6

129 20 0
                                    


Happy reading!!!

Ten sudah mulai tenang dan menerima calon bayi yang berada di perutnya, ini sudah dua minggu dari kejadian di mana Ten mengetahui jika dia sedang hamil.

Hendery yang biasanya bermain tapi dia memilih menemani Ten, setiap malam sebelum tidur Hendery menyempatkan dirinya untuk mengelus perut Ten dan mengecupnya.

Ten tetap melakukan aktivitasnya, menjaga restorannya dan menjaga Hendery, dia tidak terganggu dengan perutnya yang bersisi bayi.

"TEN!!!" Teriakan sang ibu menyadarkan Ten dari lamunannya.

"Ada apa ibu memanggilku?" Bingung Ten, dia keluar dari kamarnya dan menemui sang ibu, "ada apa ibu?" Tanyanya.

"Ada seseorang yang ingin menemuimu."

"Siapa?"

"Bos mu? Mungkin."

Ten keluar ke arah ruang tamu, disana dia melihat Taeyong yang sedang duduk dan berbicara dengan ayahnya "Taeyong?"

Taeyong menoleh "Ten, kemarilah."

Ten melangkah mendekat, dia duduk tepat di depan Taeyong dan sang ayah "ada apa?" Matanya melirik ke arah ponsel genggam milik Taeyong, "google translate?"

Taeyong mengangguk "sejak tadi aku berbicara di bantu oleh google ini."

"Ten." Ujar sang ayah.

"Iya?"

"Pemuda ini ingin bertanggung jawab atas kehamilanmu."

Mata Ten membola terkejut "tapi ini bukan anaknya."

"Aku tau Ten, tapi aku yang akan bertanggung jawab, kau tidak mau di pandang buruk oleh banyak orang bukan? Bahkan kau juga tidak ingin anak yang kelak kau lahirkan itu juga terkena dampaknya." Ujar Taeyong.

"Tapi–"

"Ada niat baik dari seseorang, lebih baik kau terima nak." Ujar sang ayah.

"Tapi–"

"Terima tawaranku Ten."

Ten berdesis kesal "aku sejak tadi ingin berucap namun terus di potong, kapan aku bisa mengucapkan sepatah kata?"

Sang ayah berdiri dari duduknya "bicarakan ini berdua saja, ayah akan menunggu kabarnya." Dia pergi meninggalkan Ten dan Taeyong di ruangan itu.

Ten juga ikut berdiri dan meraih tangan Taeyong "ikut aku, kita berbicara di kamar saja."

Mereka menuju ke kamar Ten, membuka pintunya dan mempersolahkan Taeyong masuk terlebih dahulu. Taeyong melangkah ke arah sofa kecil yang berada di sana "jadi bagaimana Ten?"

"Kenapa kau tiba-tiba datang dan berkata untuk bertanggung jawab tentang anak ini, kau tau sendiri jika anak ini bukan anakmu."

"Aku tau."

"Lalu? Apa alasanmu?"

Taeyong menghembuskan nafasnya "kita sudah berteman sangat lama dan kau tau tentang kemauanku."

"Kau hanya ingin hidup sendiri tanpa adanya pasangan?" Jawab Ten, dia terlihat menuangkan air pada gelas dan memberikannya pada Taeyong.

"Kau benar, lalu keluargaku memaksa diriku untuk menikah, jika tidak mereka akan menjodohkanku. Dari pada aku menikah dengan orang asing, lebih baik aku menikah denganmu saja."

Ten menatap tajam ke arah Taeyong "jika membunuh tidak di larang, sudah aku racuni dirimu, kau pikir pernikahan main-main?"

"Ten, pikirkan nama baik keluarga dan anakmu itu, pernikahan kita seperti simbiosis mutualisme. Kita menikah, kau dan anakmu tidak di pandang buruk sedangkan aku tidak akan di paksa untuk menikahi perempuan itu." Bujuk Taeyong lagi, "aku hanya berharap pada ini, kau menerima tawaranku, sungguh aku tidak ingin menikahi perempuan itu."

Imagination (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang