CHAPTER 8
Acara di malam hari telah dimulai, semua siswa duduk melingkar dengan api unggun di tengahnya. Ada yang bernyanyi, mengobrol, dan kegiatan lainnya. Sama seperti Eysha, Kania, dan Abraham yang sudah asyik berbincang banyak hal sambil tertawa.
Tiba-tiba saja Eysha merasa mual dan langsung berdiri untuk mencari tempat untuk muntah. Abraham jelas terlihat khawatir, langsung berjalan cepat menghampiri Eysha dan Kania di belakangnya. Calvin? Tidak tahu sedang melakukan apa bersama temannya.
"Kenapa Eyshaa?? Kamu salah makan, ya?" tanya Kania mengusap punggung Eysha berkali-kali.
Abraham menyerahkan satu botol air kepada Eysha. "Minum dulu Sha. Kenapa? Lo ngerasa apa?"
Eysha menerimanya dan meminum satu teguk, ia menggeleng dengan wajahnya yang sedikit pucat. "Gak apa-apa, makasih ya."
Kania membawa Eysha untuk masuk ke dalam tenda, Abraham mengikutinya dari belakang. Abraham merasa aneh dengan Eysha yang lagi-lagi merasa mual. Seperti ada keanehan tetapi ia belum menemukan waktu yang tepat untuk bertanya.
"Eysha kayaknya sering mual deh akhir-akhir ini. Lagi gak enak badan?" tanya Kania.
"Sha, gue gak mau tanya banyak-banyak karena mungkin lo pun lagi gak baik-baik aja. Tapi apa lo lagi ngalamin sesuatu yang gak berani lo ceritain ke kita berdua?" tanya Abaraham hati-hati, ia berada di luar tenda memperhatikan Eysha yang masih diusap punggungnya oleh Kania. Pasalnya, Abraham sudah memikirkan hal yang aneh-aneh.
Eysha menjatuhkan wajahnya pada kedua lutut yang ia tekuk. Ia terisak, mau sampai kapan lagi ia harus menyembunyikan kehamilannya? Perutnya pun sudah mulai terlihat, jika saja ia tidak mengenakan pakaian ukuran besar. Hanya menangis yang bisa Eysha lakukan untuk sekiranya membuat ia sedikit merasa tenang.
Eysha mulai berpikir, apakah ia ceritakan saja semuanya kepada Kania dan Abraham. Lagi pula, ia yakin mereka berdua akan tetap menjadi sahabatnya meskipun dengan rasa kecewa.
"Sha..." Kania memeluk tubuh Eysha yang sudah bergetar karena tangis yang berusaha ia tahan mati-matian.
Kania ikut meneteskan air matanya karena sedih bercampur takut, takut Eysha kenapa-kenapa. "Kenapa, Sha? Kamu bisa cerita kok ke aku dan Abra. Kita kan sahabat dari dulu. Kamu juga tau aku sama Abra bakal selalu ada buat kamu seberat apa pun masalahnya. Kita selalu sama-sama," ujar Kania susah.
Abraham memandang keduanya diam beberapa saat. Mencerna apa yang tengah terjadi, kedua sahabat perempuannya menangis. "Betul kata Kania, Sha. You know you have us."
"Gue udah hancur, Bra, Kan," kata Eysha sambil menangis keras. "Gue gak bisa lagi sembunyiin ini semua."
Kania menghapus air matanya. "Sembunyiin apa, Eysha?"
Eysha yang berusaha susah payah untuk tidak menangis mencoba mengambil tas ranselnya dan mendapatkan dompet kecil, ia mengeluarkan selembar foto yang langsung membuat Kania serta Abraham berhenti berkata-kata. Terutama Abraham, ia benci mengakui bahwa apa yang ia duga adalah benar.
Eysha menangis lagi, wajahnya penuh dengan air mata. "Gue udah gak berguna."
Abraham mengambil selembaran hasil USG tersebut dengan nama Eysha Malinka di sisi kiri atas. Hancur sudah perasaannya selama ini, mencintai Eysha dan mendapati fakta bahwa perempuan itu tengah mengandung anak laki-laki lain.
Abraham diam beberapa saat, yang terdengar hanya suara tangis Eysha.
"Maksudnya, Sha? Kamu hamil?" tanya Kania tidak menyangka. Ia ingin menangis lagi.
Eysha mengangguk. "Gue minta maaf, Kan, Bra. Gue gak bisa jaga diri."
Abraham menghela napas tidak percaya. "Sha, who did that?" tanyanya dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Expect a Happy Ending [pre-order🧚🏻♀️]
Teen FictionSegalanya terasa hancur ketika Eysha Malinka menyadari bahwa ada manusia lain dalam dirinya-seorang anak yang belum siap ia hadirkan ke dunia. Meskipun telah berkali-kali merasakan kehilangan, kenyataan tetap tak berubah: ia dan kekasihnya telah mem...