16. Faren's Confession

380 33 129
                                    

   Faren berjalan menuju ke sekolahnya untuk kembali mengikuti pelajaran karna ia dengar akan ada ulangan matematika sebentar lagi dan Faren tak akan pernah melewatkan apapun hal yang berbau nilai. Ia bisa tak mengikuti pelajaran, namun ia tak bisa jika melewatkan ulangan atau bahkan sampai ujian. Mau senakal apapun dirinya, tujuannya dari kecil sampai saat ini hanya satu. Untuk membuat Daddynya bangga dan Bundanya bahagia. Jadi ia tak boleh sampai berada di bawah. Sejak kecil Faren tak pernah mendapat nilai rendah ataupun peringkat bawah. Nama Faren selalu jadi nomor 1 dalam sekolah meskipun Faren selalu menjadi murid paling nakal di setiap sekolah. Tapi sosok piala berjalan itu tak pernah mau ada di bawah.

   Faren harus selalu ada di atas untuk membuat Daddynya bangga meskipun Derren tidak pernah menuntut hal itu kepada Faren, sekalipun jika misalnya Faren menjadi murid terbodoh dengan nilai terendah dan rengking terakhir pun Derren tak akan pernah mempermasalahkan hal itu. Tapi bagi Faren tidak, ia punya prinsip untuk selalu ada di atas dan di depan. Ia tak mau ada di bawah apalagi di belakang. Dirinya harus selalu menjadi juara dalam hidupnya.

Hidup serba berkecukupan dengan keluarga cemara yang sangat bahagia membuat Faren tak ingin membuat kecacatan dalam dirinya. Ia akan membuat hidupnya sempurna. Semuanya harus melihat Faren dengan kagum. Ia tak mau menunduk apalagi tunduk, ia hanya akan mengangkat wajahnya dengan penuh wibawa. Tidak ada rasa takut dalam dirinya, siapapun yang berani mengganggunya maka artinya siap berurusan dengannya. Otak cerdas serta wajah yang tampan. Lihatlah! Hidupnya sangat-sangat sempurna. Siapa yang tidak menginginkan hidup seperti Faren? Semua pasti menginginkannya.

   Kini Faren harus berjalan memutar untuk mencapai gerbang sekolah yang ada di depan. sebab tadi Faren berada di warung belakang sekolah, jadi Faren harus memutar jalannya untuk sampai ke depan gerbang sekolah. Bisa saja sebenarnya ia memanjat tembok belakang sekolah seperti bagaimana caranya ia bisa sampai di warung belakang sekolah tadi, namun tadi saat hendak memanjat telinga tajam Faren mendengar suara beberapa guru yang sepertinya ada di sana jadilah Faren harus melewati gerbang depan. Ia tak mau di hukum untuk saat ini.

   Saat sedang berjalan dengan tenang tiba-tiba saja ada mobil hitam yang menghadangnya dengan segerombol motor-motor besar yang juga mengepungnya secara mendadak. Faren menghentikan jalannya dengan menatap sekitar, beberapa orang berpakaian serba hitam turun dari mobil dan motornya untuk mengelilingi Faren.

   Dahi Faren berkerut bingung, ia rasa ia tak melakukan kesalahan atau membuat masalah dengan siapapun. Kenapa tiba-tiba kini dirinya di kepung begini? Apa salahnya?

   "Apa-apaan nih?" tanya Faren terlihat marah.

  "Tuan, Silahkan ikut kami." kata salah satunya.

   "Kalo gue gamau?" tantang Faren bersidekap dada. Sekitar 50 orang yang kini sedang mengitarinya tak membuatnya gentar meskipun jika Faren dikeroyok oleh mereka maka Faren akan meregang nyawa saat itu juga karna Faren yang hanya sendiri tak sebanding dengan puluhan orang berpakaian serba hitam dengan tubuh besar yang kini sedang mengelilinginya itu.

    "Ini perintah." katanya membuat Faren terkekeh sinis.

  "Perintah...perintah... Disuruh siapa lo?!" tanya Faren

   "Ini perintah dari Tuan Derren."

   Tawa Faren menggelegar saat itu juga, ia tergelak seperti mendapati lelucon dengan humor terendah yang berhasil membuatnya tertawa.

   Faren maju satu langkah lalu menepuk bahu orang yang tadi menjawab pertanyaannya, ia masih dengan sisa tawanya. Setelah Faren menepuk bahu orang itu dua kali, Faren lalu mundur lagi.

   "Seribu dua ratus tujuh puluh dua orang bawahan Daddy gue yang bertugas di berbagai tempat, gue hapal satu persatu mukanya. Dan lo coba-coba mau bohongin gue?" Faren berucap remeh, "Kalaupun kalian pekerja baru dan emang bener utusan Daddy gue, Daddy gue ga pernah pake cara keroyokan gini cuma buat manggil gue. Brandal-brandal gini gue bukan anak durhaka, sekali Daddy telpon gue aja udah pasti gue dateng, ga perlu pake keroyokan gini."

FABEL {ON GOING}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang