6-Wanita Besar dan Lelaki Tua berjenggot Putih

138 23 6
                                    

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang Kakek tua pemahat kayu. Hidupnya diselimuti kesepian, sanak-saudara maupun anak cucunya, tak satu pun itu punyai.

Hingga pada akhirnya, ia bertemu seorang Peri. Peri itu begitu prihatin melihat nasib si kakek. Dan peri tersebut pun memberi keajaiban pada Kakek tua tersebut. Peri itu menaburkan bubuk ajaib pada kayu yang hendak digunakan si Kakek untuk memahat tanpa si Kakek sadari.

Terbentuklah sebuah pahatan menyerupai anak manusia. Selang beberapa waktu, pahatan itu bercahaya tiba-tiba dan menjadi hidup.

Si Kakek yang melihat itu tertegun sebelum memeluk pahatannya yang kini bernyawa itu.

Diberilah nama padanya, "Pinokio" begitulah ia memanggilnya.

=••=

Langit seolah menimbulkan percikan listrik, meski tak mendung sekalipun dan jelas itu bukan petir. Muncul sebuah lingkaran, dan keluarlah dua anak yang sama-sama berteriak. Kedua tangan Duri yang menutupi matanya itu diraih paksa oleh Solar yang menyiapkan posisi untuk mendarat.

"Jangan berteriak!" seru Solar, memintanya untuk tenang. Meski sepertinya tidak benar-benar berhasil.

Solar melihat ke bawah, mereka benar-benar akan terhempas jatuh jika tidak segera bertindak. Saat melihat pohon-pohon yang menjulang tinggi Solar segera memutar otaknya. Dibawanya Duri ke dalam pelukan, dengan dada berdebar akan rasa takut. Solar segera bereaksi ketika mereka memasuki hutan, tangannya menggapai salah satu ranting itu. Rasa panas menjalar dengan cepat di telapak tangannya. Kedua matanya terbelalak dan ia dapat merasakan jantungnya berdetak begitu kencang, hingga ia merasa jantungnya itu akan lepas kapan saja.

"Du-Duri, bisakah kau menggapai dahan satunya lagi?"

Duri yang sejak tadi menutup matanya, akhirnya membiarkan maniknya terlihat lagi. Ia mengangguk kaku dengan wajah pucat. Dengan hati-hati memindahkan tubuhnya ke dahan di bawahnya. Ia segera membantu Solar, agar tidak terus bergelantungan di sana.

Duri menghela napas lega. Rasanya tadi jantungnya seperti ikutan jatuh juga. Tapi, eh tubuhnya 'kan jatuh, otomatis jantungnya juga ikutan, 'kan? Duri harus menanyakan ini pada Kal Gempa nanti setelah pulang. Duri sangat lihai memanjat pohon, apalagi turunnya, itu hal mudah! Jadi, Duri dengan perlahan menuruni satu demi satu dahan, dan berhasil mencapai tamah kembali. Duri mendongak, lalu menarik dua sudut bibirnya.

"Solar ayo cepat, Solar lambat sekali!"

Duri menertawai Solar yang memberikan wajah datarnya. Selagi Solar sibuk turun dari pohon, Duri mengedarkan pandangannya dan dengan cepat menyadari mereka berada di Hutan Pinus. Duri ingat sekali! Ini seperti gambaran dalam buku dongengnya Kak Gempa. Tapi, Duri lupa apa judulnya. Duru berusaha mengingat, tapi hasilnya nol besar, ia tetap tidak ingat apa pun. Jadi, dengan percobaan yang sia-sia itu, Duri menendang batu kecil di sampingnya. Wajahnya berubah total dari bersemangat menjadi cemberut. Menyadari jika kata-kata ayahnya tidak salah, jika ia adalah anak bodoh yang tidak bisa berpikir.

"Aw!"

Duri dengan cepat tersentak kaget dan berlari terbirit-birit untuk bersembunyi di belakang pohon. Semak-semak bekasnya menendang batu kecil tadi, bergerak-gerak seperti hidup. Duri tadinya ingin mengira itu Solar tapi, mengingat Solar masih terjebak di atas pohon tanpa kepastian kapan akan turun, Duri dengan cepat kembali ke cangkangnya untuk gemetar ketakutan.

Tak berapa lama kemudian, meloncat sesuatu dari semak tersebut. Suaranya seperti kayu yang diadu. Tubuhnya sepertinya sama tingginya seperti Duri. Tapi, tubuh itu berwarna coklat, tidak ada baju. Aneh juga bentukannya. Seperti kayu.

Once Upon a Time [RiSol] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang