__________________________________
________________________
________
Saat kesadarannya sedikit lagi hilang, mata Jeno tiba-tiba saja terbuka, teringat dengan pusaka milik Lisa yang ia bawa dan belum sempat ia kembalikan. Jeno mengeluarkan sebilah pusaka yang sudah kembali berwujud sebilah kayu biasa.
Pusaka apa ini? Jeno bertanya dalam hati sambil menatapnya, kemudian ia kembali bangun, dan melangkah keluar mencari keberadaan Lisa. Setibanya di ruang tengah tempat mereka ngobrol tadi, tampak pintu depan rumah agak terbuka, seperti sedang ada orang di luar.
“Lisa…” panggil Jeno seraya melangkah keluar.
Ternyata, benar… Lisa sedang duduk melamun di luar rumah, entah apa yang sedang dipikirkannya.“Lisa?” panggil Jeno lagi.
“Iya, Mas? Kamu kenapa nggak istirahat?” jawab Lisa kaget mengetahui kedatangan Jeno.
“Iya. Aku teringat ini, belum ku kembalikan padamu”
Jeno lantas mengembalikannya, seraya duduk di dekat Lisa.“Terima kasih, berkat ini, aku bisa tertolong dari serangan Buto Ireng. Kalau boleh tau, pusaka apa ini Lis?”
“Ini milik Romo… Romo menyebutnya pusaka atau keris kasembadan”
“Romo?” tanya Jeno.
“Iya, Romo…. Ayahku” ucap Lisa.
“Dimana ayahmu? Kenapa aku tidak melihatnya?"
“Romo memberikan ini kepadaku sebelum ia meninggal beberapa tahun yang lalu. Katanya, ini bisa digunakan manakala ada ancaman datang sewaktu-waktu” jawab Lisa sedikit murung
“Maafkan aku, Lisa… Aku tidak bermaksud begitu” ucap Jeno. Ia merasa tak enak telah bertanya soal ayahnya.
“Apakah kamu pernah ke bawah? Melihat keramaian perkotaan?” tanya Jeno.
“Tidak, Mas… Ibuku melarangku. Katanya, di sana bahaya. Alangkah baiknya di sini saja. Lagi pula, segala kebutuhan hidup orang di desa ini sudah terpenuhi oleh hasil bumi sendiri”
“Aku tahu, kamu masih bingung mas, sebenarnya desa ini tempat apa” tukas Lisa.
“Seperti yang dikatakan ibuku, kami sama-sama makhluk ciptaan Gusti Allah… Kami juga beribadah kepada-Nya. Lihatlah pagi nanti, desaku tak semenyeramkan yang kamu pikirkan, Mas” ucap Lisa sambil sedikit tersenyum.
***
Sayu-sayup suara burung mulai berkicauan, cahaya matahari pun perlahan merangkak naik. Jeno yang tidur paling akhir, pagi ini dibangunkan Haechan dan Jaemin yang sudah lebih dulu bangun.
“Jenn… Bangun… Nggak enak tidur di rumah orang kalau bangun siang-siang”
Padahal, pagi itu belum genap jam enam. Tapi, Lisa dan Ibunya sudah berkutat dengan aktivitas rumahnya.Merasa tak enak jika seorang pemuda bangun siang-siang, mereka bertiga meringkuk keluar. Kedatangan mereka pun disadari oleh Ibu lisa.
“Kalau mau mandi, di sana… Agak jauh… Disini, satu kamar mandi bisa dipakai oleh beberapa rumah.” ucap Lisa sambil menunjuk arah yang dimaksudkannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
(nominhyuck) bertaruh nyawa di alas demit
TerrorJauh di dalam hutan sana, hidup ratusan, bahkan ribuan makhluk tak kasat mata yang siap mencelakaimu kapan saja. Pilihannya hanya dua ; abadi di dalam hutan ini, atau jalani hingga akhir. Cerita ini hanya fiksi tidak ada sangkut pautnya dengan tok...