Chapter 9

157 18 4
                                    

Violin tersentak kaget saat pintu kayu bercat hitam itu dibuka dengan kasar.

Gadis itu tadinya sedang termengung sembari memikirkan kata kata melinda, pengusaha sukses yang ternyata maminya skala.

Dari ujung pintu, terlihat skala menyeringai. Lelaki iblis itu berjalan dengan pelan tetapi asap hitam mengelilingi tubuhnya.

Violin merinding melihat skala, senyumnya seperti malaikat maut.

Vio semakin ketakutan tatkala Skala berjalan menuju arahnya, Tuhan tolong bantu Vio.

Sementara Skala tersenyum smirk, dirinya berjalan semakin mendekat ke arah Violin, membuat Vio memundurkan badannya hingga menghimpit tembok.

Vio gemetar, ia bisa melihat wajah skala tepat di depannya, bahkan hidung mereka bersentuhan.

Pikiran gadis itu kalut, apa Skala akan membunuhnya???

Brak

Jantung Vio hampir copot dari tempatnya. Skala dengan sengaja menonjok tembok tepat di samping wajah Violin.

Violin menoleh ke samping, melihat ke arah jari kekar Skala.

Tangan beruruat itu nampak baik baik saja, tidak terlihat lecet sedikitpun. Justru temboknya yang retak.

Gila, sekuat itukah skala?

"AAAAAAAA" Vio reflek berteriak histeris kala tanpa aba aba tangan Skala sudah berpindah ke lehernya, mencekiknya dengan kuat.

"Lep--as--" Nafas Vio tersenggal senggal akibat cekikan tangan Skala.

Vio menepuk-nepuk tangan skala berusaha menyuruh cowok itu melepaskan cekikannya, tapi Skala tampak tak peduli. Cowok itu malah tertawa kesenangan.

"HAHAHAHAHA" Tawa Skala menggema bak iblis jahat yang tengah menyiksa manusia di neraka.

"Lep--as, sa--kit" ucap Vio memohon, tatapannya sayu.

"Lo mau lepas?" Tanya skala, vio menganggukkan kepalanya

"Kasih tau gue dimana lo sembunyiin penunggu lo!" Bentak skala.

Vio tak mengerti apa maksud Skala. Penunggu? Penunggu apa?

"A-aku ga ngerti--"

"Ga usah pura pura bego! Kasih tau dimana lo sembunyiin penunggu lo, ATAU LO MATI!!" Skala semakin menekan leher Vio, mencekiknya erat.

Vio menangis, ia terisak pelan. Lehernya begitu sakit, tapi skala seperti tak mau melepaskannya. Soal penunggu, bahkan Vio tak mengerti apa yang Skala maksud.

Melihat tangisan Vio, Skala semakin kesal. Dengan tak berkemanusiaan, Skala mengangkat leher Vio dengan satu tangannya.

Vio menjerit terkejut, ya Tuhan apa yang akan Skala lakukan?

Skala kembali memukul mukul lengan skala, meminta cowok itu melepaskannya tapi justru Skala hanya terkekeh.

Cowok itu berjalan sembari mencekik leher Vio dengan enteng, lalu menuju balkon kamar ini.

Vio meneteskan air matanya Skala membawanya ke sisi luar pembatas Balkon, seperti hendak menjatuhkannya ke bawah.

Kepala Vio berkunang kunang, ia hanya berharap Skala tak menjatuhkannya.

Skala tersenyum smirk, perlahan ia melepas cekikan di leher Vio.

1

2

3

Vio terjun bebas ke bawah

"AAAAAAAA" jerit Vio sebelum semuanya gelap.

****

"HUAAAAAAAAA" Vio berteriak kencang lalu bangun dengan nafas memburu.

Cewek itu menetralkan nafasnya sembari  melihat ke sekeliling. Cewek itu sedang menelisik kepadaan sekitarnya.

Ini di kamarnya.

Kepala Vio berdenyut nyeri, bagaimana bisa? Seingatnya tadi ia bersama Skala. Tapi tiba tiba saat bangun ia berada di kamarnya.

Padahal vio pikir dirinya sudah mati akibat cekikan Skala.

Cklek

Suara pintu dibuka dari luar. Terlihat sangat bunda datang ke kamarnya.

"Kamu sudah bangun ternyata? Bunda tadi datang mau bangunin kamu" ucap bunda.

"Cepet mandi sana udah siang ini, hari ini kamu sekolah" kata bunda.

Vio masih linglung. Apa yang terjadi.

"Bun, perasaan ini masih sore, kok aku disuruh berangkat sekolah?"

"Ini sudah mau jam 7 Vio, cepat mandi dan berangkat sekolah." vio menoleh ke arah jam dinding dan benar saja pukul 7 pagi.

Padahal seingatnya kemaren masih sore, apa ini hari yang berbeda?

"Bun, bunda ngerasa ada yang aneh gak? Kemaren Vio kenapa?"

"Kamu kemaren tidur dari sore, terus sampe pagi ini baru bangun" ucap bunda

"Tapi bun, vio ngerasa kayak ada sesuatu. Seinget vio kemaren vio diculik dan dibawa Skala terus dia jahat sama Vio bun.." ucap Vio mengadu.

"Skala? " bunda menyerngit heran tak pernah mendengar nama itu.

"Kamu mimpi buruk pasti? Sudah jangan dipikirkan. Mending kamu mandi dan siap siap"

"Tapi bun, vio takut soalnya skala--"

"Suttt.. Kamu jangan bahas Skala Skala itu. Udah ah cepet mandi" ucap bundanya dengan nada yang sudah mulai kesal.

"Iya bun" Vio hanya menunduk, sebenarnya ia takut sekolah karena nanti di sekolahnya akan bertemu skala. Namun apa boleh buat, kalo tak sekolah pasti bundanya juga akan marah. Vio berharap nanti akan baik baik saja.

To be continued
Jangan lupa vote and comment

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang