027. Gosip

160 25 4
                                    

"Jika ada yang mengatakan gosipnya cewek sangat berbahaya, mungkin mereka belum pernah melihat bagaimana para lelaki bergosip."

~FEARFUL~

•••

Jam sudah menunjukan pukul enam pagi. Allea siap berangkat sekolah lebih cepat dari hari-hari biasanya. Berniat menghindari Jeff agar tak perlu berangkat bersamanya. Ia menggunakan motor pink miliknya.

Sesampainya di sekolah, ia segera menuju kelas setelah memarkirkan motor. Allea melirik orang-orang yang dilaluinya. Mereka menatapnya aneh saat lewat. Beberapa diantaranya terang-terangan berbisik di depan gadis itu. Di kelas pun sama. Meski masih sedikit orang di dalam, tapi mereka menatap kedatangannya.

Allea jadi kikuk saat duduk di bangku miliknya karena orang-orang memperhatikannya.

"Allea!" teriakan Caca menggema saat ia baru saja masuk kelas.

Ia segera duduk ditempatnya, membuat Allea harus berbalik untuk melihat Caca.

"Kemarin lo kemana?" Caca mencondongkan tubuhnya ke arah gadis didepannya.

Kernyitan di dahi Allea terbentuk. "Emang kenapa?" Ia balik bertanya.

"Tau gak, sekolah sempat geger gara-gara lo! Sepulang sekolah, tiga sahabat lo datang ke kelas kita nanyain keberadaan lo. Karena ga ada yang tau lo di mana, mereka nyari ke toilet, kantin, perpustakaan, bahkan kelas kak Nando. Di telepon pun, lo ga angkat. Untung udah banyak siswa yang pulang. Kalau enggak, lo bisa jadi hot topik SMA Pratama Bakti," jelas Caca menggebu-gebu.

Meski Caca mengatakan sudah banyak siswa yang pulang saat kejadian itu terjadi, tetap saja banyak siswa yang melayangkan tatapan aneh saat ia datang.

"Pasti banyak gosip yang beredar tentang gue."

"Seharusnya lo mikirin gimana khawatirnya mereka bertiga sama lo. Mereka ninggalin kesibukannya demi lo. Raka nggak ikut rapat OSIS, Riko batalin janjinya sama Miya, dan Jeff nggak ikut simulasi OSN karena nyariin lo."

Allea membeku mendengar penjelasan Caca. Pantas saja Jeff sangat marah padanya. Dia terpaksa mengorbankan olimpiade yang sangat ditunggunya, meski itu hanya simulasi.

"Lo tau dari mana?"

"Karena gue sama Riska ikut bantu nyari, tapi cuma sampai area sekolah. Setelah itu mereka nyari ke luar sekolah, tapi nggak tau ke mana."

Kepala Allea menunduk, pandangannya tertuju pada jari-jarinya yang saling bertaut. Perasaan bersalah memenuhi hatinya. Ia merasa jadi beban untuk sahabat-sahabatnya.

"ALLEA, ALLEA!!" Riska yang baru datang langsung berlari mendekati dua temannya. "OoEmJiii, Allea!" seru Riska berlebihan.

"Ada apa?"

"Lo beneran ke rumah kak Nando sambil hujan-hujanan?" tanya Riska masih berdiri di samping meja gadis itu.

Allea diam sejenak, lalu mengangguk pelan. Entah darimana Riska tahu itu.

"Katanya lo datang ke rumah Kak Nando sendirian sambil ujan-ujanan, terus Kak Nando nggak mau bukain lo gerbang dan ngusir lo, terus lo nunggu sambil nangis di tengah hujan deras dengan petir yang menyambar."

Mulut Allea terbuka lebar mendengar cerita berlebihan itu. Matanya sampai berkedip-kedip tak percaya. Cerita itu sungguh dilebih-lebihkan.

"Siapa yang bilang?" Allea bertanya dengan suara bergetar.

"Dimas, kakak kelas kita. Dia lihat lo waktu lewat rumah Kak Nando."

Seingatnya saat di depan rumah Nando, hanya ada satu motor yang lewat saat itu dan pengendaranya adalah laki-laki yang menggunakan seragam sama dengannya. Allea sedikit ragu, apakah orang itu yang menyebarnya atau bukan. Membayangkan seorang laki-laki bergosip dan menyebarkannya, membuat Allea bergidik ngeri.

"Emang yang dibilang itu benar?" tanya Caca penasaran.

Allea menarik nafas dalam-dalam. "Entahlah."

Ia memilih tak menjelaskan apa-apa. Meski yang dikatakan orang itu tidak semuanya benar. Terlalu menghabiskan banyak energinya jika harus membela diri. Sungguh lelah apabila mencari pembenaran dari orang-orang.

Seseorang mengebrak meja, membuat ketiga gadis yang tengah berbincang serius menatap padanya. Orang itu adalah Via, si sekretaris kelas yang memang terkenal suka ikut campur urusan orang.

"Allea, yang gue dengar benar gak, sih? Dimas bilang lihat lo di depan rumah Kak Nando sambil nangis. Kok, bisa berani ke sana? Lo pendiam, tapi punya nyali juga, ya! Ketiga sahabat lo nyari lo kemana-mana, ternyata nggak taunya ke rumah Kak Nando. Emang lo ga malu?" Via langsung menghujaninya banyak pertanyaan.

Allea hanya mendengus mendengar perkataannya. Tak menyangka pemuda bernama Dimas itu sangat ember. Entah berapa banyak orang yang dia beritahu tentang kejadian itu. Entah dia spesies tulang lunak, atau memang mulutnya yang ember.

"Lo itu, diam-diam menghanyutkan," ucap Via sebelum meninggalkannya.

***

Suara-suara menyebalkan mendengung di pendengarannya. Berkali-kali ia menghela nafas mendengarnya. Soto yang dipesannya jadi terasa hambar di lidah karena sindiran-sindirin dari sekumpulan kakak kelas yang duduk di dekat meja Allea bersama Riska dan Caca.

"Beraninya dia datang ke rumah Nando. Dasar jalang!"

"Gue juga suka Nando, tapi gak segitunya."

"Cewek murahan emang gitu."

"Muka pas-pasan aja sombong. Mentang-mentang sahabatan sama tiga cowok cakep, jadi ngelunjak dia."

Riska dan Caca memandang Allea yang matanya berkaca-kaca menahan tangis. Keduanya jadi merasa bersalah karena memaksa gadis itu ke kantin bersama mereka.

"Nggak ngaca apa? Baju kayak kurang bahan gitu, bedak setebal 50 senti, bibir kayak baru makan cabe 100 biji. Dasar jalang teriak jalang." Riska balas memaki mereka.

"Benar, tuh! Mereka kira mereka sempurna banget gitu sehingga bisa ngebully orang lain." Caca menambahkan.

Allea menatap keduanya bergantian. "Udahlah, gak usah diladenin."

Senyum tipis terbit dari bibir Allea. Salah satu hal yang harus disyukurinya adalah keberadaan Riska dan Caca. Ia baru sadar sekarang, bagaimana baiknya mereka berdua padanya. Mereka yang tahan dan tetap mau berteman dengan Allea yang anti sosial dan lebih suka memikirkan ego sendiri.

"Makasih, guys udah dukung gue." Allea bangkit dari duduknya, "Gue ke kelas dulu."

"Kan belum selesai makan?"

"Udah kenyang."

Ia segera meninggalkan kantin. Selama perjalanan menuju kelas, banyak mata yang menatap dan berbisik saat melihatnya. Bahkan seorang siswi dengan sengaja menabrak bahu Allea, membuatnya hampir saja jatuh.

Allea mempercepat langkah menuju kelas, berusaha mengabaikan pandangan orang-orang padanya.

Saat sampai di kelas bukannya merasa lebih baik, ia malah merasa semakin buruk. Air mata yang sejak tadi ditahan benar-benar tumpah. Meja, kursi, bahkan tasnya sudah dipenuhi dengan sampah plastik. Orang-orang yang berada di kelas hanya menatap prihatin padanya.

"SIAPA YANG NGELAKUIN INI??"

Riko yang baru masuk masuk kelas, langsung berteriak saat melihat meja Allea kotor. Orang-orang langsung membuang muka seakan tak ingin disalahkan.

"Dasar kekanak-kanakan!" bentak Riko kesal.

Ia mendekati meja Allea dan menyingkirkan semua sampah yang berserakan. Setelah selesai, Riko keluar dari kelas tanpa meneloh padanya. Jelas masih marah padanya.









FEARFUL (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang