25

6.6K 482 12
                                    

Aku tersenyum smirk mendapatkan dokumen dari Arya. Arya menjalankan tugasnya untuk memata-matai bodyguard pribadi Aprian. Sebagai imbalan aku memberikan informasi yang diperlukan oleh Arya saat ini.

"Bang Ello ini tidak salah?!" kaget Arya setelah membaca dokumen yang kuserahkan.

"Itu informasi yang kudapatkan. Kau boleh percaya atau tidak terserah kau saja Arya," ucapku acuh.

"Berarti selama ini?" bingung Arya menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Kau boleh mengganggapku abangmu," ucapku memiringkan kepalaku.

"Kita kan tidak ada hubungan darah bang," lirih Arya.

"Heh kau harus belajar silsilah keluarga dulu. Kita sebenarnya ada hubungan darah," ucapku.

"Darimana?" bingung Arya.

"Cari tahu sendiri sana," ujarku.

Arya cemberut kearahku jadi aku bangkit berdiri untuk menghampiri Arya. Aku menepuk kepala Arya dan membisikkan tentang sedikit silsilah keluarga.

"Bebas memilih jalan hidupmu. Aku tidak akan mengekang begitupula keluargaku." Aku melirik kearah Arya yang terdiam sejenak tak lama dia tersenyum lebar kearahku. "Sepertinya kau telah memutuskan hal besar," ujarku.

"Hehehe," tawa Arya.

Aku pergi dari restoran karena ada meeting yang harus kupimpin sebagai pewaris utama. Aku pergi ke kantor menggunakan motor sport pemberian kakekku minggu lalu. Dia berkata masa pewaris perusahaan kemana-mana menggunakan taksi. Aku tidak masalah mengenai itu berbeda dengan kakekku Bram yang sedikit risih akan berita miring tersebut.

Beberapa hari kemudian aku sedang mengendarai motor sport berwarna hitam menjadi pilihanku saat Bram menawarkan motor baru untukku. Tidak ada fungsi lain selain mengantarkan aku kemana-mana motor ini. Aku kurang suka balapan liar juga menurutku itu merugikan.

Terik matahari membuatku sedikit kesal dan menutup kaca helm fullface yang kugunakan. Rasen bilang aku itu eksotis ditambah Rasen kadang memfoto diriku tanpa kuketahui. Saat diriku tidak menggunakan atasan untuk dikirimkan ke sahabatnya. Kurang ajar memangnya adikku itu untung aku sayang.

"Beli cokelat untuk Rasen dan pacarku saja setelah pulang dari kantor," gumamku.

Jalanan macet ditambah rintikan hujan menghambat perjalananku menuju kantor. Saat tiba di lobby kantor aku mendengar suara keributan. Aku membuka pintu masuk utama disana kulihat ada sosok Satria memarahi resepsionis bahkan dia menghina fisik resepsionis. Aku melirik kearah kearah kedua satpam yang berjaga untuk mengusir Satria.

"Usir Satria Pratama dari kantorku!" tegasku.

"Anak kurang ajar akhirnya datang," ujar Satria membalikkan badannya menatap tajam diriku.

"Kalian semua yang berada di ruangan ini silahkan keluar dulu," ucapku datar.

Mereka semua keluar menyisakan aku dan Satria. Satria menatapku dengan tatapan permusuhan sementara aku biasa saja.

"Lantas apa yang akan kau lakukan terhadapku tuan?" tanyaku.

"Kembalikan Aditya!" kesal Satria.

"Aditya Ello Putra Catra Zayan. Itu nama baru dia. Nama Aditya pemberian dari ibu kandungnya yang sangat kau cintai," ujarku menatap Satria dengan tatapan meledek.

"Ck aku tidak mencintai wanita murahan tersebut!" elak Satria.

"Oh ya begitu ya tuan." Aku berdiri di samping Satria yang lebih pendek dariku. "Lalu tujuanmu menculik Aditya saat bayi apa?" tanyaku.

"Aku tidak suka rivalku bahagia!" kesal Satria.

"Kita ini masih memiliki silsilah keluarga lho tuan. Walaupun sedikit jauh namun bagi mami ibu yang telah melahirkan Aditya. Keluarga Zayan dan Pratama harusnya bekerjasama bukan saling menjatuhkan seperti ini," ucapku.

"Tidak ada hubungan darah diantara kita bocah!" kesal Satria.

"Kau memutuskan hubungan keluarga kita sejak papi menikahi mami. Faktor penyebab itu karena kau mencintai mami tuan," ujarku.

"Aku tidak sudi mencintai wanita tidak jelas begitu," ucap Satria.

"Sayangnya kau tidak bisa mengelak tuan Satria. Aku telah mengumpulkan bukti valid tentang kedekatanmu dulu dengan mamiku. Dia menarik perhatian papi dan juga dirimu. Berakhir permusuhan jangka panjang ini. Anehnya kau malah melibatkan pertikaian kalian terhadap Aditya," ucapku sarkas.

"Aku tidak suka Catra merebut semuanya dariku," desis Satria.

"Otakmu geser ya tuan. Jelas-jelas kau menculik adikku yah merebut kebahagiaan papi adalah kau," sarkasku.

"Itu salah Catra. Dia harusnya mengalah demi diriku!" pekik Satria.

"Cinta selamanya tidak bisa dimiliki tuan," ujarku.

"Sejak aku kecil kedua orangtuaku selalu mengatakan Catra itu jenius dan hal-hal positif tentang dia, sementara aku dikucilkan bahkan dianggap rendah oleh kedua orangtuaku sendiri!" kesal Satria.

"Kau salah paham tuan," ucapku.

"Salah paham apanya hah?!" kesal Satria.

"Orang tuamu pasti menyayangimu mungkin tindakan mereka salah tapi itu jadi motivasi untuk dirimu," ujarku.

"Anak yang dilimpahkan kasih sayang oleh kedua orangtuanya tidak akan pernah tahu mengenai rasa dibandingkan," sarkas Satria.

"Kau juga melakukan hal yang sama terhadap Arya. Dia anak tidak berdosa namun kau buang ke panti asuhan begitu saja," ucapku.

"Arya kubawa ke rumah karena rasa kasihan saja tidak lebih," timpal Satria.

"Kau dengar ucapan ayah yang kau idolakan itu Arya Pratama?" tanyaku.

"Arya tidak ada disini anak aneh," sarkas Satria.

"Aku disini papa," ucap Arya.

Arya keluar dari persembunyiannya dia telah datang ke kantorku untuk sekedar bertegur sapa. Bukti kejahatan bodyguard kepercayaan Aprian telah kuserahkan kepada pihak kepolisian.

"Arya?!" kaget Satria.

Arya tersenyum getir kearah Satria. Dia masih terlalu muda untuk menerima kejamnya dunia ini. Aku tidak membenci sosok Arya. Satria terlalu egois hingga dua anak tidak berdosa terlibat akan semua ini.

"Namaku hanya Arya saja tidak ada nama Pratama di belakang namaku," ujar Arya.

"Nak!" panggil Satria.

Arya mundur saat Satria mendekat kearahnya. Arya malah bersembunyi di belakang tubuhku dia tidak mau berdekatan dengan sosok Satria. Aku benar-benar tidak menduga saja Satria akan datang ke kantorku ini di luar rencana awalku.

"Arya ak mengambilkan segala hal yang telah diberikan papa padaku," ucap Arya.

Aku merangkul pundak Arya dan mendorong sedikit bahu Satria. Aku mendekatkan telingaku kearah telinga Satria.

"Kehancuranmu sebentar lagi tuan. Nikmati kekayaanmu saat ini sebelum semuanya kuambil secara paksa," bisikku.

Aku menepuk pundak Satria kulihat wajah Satria sangat marah padaku. Di luar lobby kantor aku menyuruh kedua satpam mengusir paksa Satria dari kantorku.

Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan bagi penulis ya agar aku semakin bersemangat menulis

Sampai jumpa

Maaf sedikit telat juga update nya aku sibuk di dunia nyata

Rabu 04 Januari 2023

Selamat tahun baru 2023 juga ya

Transmigrasi Ello (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang