___*3*___

204 29 8
                                    














Mereka Sekarang tengah duduk beristirahat sambil menikmati aroma udara alam bebas. Tidak ada hal yang menarik di situ, selain pohon berukuran yang tumbuh tak jauh dari tempat mereka istirahat. Hutan pun masih rapat di sekitar situ.

"jen, itu apa, ya?" tanya haechan pada jeno tentang sesuatu yang ia lihat di belakang Jeno. Sesuatu benda berwarna hitam, serta berukuran hampir sama seperti badannya banyak tersebar diantara pepohonan hutan itu.

Spontan jeno membalikkan badannya, lalu menatap jauh ke dalam rimba hutan yang diselimuti kabut tipis di belakangnya. "Apa, chan?" balas Jeno.

"Itu! Apa kalian gak lihat? Hitam-hitam berdiri banyak sekali di sana. Pohon apa itu? Apa aku yang salah lihat?"

"Mana sih?" sahut jaemin turut penasaran. Jaemin mendekat ke tempat haechan, lalu mencari sesuatu yang dimaksudkan oleh haechan.

Kabut tipis, ditambah hari yang semakin sore menghalangi pandangan mereka. Mereka bertiga sama-sama memicikkan matanya, menatap jeli ke arah belantara hutan yang ditunjukkan haechan.

Lama kelamaan, jeno dan jaemin menemukan sesuatu benda yang dimaksud haechan. "Apa itu?" tanya mereka berdua. Namun, lama kelamaan, benda hitam yang dimaksud haechan bergerak dan semakin terlihat wujudnya.

Beberapa detik kemudian, sesuatu yang awalnya haechan kira adalah batang pohon, seketika berubah bentuk menjadi wujud pocong berwarna hitam yang kain kafannya benar-benar terlihat hitam legam seperti diselimuti oleh arang.

Kedua lubang matanya bolong tanpa ada bola matanya dan mulutnya pun robek dalam keadaan menganga. Sosok itu melayang beberapa centimeter dari permukaan tanah menuju tempat Jeno jaemin dan haechan beristirahat.

"PO-PO-POCONG......" haechan menjerit dengan suara yang lantang.

Disitulah Jeno dan jaemin baru menyadarinya juga, di setiap balik pohon di depannya, nyaris seluruhnya dihuni oleh puluhan, bahkan mungkin lebih sosok pocong yang memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.

Jeno menoleh ke belakang, pocong-pocong hitam itu melompat- lompat, namun lompatannya terlihat seperti melayang di atas angin.

"jeno... Jaemin.... Tunggu aku!" teriak haechan yang berlari paling belakang.

Setelah mendaki agak jauh, jeno menemukan tanah lapang agak besar serta ada dua pendaki istirahat di atasnya.

Karena melihat kedatangan tiga pendaki yang berlari ketakutan, spontan dua pendaki tersebut melihat wajah jeno, jaemin dan haechan dengan sorot mata yang keheranan sekaligus ngeri. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Saat itu jeno kemudian melihat jaemin dan haechan.

Mereka tampak kelelahan setelah agak jauh mendaki sambil berlari. Suara degup jantung dan napasnya silih berganti terdengar satu sama lain.

"Kenapa, Mas? Apa yang terjadi sama kalian?" tanya salah seorang pendaki yang mereka temui.

"Banyak pocong di bawah, Mas!" sahut haechan

"Heeehhhh!" tegur haechan

"Gak seharusnya kamu bilang begitu" imbuh jaemin

"Belum lama, ada pendaki yang hilang di sekitar situ, Mas. Hati-hati saja. Apa lagi yang mendaki sekarang hanya kalian bertiga saja" ujar pendaki tadi.

Jeno dan jaemin hanya mengangguk-angguk sambil meletakkan badannya di tepi jalur pendakian. Anehnya, tak lama setelah itu, dua pendaki tadi meninggalkan mereka tanpa pamit dan wajah yang kaku.

"Mau lanjut, Mas?" tanya jeno. Tapi, keduanya tak menjawab pertanyaan jeno.

"Dasar, orang aneh!" ketus haechan

"Biarkan saja. Wong kita ya gak saling kenal. Wajahmu mirip penjahat kalik, chan" ucap jaemin sambil tertawa.

"Kenapa kita ketemu hal begini, sih? Apa emang gini kalau mendaki bareng kalian berdua?" tanya haechan.

"Kalian sadar nggak?" tanya jeno.

"Kenapa pendaki tadi ngomong hanya kita bertiga yang mendaki hari ini? Lalu mereka siapa?"

Suasana seketika hening, jaemin dan haechan hanya diam termangu mendengar perkataan jeno. Suasana terasa semakin mencekam saat itu.

Beberapa menit kemudian, Jeno kembali berdiri, lalu mengajak melanjutkan perjalanan lagi. Tapi, hanya jaemin yang berdiri, haechan masih duduk melamun seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Kamu mau tetep di sini aja, chan?" tanya jeno yang sudah siap berjalan lagi.

"Nggak yakin aku kalau begini"

"Mau turun lagi? Yakin? Di bawah banyak pocong- pocong tadi yang udah nungguin kamu" ucap jeno menakut-nakuti.

"Atau mau masih tetap di sini? Bisa saja pocong- pocong tadi, masih mengejar kita dan sebentar lagi akan sampai di tempat ini" imbuh Jeno.

"Tutup mulutmu, no! Seneng sekali kamu menakut- nakuti aku! Kamu kira aku takut?" balas haechan.

"Iya" kata Jeno.

"Nah. Itu tahu! Kalau udah tahu aku penakut, nggak usah mulutmu menakut-nakutiku begitu" terang haechan.

"Wes-wes, ayo jalan lagi" ucap jaemin melerai mereka, seraya melangkahkan kakinya lagi paling depan.

"Kenapa aku sering terjebak di situasi sulit kalau sama kalian sih?" gerutu haechan sambil berdiri dan menegakkan badannya.

"Ayo lanjut" balas haechan dengan raut muka terpaksa. "Aku depan ya, na?" ucap Jeno.

"Siap. Lanjut!" balas jaemin.

Jeno mengambil napas dalam-dalam dan membuangnya, lalu mulai melangkahkan kakinya pelan-pelan. Tanah yang lembab kembali ia tapaki bersama dua temannya. Tapi, di situ jeno tidak bisa memungkiri, kalau ada perasaan mengganjal yang membuat dirinya lebih waspada dari biasanya.










Happy reading 💚💜

Maaf baru update aku sibuk banget belakangan ini

Jangan lupa vote kalo kalian suka.

(nominhyuck) bertaruh nyawa di alas demit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang