19. ending

123 15 0
                                    

Happy reading!!!

"Hendery tersenyum sayang!!" Seru Johnny, dia tengah bersiap memotret Hendery, matanya yang satu terpejam agar fokus melihat pada lensa.

Hendery menarik sudut bibirnya secara terpaksa, dengan menggenggam buket bunga dan buku kelulusan, dia juga menggunakan baju toga. Hari ini Hendery telah lulus menjadi calon dokter, lelah rasanya dengan berbagai praktek dan lain halnya.

Johnny menghampiri Hendery dan menepuk bahunya "kau harus semangat Hendery, ini hari kelulusanmu."

Hendery mengangguk tapi dia benar-benar tidak tersenyum dengan riang "bisakah kita pulang dad?"

"HYUNG!!!" Seorang remaja berlari dengan tergesa-gesa, seragamnya terlihat lusuh dan basah karena peluh.

Bruk!

Pelukan yang sangat kuat Hendery dapatkan, hingga dia berusaha untuk menahan tubuhnya agar tidak terjatuh karena pelukan.

"Selamat atas kelulusanmu Hyung!!" Pekiknya, memberikan sebuah kotak secara terpaksa pada tangan Hendery, "temanku mengatakan jika memberikan ini maka kau akan bahagia."

Hendery membuka kotak tersebut, terdapat sebuah kalung dengan bandul berbetuk lingkaran di tengahnya, dia mencoba membuka bandul tersebut "Haechan ini?" Hendery menatap tak percaya pada Haechan.

Haechan, anak dari Johnny dan Ten yang juga menjadi adik dari Hendery "aku tau Hyung pasti merindukan mae, aku juga merindukan mae walaupun tidak pernah merasakan pelukannya. Aku merakit kalung ini sendiri, aku juga berusaha melukis wajah mae pada kertas dan aku masukkan pada bandul itu walaupun itu sulit, tidak masalah demi sebuah senyuman hyung." Haechan tersenyum lebar bahkan Hendery yang melihat adiknya tersenyum dia ikut tersenyum.

Hendery memeluk Haechan dengan erat menyalurkan perasaan sayangnya "aku menyayangimu Haechan."

"Aku juga menyayangimu hyung."

Johnny tersenyum haru, seandainya Ten berada di sisinya saat ini mungkin dia bisa melihat Hendery yang lulus, bahkan putra keduanya berkembang dengan baik hingga menjadi anak yang selalu ceria "bukankah ini kemauan ku Ten?"

Hendery melepas pelukannya "ayo kita pulang."

"Ayo!! Aku tidak sabar untuk memakan sesuatu."

Johnny mengacak rambut kedua putranya "kita pergi untuk menemui seseorang terlebih dahulu."

Hendery dan Haechan mengangguk mengerti "kami tau daddy." Kompak mereka lalu tertawa bersama.

Mereka berdiri menatap sebuah bangunan tinggi di depannya "bukankah Hendery ingin bekerja di sini?" Ujar Johnny.

Hendery mengangguk "iya daddy, tujuanku di sini, jika tidak bisa terpaksa aku akan mencari yang lain."

Mereka melangkah masuk ke dalam gedung itu dengan tangan yang saling bertaut, Haechan yang berada di tengah menatap Johnny dan Hendery bergantian.

Johnny membuka pintu ruangan yang terlihat sepi, menatap seseorang yang masih setia menutup mata. Hendery melangkah dengan cepat dan duduk di samping ranjang, menggenggam tangan yang baginya sangat halus "Mae." Lirihnya, "kapan Mae akan bangun, aku dan Haechan menunggu Mae, bahkan daddy selalu menangis setiap malam. Mae, bangunlah cepat."

Haechan mengangguk membenarkan, dia memeluk sosok yang tak pernah ia dapatkan pelukan, yang ada dia yang memeluk "aku ingin merasakan di peluk mae." Ujarnya.

Setiap Haechan dan Hendery berkunjung, maka jari Ten selalu bergerak tapi hanya jari saja selebihnya Ten tidak membuka matanya, telah lama mereka menunggu hingga Hendery lulus kedokteran seperti yang Ten inginkan.

Johnny mendekat ke arah Ten, mengecup dahi kekasihnya cukup lama, air matanya mengalir hingga membasahi dahi Ten "cepatlah bangun." Gumamnya.

Ten terlihat mengeluarkan air mata, mungkin dia merasakan sedih juga saat tak bisa melakukan apapun. Bagaimana dengan keluarga Ten? Di saat Ten yang melakukan operasi, Taeyong menghubungi keluarga Ten dan mereka datang keesokan paginya, mereka menangis saat tau putranya tengah koma, tak lupa saat tau Johnny adalah ayah kandung dari anak yang Ten kandung, Johnny mendapat pukulan telak pada wajahnya, dia tidak menghindar karena itu sebagai bukti jika dirinya menyesalinya dan tidak tau jika Ten bisa mengandung.

Dan masalah Taeyong dan Ten, mereka telah resmi bercerai tanpa kehadiran Ten, di setujui oleh seluruh keluarga dan di tanda tangani oleh adik Ten yang hafal dengan benar bagaimana tanda tangan kakaknya itu.

"Ha-haus."

Mereka bertiga menatao terkejut ke arah Ten yang harus aja berusaha dengan serak, Johnny dengan segera menekan tombol emergency, meraih gelas yang berisi air dan memberikannya pada mulut Ten "sayang kau sudah sadar." Harunya, begitu pula Hendery dan Haechan yang saat ini tengah menangis dan saling memeluk, kerinduan mereka akan terbayarkan saat melihat Mae mereka kembali melakukan kegiatan.

Dokter dan perawat datang memeriksa Ten, dia telah sadar namun kekurangan vitamin hingga tubuhnya lemas "aku sarankan jika Ten harus melakukan terapi saraf agar dia bisa berjalan cepat, karena tertidur sangat lama membuat sarafnya kamu dan membutuhkan dokter saraf untuk membantunya." Saran Ken.

"Utus siapa saja dokter saraf untuk menangani Ten Ken, aku mau semua penanganan yang terbaik hingga Ten kembali seperti semula." Tegas Johnny.

Ten menatap wajah Haechan yang beginya asing, tapi hatinya berkata dia sangat dekat dengannya, tangan Ten terulur untuk meraba wajah Haechan "si-siapa?"

Johnny ikut mengulurkan tangannya ke atas rambut Haechan, mengelusnya dengan lembut "dia anak kita juga, Haechan yang kau lahirkan itu, kau melahirkan seorang putra yang manis." Jawab Johnny.

Ten menarik kepala Haechan untuk ia peluk, menangis tersedu-sedu "maaf, maaf karena saat kau bayi aku tidak merawatmu, maafkan aku Haechan." Ten menangis saat merasakan sakit, dia tidak merawat putra yang ia lahirkan dari bayi, dan sekarang dia melihat outranya telah tumbuh menjadi remaja yang manis.

"Mae." Lirih Haechan, dia ikut menangis, akhirnya dia bisa merasakan pelukan seorang ibu yang ia inginkan sejak lama, hanya dia yang bisa memeluk maenya tapi sekarang Mae yang memeluk dirinya.

"Dia seperti dirimu Ten." Ujar Johnny, dia melirik ke arah Hendery yang diam, namun Johnny tau jika Hendery terharu melihat adik dan maenya saling berpelukan. Johnny memeluk Hendery dan mengecup kepala sang anak "jangan lupakan anak pertama kita Ten, dia akan menjadi dokter seperti yang kau inginkan."

Ten melepas tangan kanannya dan melambaikan pada Hendery memintanya untuk mendekat "kemari nak."

Hendery menundukkan tubuhnya hingga Ten bisa memeluknya, Ten mengecup rambut kedua putranya dengan sayang "akhirnya aku bisa memeluk kalian lagi."

Malam telah tiba, Hendery dan Haechan telah pulang walaupun harus dipaksa oleh Johnny "tidurlah Ten."

Ten menggeleng "aku tidak mengantuk sama sekali, apa karena aku tertidur sangat lama ya." Pikirnya.

Johnny mengelus telapak tangan Ten "kau tau Ten, duniaku rasanya hampa tidak ada dirimu, mengurus Hendery dan Haechan aku suka tapi aku lebih suka jika mengurus mereka bersamamu."

"Johnny, aku selalu mendengar keluh kesahmu walaupun aku tertidur, terimakasih telah sabar mengurus Hendery dan Haechan seorang diri, aku tau tidak mudah mengurus Hendery yang masih kecil di tambah Haechan yang masih bayi."

Tatapan mereka saling mengunci, menyelami keindahan mata masing-masing "aku mencintaimu Ten, ayo menikah setelah kau pulih."

Ten mengangguk, tidak ada alasan lagi untuk dirinya menolak ajakan Johnny untuk menikah. Johnny memeluk Ten saat melihat Ten yang mengangguk menyetujui ajakannya.

End....

Ini beneran nih, tunggu satu bonus chapter ya...

Terimakasih yang telah membaca dan mendukung cerita ini

Semoga kalian terhibur

Sampai bertemu di cerita lainnya.

Jangan lupa untuk intip profil saya, masih banyak cerita dengan shipper yang lain.

Imagination (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang