18. Continuer

195 16 30
                                    


    "Daddy bukan anggota, Tapi Daddy ketuanya." si pemilik suara melangkah mendekat ke arah Faren, "Faren." panggilnya dengan menatap anaknya yang sedang berjongkok dengan bertumpu satu kaki di depan lemari.

   Mendengar namanya dipanggil ia jadi berbalik, "I-iya Bunda." kata Faren takut-takut.

   "Ayo berdiri." suruh Sifa.

   Faren menurut, ia berdiri dengan membawa kotak hitam milik Daddynya, kepalanya tertunduk mengakui jika ia salah karena telah lancang masuk ke ruangan Daddynya tanpa izin dengan mengobrak-abriknya.

    "Taruh itu ke tempatnya, kembaliin. Benerin juga yang udah kamu otak-atik, abis itu temuin Bunda di taman deket kolam renang. Bunda tunggu." kata Sifa lalu berbalik pergi meninggalkan Faren.

  Setelah Bundanya pergi, Faren menepuk jidatnya, "Faren tolol, kenapa bisa ketauan sih!" rutuknya lalu segera mengembalikan kotak hitam itu dan membereskan semuanya.

   Faren merapikan kembali meja kerja Daddynya dan memperbaiki lagi laptop Daddynya yang sudah ia otak-atik termasuk dengan alat penyadap suara dan kamera-kamera tersembunyi yang tadi ia matikan. Faren tak menghidupkannya lagi, tapi ia menyambungkan perangkat-perangkat itu ke ponselnya. Ia akan menghidupkannya lagi nanti setelah urusannya selesai. Ia harus memastikan semuanya bersih agar Derren tidak tau.

   Setelah memastikan semuanya beres, Faren pun keluar dan menuju ke tempat di mana Bundanya menunggu.

   Saat sampai di pintu kaca yang menghubungkan kolam renang dan mini garden, Faren berhenti sejenak, ia menatap Sifa yang tengah duduk di kursi gantung dengan menunduk, melihat kain hitam yang dibawanya.

    Faren menghembuskan nafasnya pelan, entah kenapa ia lebih takut dengan Bundanya dari pada Daddynya. Jika Faren bisa memilih, ia lebih baik ketahuan oleh Daddynya daripada ketahuan oleh Bundanya. Biarkan saja jika nanti Derren akan memukulnya karna ia sudah lancang. Asal ia tak berurusan dengan Bundanya.

   Meskipun Sifa tidak pernah marah, tapi Faren selalu takut kalau Sifa akan memarahinya. Faren selalu hawatir Bundanya akan marah padanya.

   Dengan ragu Faren melangkah mendekati Bundanya, "Bunda." panggil Faren pelan dengan suara lembutnya sembari duduk bersila di hadapan Sifa. Faren duduk di rumput, berhadapan dengan Sifa yang duduk di kursi gantung di depannya. Faren menunduk. Tak berani menatap wajah Bundanya.

    "Faren kenapa belum tidur?" tanya Sifa, suaranya sangat halus dan lembut.

   "Engga apa-apa Bun."

    Tangan Sifa terangkat untuk mengelus rambut hitam lebat Faren, sedangkan Faren jadi semakin tertunduk kala Sifa mengusap rambutnya.

   "Kenapa tiba-tiba nyari tau tentang ANOD? siapa yang ngasih tau kamu?" tanya Sifa setelah terdiam beberapa menit.

   "Engga ada, aku tau ANOD gara-gara tadi liat itu di ruang kerja Daddy." jawab Faren berbohong.

   Sifa hanya diam tak menanggapi, ia tau putranya itu sedang berbohong. Tangannya yang mengelus kepala putranya ia tarik kembali. "Daddy sama Bunda engga pernah ajarin kamu bohong." kata Sifa dengan menatap ke depan, pandangannya seperti sedang menerawang beberapa kejadian.

   Mendengar itu Faren jadi mendesah kecil, Bundanya itu kenapa bisa tau segalanya sih.  "Maaf Bunda."

      "Dulu, di SMA ELANG. Daddy kamu itu siswa yang udah terkenal nakal, selain terkenal nakal, Daddy dikenal galak. Jangankan ada yang ganggu, disenggol bahunya doang bisa-bisa orangnya diajak tarung sama Daddy. Selain itu, Daddy kamu terkenal di SMA juga karna dia seorang ketua gengster." jelas Sifa yang membuat Faren langsung mendongak menatap Bundanya.

FABEL {ON GOING}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang