CHAPTER 43
Kania melakukan pekerjaannya dengan perasaan sedikit tidak enak, kedua sahabatnya mungkin sudah memiliki keputusan yang bulat untuk bertunangan. Kania tidak tahu harus berekspresi seperti apa, ia harus turut senang atas kebahagiaan dua orang itu atau pergi menghindarinya? Kania hanya berusaha terus-menerus untuk melepas perasaan sepihaknya.
Kedua orang tua Eysha pun sudah kembali, Kania tersenyum kecil. Eysha tidak pernah kehilangan kasih sayang keluarganya, bahkan setelah semua yang sudah terjadi. Kedua orang tua Eysha sering bertanya banyak hal kepada dirinya dan Kania tidak memberi tahu siapapun, termasuk Abraham.
"Gimana perasaan kamu sekarang?" tanya Bryan yang akhir-akhir ini sering mengunjungi kedai kopi tempat Kania bekerja, hanya untuk bertanya bagaimana kabar perempuan itu.
Kania menoleh sebentar sebelum fokus pada kegiatannya untuk membuat pesanan. "Baik-baik aja seperti biasa," jawab Kania, sedikit tidak jujur. Kania tidak mungkin menceritakan rencana Eysha dan Abraham yang ingin bertunangan. "Kamu sendiri gimana?"
Bryan mengangguk perlahan. "Makasih ya Kan, udah mau jadi teman aku."
"Biasa aja kali, Bry. Aku juga senang punya tempat cerita kayak kamu."
"Kalo gitu aku pergi dulu, ya?" ujar Bryan dengan senyumannya. "Kalo butuh apa-apa langsung hubungi aku aja," lanjutnya sebelum benar-benar beranjak.
Kania tersenyum tipis melihat kepergian Bryan, laki-laki itu selalu bertanya bagaimana kabarnya hanya untuk memastikan bahwa dirinya baik-baik saja. Bryan, kamu terlalu manis untuk perasaanku yang sudah mati rasa.
"Pacar kamu ya, Kania?" tanya teman Kania di tempat kerjanya ini.
"Cuma teman," jawab Kania.
"Hampir tiap hari ke sini. Kayaknya dia suka deh sama kamu."
Kania menggeleng. "Kita cuma teman."
"Kenapa?"
"Kenapa apanya? Gak kenapa-kenapa. Aku juga belum mau pacaran, selama ini cuma bikin sakit hati aja."
"Gak semua laki-laki bakal buat kamu sakit hati kok, kamu belum ketemu yang tepat aja. Aku liat laki-laki tadi beneran suka sama kamu," kata teman Kania yang ternyata sering memperhatikan.
"Udah, ah. Aku gak mau bahas dia. Aku gak ada rasa lebih dari teman ke dia," jawab Kania tidak mau, menggeleng-geleng.
"Kamu lucu gitu masa gak ada yang suka, sih?"
"Lucu apanya? Bukannya aku ngeselin?" ucap Kania, mengingat apa yang sering terjadi antara dirinya dan Abraham. Bertengkar maksudnya?
Teman Kania itu memegang kepalanya dengan kedua tangan. "Gak tau, deh. Aku pusing mikirin percintaan terus, aku aja belum pernah punya pacar!" katanya seraya berlalu.
Kania menekuk wajahnya, kesal.
3 jam berlalu Kania terus saja melayani pelanggan yang datang, sampai pada pukul 5 sore ia harus kembali ke rumahnya yang tidak jauh dari sini. Tetapi Kania selalu saja malas untuk pulang ke rumah sepagi ini, pasti tetap saja akan membosankan.
"Hai Kan. Ketemu lagi," sapa seorang laki-laki yang langsung duduk di bangku taman sebelah Kania.
Kania menoleh, Calvin lagi. "Iya," jawabnya singkat.
"Gimana soal tawaran gue?" tanya Calvin yang arah pembicaraannya pun Kania sudah tahu ke mana.
"Gue gak mau," jawab Kania.
"Lo gak masalah kalo Eysha sama Abraham tau soal perasaan lo itu? Terus nantinya kalian canggung?"
Kania terus memandang ke depan, pikirannya terpecah. Jujur saja ia sedikit takut bila apa yang Calvin katakan akan benar-benar ia lakukan, tetapi Kania juga tidak mungkin menuruti kemauan Calvin yang meminta uang sebesar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Expect a Happy Ending [pre-order🧚🏻♀️]
Ficção AdolescenteSegalanya terasa hancur ketika Eysha Malinka menyadari bahwa ada manusia lain dalam dirinya-seorang anak yang belum siap ia hadirkan ke dunia. Meskipun telah berkali-kali merasakan kehilangan, kenyataan tetap tak berubah: ia dan kekasihnya telah mem...