Rose kini berdiri di depan pintu kamar Jaehyun dengan perasaan bercampur dalam diri, takut, khawatir, amarah.
Ia tidak tahu mengapa Jaehyun menghubungi dirinya saat wanita itu mengantar Nino dan Ilo ke rumah bibi Ani sore tadi.
Saat ini waktu telah menunjukkan pukul 9 malam, sesuai permintaan Jaehyun saat menghubunginya, Rose telah tiba di depan kamar suaminya.
Ia menepati janjinya, ia tidak akan lari, Rose akan menuruti kemauan Jaehyun asalkan pria itu tidak menemui anaknya.
Wanita itu pun mengetuk pintu kamar kayu jati mahal berpelitur itu sebelum akhirnya membuka pintu itu secara perlahan.
Saat wanita itu dapat dengan leluasa melihat kamar pemuda itu alisnya justru terangkat heran.
Jaehyun tidak ada di kamar.
Ruangan itu gelap, cahaya lampu justru berasal dari ruang kerja yang tersambung dengan kamar pria ituㅡdulu adalah kamar mereka.
Rose pun melangkahkan kakinya yang masih ditunjang indah oleh heels Louboutin karena ia benar-benar baru pulang.
Sampai di ambang kamar dan ruang kerja, Rose dapat melihat Jaehyun yang tampak fokus menatap iPad nya, tidak menyadari kehadiran Rose di sana.
"Jaehyun," panggil Rose pelan.
Sang pemilik nama pun menengadahkan kepala, tersenyum kecil kemudian meletakkan iPad di atas meja.
"You came."
"You asked for it."
"Come," ucap Jaehyun singkat seraya mengisyaratkan Rose untuk mendekat pada pria itu.
Rose pun melangkahkan kakinya mendekat, ia tidak tahu apa yang akan pemuda itu lakukan, apakah malam ini akan berakhir seperti beberapa waktu lalu?
"Sit," perintah Jaehyun.
Walau kesal karena ia harus menurut layaknya seekor anjing, Rose tidak punya pilihan. Ia akan mengikuti kemauan Jaehyun.
Rose pun duduk di sebuah kursi di depan meja kerja Jaehyun, keduanya dipisahkan oleh meja berwarna hitam yang membentang membuat jarak aman antara keduanya.
"So, aku dengar kamu menitipkan Nino dan Ilo pada bibi ART di sini, apa itu benar?" tanya Jaehyun membuka percakapan.
Sumpah serapah ingin keluar dari mulut Rose, oh ayolah, pasti Jaehyun tahu tentang hal ini dari Taeyong!
"Tidak mau jawab?" tanya Jaehyun dengan suara seolah berbisik.
Rose masih terdiam saja.
"Bisa-bisanya kamu meninggalkan anak-anakmu di gubuk yang nyaris rubuh, tidur kepanasan dan penuh nyamuk, mungkin untuk sarapan pagi saja mereka akan kesusahanㅡ"
"Jaehyun, hentikan!" tegas Rose.
"Rumah bibi Ani rapi dan aman untuk anak-anak, jauh lebih aman daripada di sini bersama ... ayah mereka."
Jaehyun berdecih lalu berucap dengan sarkas, "aku tidak pernah memukul anak kecil, di sini aman."
Rasa frustasi menghampiri Rose, jika begini terus lama-lama ia yang bisa gila menghadapi Jaehyun yang begitu keras kepala, "Nino tidak mau melihatmu."
"Narasi ini lagi," gumam Jaehyun.
"Nino trauma denganmu Jaehyun, anak itu ... trauma melihat ayahnya yang memukul ibunya."
"Dia masih kecil saat itu, apa yang ia ingat-"
"Nino mengingat semuanya," potong Rose.
Jaehyun pun beranjak dari duduknya, berpindah untuk berdiri di hadapan Rose, bersandar pada meja kerjanya, "lantas bagaimana kamu akan membuat dia menerimaku kembali?"
Huh?
"Jika kamu meminta ku untuk menghilangkan sifat temperamentalku agar dapat menemui mereka ... apa yang harus mereka lakukan untuk menghilangkan trauma dan dapat bertemu denganku?"
Rose masih terdiam, membuat Jaehyun tersenyum sinis.
"Ah, tidak terpikirkan olehmu, benar bukan?"
"Dengan tidak bertemu denganmu akan mengurangi trauma Nino dan dengan dirimu yang sudah dapat mengendalikan emosi akan sangat mengatasi rasa trauma Nino atas dirimu, Jaehyun."
Wanita itu dengan yakin menjawab sang suami. Ia tidak ingin terlihat bodoh di hadapan suaminya.
Jaehyun tersenyum, bukan sebuah senyuman manis seperti masa yang telah lalu, tetapi sebuah senyuman mengejek seolah tidak menyangka Rose akan menjawab dirinya.
Pemuda itu lalu melangkah mendekat, menumpukan kedua tangannya pada kiri dan kanan arm rest kursi yang Rose duduki.
"So witty, that's why I love you."
Rose hanya diam saja, perasaan kalut mulai menyelimuti dirinya, ia sejujurnya ingin menangis melihat Jaehyun yang tampak berbeda dengan yang ia kenal dulu. Walau yah, sebenarnya Jaehyun yang dulu pun tidak baik-baik juga.
"Let's see the stars, love."
Jaehyun pun berjalan mendahului Rose menuju kamarnyaㅡkamar mereka dulu.
Rose pun menghirup nafas dalam-dalam sebelum ia menyeka sebuah bulir air mata panas yang lolos terjun membasahi pipi.
She will try everything ... at least now, she wants to have a second chance to fix her messed up little family.
*****
Jaehyun mengecup kening Rose yang dibasahi keringat itu.
Rose hanya diam, memalingkan wajah dengan bulir-bulir air mata yang terus menerus keluar dari ujung matanya.
"What's with the tears?" bisik Jaehyun.
Pria itu lalu menyeka rambut sang istri di area pelipis agar dapat melihat wajah istrinya dengan lebih jelas, tetapi jari jemari Jaehyun justru membuat kontak dengan sebuah luka di pelipis itu.
Rose pun yang merasa bekas lukanya disentuh pun segera menatap Jaehyun yang rupanya kini menatapnya.
Jaehyun ingat itu, itu bekas luka akibat goresan jam tangan Jaehyun, berulang kali kejadian itu terjadi, tetapi untuk di pelipis ... itu terjadi beberapa hari sebelum Rose kabur ke pulau Kera.
Pria itu lalu menemukan sebuah luka lainnya di dahi Rose, ia pun menyentuhnya dan bertanya.
"Luka apa ini?" tanya Jaehyun.
Rose menggelengkan kepala, enggan menjawab karena ia takut jawabannya akan memicu penyakit Jaehyun kembali kambuh.
"Jawab saat aku bertanya," ucap Jaehyun dan Rose mau tidak mau harus menjawab.
"Kamu ... melempar piring padaku, mengatakan masakanku tidak enak waktu itu," jelas Rose dan ia merasakan Jaehyun menatapnya lagi.
"Kamu sudah aku larang untuk memasak dan masih memaksa, kubiarkan dan akhirnya kamu hanya bisa membuang-buang makanan karena gagal memasak."
"Untuk memasak perlu dilakukan latihan berkala agar rasa masakan-"
"And I don't fucking care, Rose. Kamu gak nurut sama aku waktu itu dan akhirnya makanan terbuang sia-sia," balas Jaehyun.
Rose tidak berniat membalas, ia akan membiarkan Jaehyun berucap apapun sesuka hati pria itu.
Saat ini Rose hanya ingin kembali ke kamarnya, mandi dan menggosok seluruh tubuhnya untuk menghilangkan bekas sentuhan Jaehyun.
"Are you tired?" tanya Jaehyun.
Rose melirik Jaehyun kemudian mengangguk pelan.
"Well, I'm not Mr. Nice so ... let's do it one more time."
Rose menggelengkan kepala dengan cepat, berusaha untuk turun dari ranjang tetapi Jaehyun sudah lebih dulu menahan Rose, membawa gadis itu ke tengah ranjang dengan keadaan hanya tertutup selimut pria itu.
"Jaehyun, aku mohon, aku lelah, aku harus menemui anak-anak besok pagi-"
"Ssshhh, berisik sekali," bisik Jaehyun dan kedua bibir mereka saling bertemu untuk kesekian kalinya malam itu.
Keduanya pun menghabiskan malam untuk melihat bintang.
*****
To be continued ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunny | Book 2 of "Sore"
FanfictionMatahari telah kembali, masa redup telah lalu.