Sepertinya Haechan mengerti sekarang. Kepribadian Mark yang ketus, judes itu memang harus Haechan maklumi apa adanya jika tidak ingin selalu memakan hatinya. Haechan tidak bisa berbohong jika hatinya sedikit tersentil setiap kali Mark memberikan jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan.
Kini hari-hari Haechan harus diisi dengan penuh kebosanan, karena Bunda nya tidak mengizinkan ia untuk pergi bersekolah. Jadilah ia sekarang hanya duduk diruang makan sambil memakan roti bakar yang Bunda nya buatkan.
Haechan menghela nafas. Lalu beranjak melangkahkan kakinya menuju tangga lantai dua kamarnya. Dengan sekuat tenaga Haechan berusaha menaiki anak tangga satu persatu, sungguh sangat amat menyiksa rasanya seperti luka luka nya sedang digesekkan dengan benda padat.
Pandangannya langsung jatuh pada jendela seberang yang tampak terbuka dengan seorang anak laki-laki tengah berkutat dengan laptopnya. Oh ayolah ini masih pagi, apa yang sedang ia kerjakan?
Haechan melangkah dengan semangat walau jalannya masih pincang. Lalu membuka jendela kamarnya yang langsung berhadapan dengan jendela kamar Mark.
Haechan melambaikan tangannya kearah jendela seberang. Tapi kali ini Mark tidak lagi sendiri seperti kemarin sore, kini Mark bersama anak laki-laki lain yang sepertinya lebih muda dari Mark.
Lambaian tangan Haechan dibalas tak kalah semangat oleh anak laki-laki yang sedang berdiri di samping Mark yang duduk dihadapan laptopnya. Senyum Haechan merekah hingga gigi depan kelincinya itu terlihat dengan lucu. Mark menatap Haechan dengan pandangan datar tanda ia terganggu dengan kehadiran lelaki bergigi kelinci itu.
"HAAII AKU JENO!" anak laki-laki disebelah Mark itu berteriak dengan keras, mungkin ia kira jika berbicara dengan nada biasa Haechan tidak akan mendengar suaranya.
"Haaii Jeno, aku Haechan" jawab Haechan masih dengan senyum yang merekah.
Mark hanya menonton interaksi kedua anak laki-laki itu dari kursi yang ia duduki tanpa ada niatan bergabung. Lalu memutar bola matanya malas saat kedua anak laki-laki itu mulai berbincang dengan luas. Mengapa mereka harus berbincang melalui jendela? lewat jendela kamarnya pula, kenapa tidak bertemu dibawah saja. Merepotkan.
Jadilah selama itu mau tak mau Mark harus mendengarkan perbincangan antara adiknya dan anak laki-laki gembul bernama Haechan itu. Hingga dari percakapan itu ia mengetahui bahwa Haechan kemarin habis terjatuh dari sepeda yang mengakibatkan luka di kaki dan tangannya.
Mark terlihat mulai tertarik dengan perbincangan itu, ia mengalihkan pandangannya dari laptop menuju Haechan di jendela seberang.
"Ayo kita main, nanti sore aku mau main skateboard. Kamu tau gak tempat main skateboard disini yang enak dimana?" tanya Jeno.
Raut wajah Haechan menjadi berbinar saat mendengar bahwa Jeno teman seumurannya ini bisa bermain skateboard. "Aku tau, nanti sore aku antar, kalo aku ajak temanku yang lain boleh? cuma satu kok, walaupun agak ngeselin tapi dia baik kok, namanya Jaemin" ucap Haechan panjang lebar.
Mark baru menyadari bahwa Haechan ini memang tipe yang orang banyak bicara, dan ia tidak menyukai orang seperti itu.
"Boleh dong, nanti kenalin ke aku ya!" jawab Jeno dengan semangat. Memang Jeno ini anak yang suka jika mendapat teman baru, apalagi di tempat tinggalnya dulu Jeno bisa dibilang tidak memiliki teman yang seumuran, di sekolahnya memang ada teman tapi hanya sekedar teman yang berteman di sekolah saja.
"Kak Mark mau ikut juga?" tanya Haechan saat melihat Mark yang sepertinya sedaritadi memperhatikan perbincangan ia dan adiknya.
"Ayolah bang ikut, lagian udah lama kita ga main skateboard" ucap Jeno yang berdiri disebelahnya.
"Oke gue ikut, tapi bilangin tuh sama temen baru lo biar jangan banyak omong, berisik" ujar Mark sambil melirik Haechan dengan sinis.
"Ck ribet lo bang"
Jeno memberikan isyarat jempol menandakan bahwa Mark juga ikut mereka bermain nanti sore.
➸➷➶➸➷➶➸➷➶
KAMU SEDANG MEMBACA
Next To You | Markhyuck
Fanfiction; 𝐍𝐞𝐱𝐭 𝐓𝐨 𝐘𝐨𝐮 one day when the sky is falling i will be standing right next to you. ーwritten by ©dwalgona. 2022