13. Sick

545 19 4
                                    

Sore menjelang malam hari Faren baru saja sampai di rumahnya. Setelah pulang sekolah tadi ia mencari Bella lagi, namun hasilnya tetap nihil yang membuat wajah Faren jadi kusut. Sebenarnya kemana gadis itu pergi? Kenapa susah sekali Faren temui.

"Faren pulang." ucap Faren sembari membuka pintu rumahnya.

"Loh loh, anak Bunda kenapa ditekuk gini mukanya?" tanya Sifa dengan menghampiri Faren.

Faren menyalami tangan Sifa dan mencium kening Sang Bunda. Setelahnya ia memeluk Sifa erat. Menjatuhkan kepalanya di bahu Sifa.

"Anak Bunda kenapa?" tanya Sifa lagi dengan mengelus punggung Anaknya, "Pulang-pulang kok lesu, ada masalah?" katanya perhatian.

Faren hanya diam, tak mau menjawab pertanyaan Bundanya. Sedangkan Sifa tersenyum memaklumi, Sifa tau anak lelakinya ini memang susah terbuka padanya, berbeda jika pada Sang suami, barulah anak ini akan membicarakan semua keluh kesahnya. Karna Faren tak mau membuat Bundanya kepikiran atau justru membebani Bundanya jika Faren berkeluh kesah padanya. Itu kenapa Faren selalu mengatakan hal apapun pada Derren, Daddy nya. Bukan pada Sifa. Bukan berarti Faren tak dekat dengan Sifa juga. Hanya saja Faren sangat menyayangi Bundanya yang membuat Faren tak ingin merepotkan Bundanya.

"Daddy lagi sakit." beritahu Sifa yang membuat Faren jadi melepaskan pelukannya seketika, ia menatap Bundanya terkejut.

"Kapan? Kenapa? Kobisa? Mana sekarang dia?" cecar Faren.

"Tadi pagi. Cuma demam, kayanya Daddymu kecapean makanya sakit. Sekarang di kamar lagi istirahat. Tadi Daddy nyari kamu, mau ngomong katanya." ujar Sifa membuat Faren melempar tas sekolahnya sembarangan lalu berlari menuju ke kamar orangtuanya.

Ceklek

Sepi, Derren sedang tidur, kamarnya gelap karna gordennya ditutup oleh Sifa. Mungkin karna Derren sedang sakit, agar Derren bisa istirahat dengan tenang.

Langkah kaki Faren berjalan pelan, takut mengejutkan atau justru mengganggu Daddynya, "Dad." panggil Faren pelan.

Panggilan itu membuat Derren membuka matanya, Derren melihat putranya berdiri di samping kasur dengan menatapnya. Lihatlah Sang Ayah yang biasanya akan berdiri dengan tegap penuh wibawa itu, kini sedang berbaring di kasur. Faren benci melihatnya, ia tak suka pemandangan ini. Sejak Faren kecil, ia paling takut ditinggal oleh Derren. Melihat Derren sakit selalu membuat otaknya berfikir yang tidak-tidak.

"Baru pulang kamu?" tanya Derren dengan berusaha duduk di atas kasurnya.

Faren tidak menjawab, ia menelisik Derren, berharap sakitnya benar-benar tidak parah dan hanya demam seperti yang Bundanya katakan.

Faren duduk di lantai dengan bersila, ia menatap Derren sedikit mendongak. "Kenapa bisa sakit? Makanya kerja terus." ujar Faren, nadanya rendah, tidak marah seperti biasanya jika membahas tentang pekerjaan Derren yang tiada hentinya.

Padahal sejak Faren kecil sampai besar, Faren tidak pernah berhenti memarahi Daddy nya yang terus bekerja tanpa henti bahkan sampai merelakan waktu istirahatnya hanya untuk bekerja. Tapi tetap saja Derren tak pernah menggubrisnya yang membuat Faren rasanya ingin membakar gedung perusahaan Daddynya yang mencakar langit itu.

Itulah kenapa cita-cita Faren ingin jatuh miskin, agar Daddynya tidak bisa bekerja selama hampir 24 jam. Biarkan saja ia tidak makan, Faren tidak akan kelaparan karna ia bisa meminta makan pada Ronald nanti. Papah dari Abangnya-Kana.

"Kamu kenapa baru pulang?" tanya Derren sembari menghidupkan lampu kamarnya agar ia bisa melihat Faren dengan jelas.

"Kaya biasa, main dulu." jawab Faren sembari menunduk, memainkan karpet bulu di bawahnya dengan tangannya. Ia tak minat menatap Derren, wajah pucat dan mata lesu itu membuat Faren enggan menatapnya. Daddynya terlihat sangat jelek.

FABEL {ON GOING}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang