang berada dalam perjalanan pulang.

Fanya merenggut kesal. Mengingat beberapa hari ia di rumah sakit, ketika ibu sambung dari fanya datang menjenguknya. Senyum manis, dan tatapan tulusnya membuat Kaira iri. Ia tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu, ia hanya punya ayahnya didunia ini.

Yah walaupun begitu, kaira amat sangat bersyukur, diberikan ayah seperti Dominic, jika ayah nya modelan ayah di wattpad dan novel yang sering ia baca, mungkin ia akan membunuh tua bangka- Astagfirullah Dosa Kaira.

Beberapa menit kemudian, akhirnya ia sampai juga di rumah baru yang akan ia tinggali.

Tidak buruk juga. Pikir Kaira.

Walaupun tak sebesar rumahnya di Los Angeles, yah ini sudah cukup mewah untuk ukuran orang kaya diindonesia.

Arslan memberhentikan mobil nya di depan pintu besar. Melepaskan selfBeet dan turun dari mobil Ferrari hitam seharga ratusan jutaan itu.

Fanya juga melakukan hal yang sama. Turun, lalu menaiki tangga kemudian melangkahkan kaki nya ke pintu besar yang masih tertutup.

Fanya menoleh kearah Arslan yang terlihat menyerahkan kunci mobil nya pada beberapa orang yang sempat yang membukakan pintu mobil mereka.

"Cepetan Pa. Pencet bel nya. Fanya nggak nyampe ini."

Arslan menatap sinis Putrinya. Nggak nyampe apanya, tombol bel hanya sebatas dahi fanya tapi ia sengaja berjongkok untuk membuat ia kesal.

Sepertinya hobi fanya sekarang menyusahkan dirinya. Bukan lagi mengejar putra Adijaya itu.

"Kamu kelihatan nya suka sekali membuat papa naik darah."

"Gapapa biar cepat koid, terus harta papa dibagi-bagi."

"Fanya." Desis Arslan, membuat gigi nya bergelatuk.

Fanya menyengir. "Bercanda."

Dua penjaga yang sedari tadi berada disana, hanya memperhatikan dalam diam interaksi antara ayah dan anak itu. Sepertinya ada yang berbeda dengan nona muda mereka.

Tak ingin membuat drama lagi, fanya berdiri dari jongkok nya, sambil memencet belum rumah itu secara brutal. Emang kaira itu agak sengklek guys.

Tak berselang lama, pintu besar itu terbuka lebar, menampilkan wanita yang beberapa hari ini menemaninya dirumah sakit.

Complicated  (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang