Rencana

23 4 2
                                    

Tett

"Dina…."

Si empunya nama belum saja bangun. Dina masih enak berlibur di alam mimpinya.

"Dina!" Kali ini Cici mengeraskan suaranya. Dina bangun gelagapan seperti habis tenggelam di air. Rambutnya terlihat acak-acakan.

"Uhmm, ada apa sih, huahhh." Dina menguap lebar. Kedua tangannya diangkat ke atas.

"Ayo pulang, udah bel tuh. Kamu mau jadi penunggu sekolah kita? tidur mulu dari pagi," ucap Cici sewot. Dia sudah berdiri menenteng tas biru bergambar hello kitty. Selera Cici tidak berubah sejak kecil. Cewek penakut itu suka sekali dengan tokoh kartun hello kitty. Hampir semua barang yang dia punya bergambar hello kitty. Bahkan semua celana dalam yang dia punya juga bergambar hello kitty.

"Hah, masak, sih, udah waktunya pulang, ya?" jawab Dina celingak-celinguk. Semua murid sudah hilang. Tinggal Dina yang bukunya masih berantakan di meja dan Cici yang bibirnya sudah manyun sepuluh senti.

Dina segera memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.
"Entar siang kita belajar kelompok di rumah gue, tadi Galang sama Fatih yang mengusulkan. Jam dua siang, ya, jangan pakai acara terlambat. Sekalian bawain bakso aci pesanan gue minggu lalu, ntar buat cemilan, tambahin 5 bungkus soalnya Galang sama Fatih kan makannya banyak," cerocos Cici tanpa henti.
"Bukannya yang makannya banyak itu Lo," ucap Dina datar.
"Iya, sih," jawab Cici dengan wajah tanpa dosa. "Udahlah Ayo kita pulang sebelum gerbang ditutup."

*****

Siang hari di rumah Cici.

Dina sudah sampai di rumah Cici sejak jam satu siang. Sambil bermain game super mario, mereka sudah habis dua bungkus bakso aci. Fatih baru datang di rumah Cici jam dua lebih lima belas menit. Galang belum juga memunculkan batang hidungnya. Mereka berpindah tempat di teras belakang depan kolam renang. Rumah Cici memang luas, tapi terlihat sepi karena rumah dengan tiga lantai tersebut hanya dihuni kedua orang tuanya, Cici, dan satu orang pembantu. Papa dan Ibu Cici mempunyai Villa di pinggir pantai. Mereka juga sibuk dan jarang sekali di rumah. sehari-hari Cici ditemani pembantunya, Bi Surti, dan Caca, kucing anggora kesayangannya.

"Galang kok belum nongol, sih?" gerutu Cici. Dia masih asik dengan kentang gorengnya.

"Iya, tuh. Pesan gue aja dari siang tadi belom di balas," sahut Fatih.

"Mbak-mbak, mas-mas, ini cemilannya, mohon maaf seadanya, ya."

Bi Surti membawa nampan yang penuh dengan makanan. Semua berbahan dasar ubi. Ada ubi rebus, ubi goreng, stik ubi, kue ubi, cenil, gethuk, dan kolak ubi.

"Terima kasih, Bi. Banyak sekali, jadi merepotkan." Fatih menanggapi Bi Surti sambil langsung menyomot stik ubi.

Bi Surti sudah menjadi pembantu di keluarga Cici selama bertahun-tahun. Anaknya berada di desa bersama suaminya. Masakan Bi Surti selalu enak meski hanya ubi. Keluarga Cici juga sangat menyukai masakan pembantu kesayangan mereka. Prinsip Bi Surti tidak perlu masakan mewah yang penting bergizi dan tidak beracun.

"Sebentar, saya ambilkan minumannya," ucap Bi Surti lembut.

"Saya bantu, Bi." Dina menawarkan diri.

"Tidak usah, Mbak. Mbak belajar saja yang rajin biar tidak goblok seperti saya," tolak Bi Surti.

"Ah, biasa aja sama saya. Saya kan sering ke sini, Bi." Dina memaksa membantu Bi Surti mengambil minuman. Fatih masih asik menghabiskan stik ubi yang katanya rasanya tidak kalah dengan masakan restoran.

"Aduh, bener-bener si Galang. Dasar orang Indonesia. Mainnya jam karet Mulu. Ini udah jam tiga. Kita harus nunggu berapa tahun lagi kalau gini caranya." Cici mengomel sendiri sambil menatap layar handphonenya. Fatih masih saja cuek. Dia lebih memilih nyemil sambil membaca komik daripada harus meladeni Cici.

Tidak lama kemudian terdengar suara sepeda motor dari arah depan. Disusul dengan kemunculan Galang, Dina dan Bi Surti datang membawa minuman.

"Sorry, gaesss, tadi ban motor gue meledak. Terus gue jatoh berguling-guling. Nih siku gue sampai berdarah. Untung ada bapak-bapak yang nolongin gue sekaligus nganter gue ke sini." Galang menjelaskan panjang lebar. Napasnya ngos-ngosan. Dahinya penuh keringat. Kaos yang dipakai agak robek di bagian pundak.

"Untung nyawa Lo masih bisa diselamatkan," sahut Fatih.

"Ada berita buat kalian semua,"
Ucap Galang menggebu-gebu.

"Tenang dulu, Bro. Sini minum dulu. Lo ngomong dari tadi kayak habis dikejar setan," Fatih mengulurkan segelas jus buah naga kepada Galang. Galang segera meminum habis tanpa sisa.

"Gila Lo. Lo haus apa doyan. Lo kayak belom minum setahun," omel Cici.

"Gini gaes." Galang memulai penjelasannya. Dia sedikit mengatur napas seperti akan memulai pencak silat.

"Gue tadi ditanya macem-macem sama bapak yang nganter gue. Gue cerita kalau mau belajar kelompok buat tugas geografi. Nah bapak itu menyarankan kita untuk meneliti ke Candi Belahan."

"Mana, tuh?" tanya Fatih.

"Tempatnya di Pasuruan," lanjut Galang.

"Emang di situ ada tempat camping?" tanya Cici.

"Kita kan kagak harus camping, Cici. Kan kita bisa nginep di villa, di hotel, di rumah warga, atau di mana gitu," sahut Dina.

"Emang Lo udah tahu jalan menuju ke sana?" tanya Cici pada Galang.

"Kagak, sih. Tapi kan ada google map," jawabnya enteng.

"Ya udah deh, kalau gitu sekarang kita tulis aja dulu, mau ngapain aja, kapan berangkat, dan lainnya." Fatih mengakhiri perdebatan.

Mereka berempat segera membentuk kepengurusan. Galang sebagai pemandu jalan karena dia sering keluar menyapa jalan dan berkutat dengan google map meski belum pernah ke Pasuruan. Fatih sebagai penyusun hasil akhir nanti setelah acara mereka selesai karena dia menjabat sebagai kepala perpustakaan dan mading di sekolah. Cici bertugas menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan selama perjalanan. Dina bertugas meneliti di lokasi.

Kesepakatan telah dibuat. Mereka akan berangkat hari Sabtu. Fatih langsung melihat kalender. Malam itu bertepatan dengan malam satu suro, kalender Jawa. Cowok dengan keluarga agamis itu merasakan hawa mistis mulai menghampirinya.

Teror Malam Satu SuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang