‹ XI ›

82 12 3
                                    

Dering handphone milik Mark berhasil membuat sang pemilik mengembangkan senyumnya. Sebelum melihat display nama si penelepon pun Mark sudah tau itu siapa.

"MAARRKKK"

"Yang bener panggil gue!"

Gelak tawa pelan terdengar diujung sana. Mark sangat tau bahwa si penelepon senang melihatnya kesal seperti itu.

"Kak Mark, anterin gue ke toko buku please" lanjutnya dengan nada bicara yang berubah menjadi halus.

"Lo dimana?"

"Di sekolah, hehe, tadi abis anu-"

"Anu apa" sela Mark dengan cepat.

"Aduh anu apaya"

"Gak penting, jadi anterin gue ya please" lanjutnya.

"Gak bisa"

"Yaahh, kenapa?" desahnya kecewa.

"Gue udah sampai rumah, udah mandi, udah pewe, dan gue males harus balik ke sekolahan lagi cuma buat anterin lo"

"ayo chan jadi gak?" suara asing muncul yang ia sudah pastikan berasal dari ujung sana dimana tempat Haechan berada.

"Eh, kaget, bentar bentar" terdengar Haechan yang merespon perkataan suara lelaki yang masih asing bagi Mark itu.

"Yaudah deh kalo gak bisa, byeee" ujar Haechan di telepon lalu memutuskan sambungannya.

Mark mendecak. Kenapa ia menjadi gelisah begini.

Buru-buru tangannya kembali menekan nama kontak yang baru saja mematikan telepon secara sepihak.

"Kenapa ganteng?"

"Gue anterin, tunggu di halte samping sekolah, jangan kemana-mana" ancam Mark.

sambungan terputus. Haechan jadi bingung sendiri.

"Ayo chan buruan" lelaki disamping Haechan itu bersuara.

"Gue udah kebelet banget anjir" lanjutnya.

"Iya ayooo, bawel lo"

Lelaki itu berlari lebih dulu menuju kamar mandi pria di ujung koridor yang sudah sepi.

"CEPETAN CHAN, INI GUE NGOMPOL DEH DISINI" teriaknya dari depan toilet pria, padahal ia hanya selangkah saja untuk memasuki toilet dan membuang hajatnya, tapi kenapa harus repot repot berhenti dan berteriak menghadap Haechan.

"IYAA IYAAAA" balas Haechan berteriak sambil berlari.

"Tungguin, chan" ucapnya saat sudah memasuki toilet.

Astaga ini adik kelas memang benar benar menyebalkan.

"Udah cepetan lo!"


➸➷➶➸➷➶➸➷➶

"Gue temenin deh sampai bang Mark dateng" ujar lelaki bernama Chenle itu.

"Halah bilang aja lo takut pulang sendiri kan, cil" Haechan tentu kenal betul bagaimana seorang Chenle yang notabene nya merupakan adik kelasnya semasa sekolah dasar itu.

"Bacot lo, udah gue tungguin"

Hanya sisa mereka berdua di halte bus samping sekolah ini di saat matahari sudah mulai meredupkan sinarnya. Jalanan pun sudah mulai dipadati oleh kendaraan akibat jam pulang kerja.

saat sedang asik berbincang mengenai rumor hantu kepala buntung yang terkenal diujung koridor sekolah mereka tiba-tiba Mark sudah sampai dihalte dengan motor vespa maticnya.

Haechan menghampiri, diikuti oleh Chenle di belakangnya. Tentu saja pandangan Mark langsung tertuju pada lelaki dibelakang Haechan yang sedang menenteng helmnya itu.

seolah mengerti kemana arah pandangan Mark, Haechan pun angkat suara "Chenle, adik kelas kita, adik kelas gue waktu SD"

"Oh" respon Mark singkat.

"Udah sana lo pulang" ucap Haechan kepada Chenle sambil bersiap ingin menaiki jok belakang motor Mark.

Chenle sedikit melengkungkan bibirnya kebawah. Sebelum akhirnya kalimat yang Haechan lontarkan membuatnya kembali tersenyum.

"Gue ikutin dari belakang"

Mark menoleh kearah belakang.

"Kasian dia, takut hantu" jawab Haechan.

Mark menghela nafasnya. "Iya"

➸➷➶➸➷➶➸➷➶

"Tadi ngapain lo berduaan sama dia?" Tanya Mark sedikit menaikan volume suaranya agar Haechan dibelakang sana dapat mendengar pertanyaanya.

"Enggak ngapa-ngapain, cuma ngomongin hantu kepala buntung di sekolah, biasalah" jawabnya.

"Itu tadi dia yang mau nganterin lo?" tanya Mark lagi.

"Dia ke kamar mandi aja minta ditemenin, gimana mau nganterin gue"

"Lah tadi" ucap Mark.

"Gak jelas lo, Ma-"

"Kak Mark" koreksi Mark dengan cepat.

padahal kalimatnya belum selesai tapi sudah disela lebih dulu oleh lelaki yang sedang memboncenginya ini.

Haechan tertawa pelan, sambil menyenderkan pipi dinginnya yang terkena terpaan angin jalanan itu ke bahu tegap didepannya yang berlapiskan hoodie.

"Dingin kan?" retoris Mark. saat merasakan bahunya seperti ada yang membebani sedikit dari belakang. Ia tidak marah karena ia tau siapa orangnya.

Haechan mendehem pelan.

"Ini anak rumahnya dimana sih daritadi lurus doang tapi engga nyampe-nyampe" ucap Mark.

Haechan memfokuskan pandangannya ke arah jalanan di sekeliling yang mereka lewati.

"Ini tinggal belok doang"

Benar, tidak jauh dari belokan tadi ternyata sepeda motor didepannya itu sudah berhenti, menandakan mereka sudah sampai tujuan.

Chenle turun dari motornya sambil cengengesan saat mendapati ternyata Haechan dan Mark masih mengikutinya sampai ke rumah.

"Makasih, kak Haechan, gue sayang banget sama lo" ucap Chenle dengan dramatis.

"Giliran gini aja lo baru sayang sama gue"

Mark menoleh menghadap Haechan. Lalu beralih menatap Chenle dengan tatapan tajam.

"Bang, duluan ya, makasih bro, hehe" ucap Chenle canggung, lalu dengan kilat ia berlari memasuki area rumahnya.

Haechan membalikan tubuhnya menjadi menghadap Mark yang masih setia di atas motornya.

"Gak jadi ke toko buku deh, cape." ucapnya. rambut hitam legam itu bergerak gerak mengikuti arah angin berhembus, hingga mata Haechan jadi terhalang oleh rambutnya yang terus bergerak seiring datangnya angin.

Tangan Mark bergerak menahan rambut Haechan yang terus bergerak itu menuju atas kepalanya, agar Haechan dapat leluasa melihat dirinya tanpa harus terganggu dengan rambut rambut itu.

"Ayo balik, dingin" ucap Mark sambil menangkup pipi dingin milik Haechan yang sedikit memerah.


➸➷➶➸➷➶➸➷➶

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Next To You | MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang