"Rose, aku, Johnny, Nino sama Ilo sudah di bandara, kita bakal take off satu jam lagi," ucap Jennie dari ujung telpon.
Rose mengecek arloji yang ia kenakan.
"Oke, aku lagi siap-siap buat jemput," jawab Rose sembari meraih tas dan juga ponsel lainnya.
"Suami kamu ... gimana? Dia ikut?" tanya Jennie lagi, kali ini terdengar suara Ilo yang sedang berbicara dengan seorang pria, dapat Rose pastikan itu adalah suara Johnny, teman dekat Jennie.
"Gak Jen, dia gak tahu kalau anak-anak datang hari ini," ucap Rose.
"Terus nanti gimana?" tanya Jennie.
Rose menghela nafasnya, "aku bakal titipkan anak-anak di rumah bibi ART aku Jen, kebetulan rumah bibi gak jauh dari sini, dia tinggal sama suaminya berdua aja."
Jennie pun lalu berbisik, "suami kamu ... tidak akan marah kan?"
"Akan marah tapi aku tetap bakal bilang sama dia dan aku bakal cegah dia buat ketemu anak-anak dulu, utamanya ketemu Nino."
Suasana pun berubah sunyi, Rose tahu bahwa kini Jennie merasa kasihan pada Rose dan sedang bersimpati dengannya.
"Jen, aku minta maaf sudah ngerepotin kamu ya," ucap Rose mengalihkan pembicaraan.
"Gak apa, santai aja, hitung-hitung aku juga jalan-jalan, dah lama gak balik Jakarta nih," balas Jennie dengan segera karena sungguh ia tidak merasa keberatan sama sekali.
Rose tersenyum kecil, ingin sekali ia memeluk Jennie dengan begitu erat karena sahabatnya itu benar-benar satu-satunya orang yang paling memahami dirinya, yang sungguh peduli dan ia miliki.
"Terima kasih, Jen."
*****
Rose melangkahkan kakinya ke dalam ruang kerja Jaehyun.
Hari ini, suaminya itu tidak bekerja ke kantor, membuat Rose tidak punya pilihan selain mengatakan dengan jujur bahwa ia akan pergi ke bandara untuk menjemput Nino dan Ilo.
"Jaehyun," panggil Rose, berdiri di depan meja kerja Jaehyun.
Sang pemilik nama bergeming sedekit sebelum melepas kacamata yang ia kenakan, "yes?"
"Aku izin mau keluar rumah," pamit Rose.
Mendengar itu sontak Jaehyun meletakkan kacamata dan menegakkan duduknya, "mau kemana?"
Rose membuka mulutnya, sulit sekali mengakatan bahwa ia hendak menjemput Nino dan Ilo.
"Aku ... mau ke bandara."
Dan jawaban Rose itu membuat Jaehyun berdiri dari kursi kerjanya, berjalan mengitari meja kemudian bersandar di tepi meja tepat di depan Rose.
"Jemput Nino dan Ilo?" tanya Jaehyun.
Rose menghela nafasnya, menutup mata kemudian menganggukkan kepalanya, "iya, aku mau jemput mereka."
"Aku ikut-"
"Jangan," cegah Rose dengan segera.
Wanita itu pun menjalankan rencana yang sudah ia pikirkan sebelumnya, mau tak mau, ia akan memanfaatkan 'peran' sebagai istri Jaehyun dengan baik untuk mengalihkan pria itu dari Nino dan juga Ilo.
Jaehyun menaikkan alis, "kamu bilang jangan?"
Rose pun melangkahkan kakinya yang kini berhias sepatu heels Louboutin mahal, hadiah dari Jaehyun saat keduanya masih mesra dulu.
"Nino belum siap ketemu kamu, Jaehyun."
"Bull shit," cemooh Jaehyun.
Dengan perasaan sangat enggan di dalam hati, Rose kini melingkarkan kedua tangannya di leher Jaehyun, berakting manja di depan suaminya itu agar Jaehyun menyetujui kemauannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunny | Book 2 of "Sore"
Hayran KurguMatahari telah kembali, masa redup telah lalu.