___*4*___

178 27 2
                                    

Happy reading 💚💜










"Ah. Entahlah. Aku hanya ingin menikmati pendakianku ini dan tak ingin berpikiran macam-macam. Tapi.... Tapi.... Kenapa firasat ini suka seketika muncul?" batin Jeno.

Suara adzan maghrib dari masjid milik warga di bawah terdengar di telinga Jeno. Jeno menghentikan langkahnya, lalu mengajak jaemin dan haechan berhenti sejenak sambil beristirahat.

"Adzan maghrib. Kita berhenti dulu" tukas Jeno.
Langit berubah gelap sempurna seiring dengan adzan maghrib yang menggema.

Jalur pendakian yang semula masih terlihat dengan mata telanjang, kini berubah menjadi hitam kegelapan. Hewan-hewan malam hutan pun kini mulai memperlihatkan eksistensinya.

Jeno memimpin perjalanannya lagi tatkala adzan sudah selesai berkumandang. Jalur pendakian di tahun itu, jauh berbeda dengan sekarang yang sudah banyak rambu- rambu petunjuknya dan dapat dilihat dengan jelas.

"Hati-hati, jen. Jalannya sempit, jangan sampai salah ambil jalan" tukas haechan.

Beberapa kali Jeno menghela napas berat karena medan yang dilaluinya semakin berat dan menyusahkan. Suhu udaranya pun juga terasa semakin dingin.

Tak lama, setelah haechan mengatakan itu, tiba-tiba terdengar suara, suara yang bukan berasal dari alam. Lebih tepatnya seperti suara kidung hajatan. Suaranya sayup beriringan dalam gelapnya malam.

"Ada suara hajatan, ya? Apa iya kedengaran sampai sini?" tanya Jeno kepada kedua rekannya.

"Iya. Aku juga dengar" jawab haechan.

"Apa itu berasal dari desa di bawah? Kencang sekali suaranya" ujar jemin.

"Udahlah, gak usah dihiraukan. Anggap aja suaranya dari bawah. Gak usah dicari lagi" ucap haechan yang sepertinya sudah ketakutan.

Jeno berjalan lagi, sementara, suara kidung itu masih selalu menyertai.

Jeno berusaha agar tak menghiraukan suara kidung itu, agar ia tak terpengaruh akan rasanya. Rasa yang kental dengan aura mistis penghuni Merbabu. Hingga, Jeno kembali menghentikan langkahnya lagi.

Di situ ia baru menyadari jika kakinya tak lagi menapak pada jalan setapak seperti sebelumnya. Jeno berhenti, lalu menyisir keadaan di sekitarnya dan menyenter jauh ke depan.

"jen, ada apa? Kenapa tiba-tiba berhenti?" tanya haechan

Jeno masih diam. Ia masih terlihat memeriksa keadaan di sekitarnya hingga membuat kedua temannya merasa curiga.

"Kenapa sih?" tanya jaemin

"Coba lihat ke tanah, lalu lihat di sekitar kita. Apa benar, ini jalur pendakian?" tanya Jeno.

Spontan, haechan dan jaemin pun melakukan yang perkataan Jeno, Mereka berdua kemudian memeriksa keadaan di sekitarnya.

"Iya, ya? Kenapa kita ada di sini? Seperti bukan jalur pendakian" tukas jaemin, ia pun baru menyadarinya.

Padahal, malam belum lama datang, tapi sudah membuat Jeno, jaemin dan haechan bingung sekaligus ketakutan. Bagaimana bisa mereka kesasar hingga sampai ke sini?

"Kita putar balik lagi aja, harusnya nanti akan sampai ke jalan yang benar dengan sendirinya" usul haechan.

"Kembali ke arah mana? Jalannya hampir gak kelihatan" jawab jaemin.

Jeno menyenter ke belakang, memeriksa ke segala arah. Menurutnya, jika dilihat dengan seksama dan melangkah dengan hati-hati, ia masih bisa jika hendak kembali lagi.

"Bismillah bisa. Biar aku lagi yang di depan" ucap Jeno

"Beneran tahu arahnya?" tanya haechan dan jaemin.

(nominhyuck) bertaruh nyawa di alas demit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang