5

121 20 0
                                    


Happy reading!!!

Dua bulan sudah Ten berada di Thailand, bekerja dan mengurus Hendery dengan kasih sayangnya. Hendery juga tumbuh menjadi anak baik, sopan pada semua orang.

Dia kecil, namun Hendery mengerti dengan keadaan Ten, seperti saat ini di saat Ten merasakan sakit pada kakinya, dengan baik Hendery memijat kaki Ten "mae jangan sakit sakit, nanti siapa yang membiayai Hendery." Polosnya. Salah namun tidak salah juga, itu benar tapi apakah harus seperti itu ucapannya?

Ten mendengus pelan "kau polos karena kecil atau memang pikiranmu yang sudah pintar."

"Hendery pintar." Tangannya terkepal ke atas dengan senyum cerianya.

Ten tersenyum teduh, dia mengelus rambut Hendery dengan lembut "kau tumbuhlah dengan baik." Dirinya tau jika Hendery hanya anak angkat, tapi di lain itu dia sudah menganggap Hendery anak kandungnya.

Hendery mengangguk, dia terus memijat kaki Ten dengan pelan "kaki Mae terlihat membengkak? Apa sakit sekali?"

Ten melihatnya dengan seksama, ternyata memang benar, kenapa dia tidak menyadarinya "Mae sering berdiri di restoran, mungkin karena hal itu kaki Mae membengkak."

Hendery hanya mengangguk saja, dia hanya bisa memijat itupun dengan tenaganya yang kecil "besok-besok Mae bawa kursi roda saja ya, agar Mae tidak berdiri terus. Jika menggunakan kursi roda kan Mae tidak perlu berjalan, Mae hanya perlu menggerakkan tangan mae."

Ten menahan nafasnya, kesabarannya hanya setipis tisu dan bisa-bisanya anaknya yang sering membuatnya naik pitam, namun dengan cepat Ten menghembuskan nafasnya dan tersenyum tertekan "lalu.. Jika tangan Mae yang membengkak?" Dia ingin tau jawaban seperti apa lagi yang akan diberikan oleh Hendery.

"Sekarang jaman canggih mae, teman Hendery saja tidak berjalan menggunakan kaki tapi menggunakan kursi roda, dan menggerakkannya tidak harus memutar roda, hanya tekan tombol pada remote lalu kursi rodanya akan berjalan. Mungkin teman Hendery terlalu malas untuk berjalan."

Ten terdiam membisu, dia tidak tau harus mengatakan apa, ajaib hanya kata itu yang berada di kepalanya "sudah malam lebih baik Hendery tidur ya." Pintanya namun dibalik itu dia mengusirnya secara halus, jika Ten terus mendengar celotehan Hendery, pasti akan membuat dirinya kesal tak kepalang berujung mencubit anak itu, dirinya tidak mau melakukan kekerasan pada anak.

Hendery mengangguk, dia berdiri dari duduknya karena saat memijat dia duduk pada karpet bulu, mendekat ke arah Ten dan mencium pipi Ten "selamat malam Mae."

"Malam." Ten mencium seluruh wajah Hendery hingga anak itu mengerang karena geli.
.
.
.
Pagi tiba, Ten dengan buru-buru pergi ke kamar mandi dan memuntahkan sesuatu, tapi tidak ada, hanya cairan bening yang keluar. Tubuhnya juga terasa melemas "ada apa ini?" Dia rasa tadi malam tubuhnya baik-baik saja, kenapa di pagi hari tubuhnya merasa lemas.

Dengan gontai Ten kembali masuk ke dalam kamarnya, dia duduk di kasur dan memijat keningnya yang merasa berdenyut "ada apa denganku?" Lirihnya.

Cklek!

Pintu kamar terbuka menampilkan sosok ibu dari Ten, rautnya terlihat khawatir, dia dengan cepat berdiri di hadapan Ten dan menarik kepala sang anak untuk menatap dirinya "ada apa nak?"

"Ibu.. Aku merasa pening pada kepalaku, bahkan aku juga muntah tapi yang keluar hanya cairan bening." Jelas Ten.

Ibu Ten mengerutkan keningnya "kau pernah melakukannya?"

"Apa ibu?"

"Berhubungan badan."

Ten mengangguk kaku "iya ibu."

Imagination (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang