CHAPTER 25

418 12 2
                                    

CHAPTER 25

Kemarin itu, Bryan menyatakan perasaannya kepada Kania? Kania masih terkejut setiap kali mengingat bagaimana Bryan berkata bahwa mungkin dirinya telah menyimpan rasa?

Kania memang perempuan yang sangat lucu dengan segala keunikannya, tetapi benarkah Bryan memiliki rasa yang tulus? Abraham tidak yakin dengan itu.

"Tapi lo yakin kalo Bryan itu beneran sayang ke lo? Dia aja baru putus gak lama, kan, dari hubungan yang terhitung udah lama banget," ujar Abraham memastikan.

Kania menatap Abraham dengan keningnya yang berkerut. Kania mana tahu? Lagi pula hati Kania masih tetap tertuju pada satu nama. "Gak tau, Abra."

"Tapi lo senang, kan?"

"Kok senang? Malah bingung harus bersikap kayak gimana. Soalnya aku gak ada perasaan ke dia," jawab Kania.

"Emang lo gak ada perasaan sama sekali ke dia? Tapi kok keliatannya ada."

Kania menggeleng. "Kamu tau apa, sih, soal perasaan aku?"

Abraham mengangkat kedua bahunya tidak tahu. "Yaudah gak usah diladenin kalo gak ada perasaan lebih, nanti dikira lo kasih harapan ke dia."

Kania mengangguk. Padahal ia tidak pernah memberi harapan apa-apa pada siapa pun, dan juga Kania tidak tertarik untuk memulai hubungan lebih dari pertemanan bersama Bryan. Karena yang ia dan banyak orang tahu, Bryan sangat mencintai mantan kekasihnya dengan begitu dalam. 8 tahun itu bukan waktu yang singkat, kan?

Tetapi hati Kania sedikit tersentuh lagi ketika menyadari bahwa Abraham benar-benar hanya menganggapnya sebagai sahabat dan tidak menyadari bahwa Kania telah punya rasa yang lebih dari itu. Berkali-kali Kania berusaha untuk mengubur perasaan itu, berkali-kali juga perasaannya semakin bercampur aduk seolah memberinya perintah untuk mengungkapkan lebih dulu.

"Gue kadang sedih kalo sadar Eysha udah jadi istri laki-laki lain," ujar Abraham tiba-tiba.

Kania yang tengah melamun menoleh seketika. "Gak apa-apa, Abra. Kamu harus mendoakan Eysha biar dia punya kehidupan pernikahan yang lancar, sama siapa pun pasangannya," kata Kania dengan senyuman tipisnya.

"Tapi gue udah suka sama Eysha dari lama. Kalo aja gue berhak buat bilang gue gak setuju sama pernikahan itu, gue bakal bilang. Gimana bisa Eysha nikah sama laki-laki yang udah hamilin dia dan berniat gak bertanggung jawab sebelumnya?"

"Tapi banyak keadaan yang gak sesuai dengan kemauan, Abra. Aku tau kok kamu sayang banget sama Eysha dan berharap kalo yang jadi suami Eysha itu kamu, tapi keadaan sekarang udah memperlihatkan kalo apa yang Eysha mau tetap Calvin," balas Kania sama panjangnya.

Dalam hati Kania sudah menguatkannya berkali-kali agar tidak menangis, karena sebenarnya apa yang ia katakan adalah untuk dirinya sendiri. Kania tidak mau sampai menangis di depan Abraham, nanti ia bingung sendiri harus menjawab apa. Mana mungkin Kania jujur soal perasaannya?

"Terus sekarang Eysha udah punya suami, berarti perasaan gue udah harus dihapus?" tanya Abraham, nada suaranya terdengar sedih.

Kania menundukkan kepalanya. "Tetap cinta tapi jangan berniat buat ambil dari pemiliknya. Gimanapun, hati Eysha itu Calvin."

"Aku bukan gak dukung perasaan kamu, Abra. Aku cuma mau kamu bahagia sama perempuan manapun. Hidup kamu gak akan berhenti setelah Eysha memilih jalannya sendiri, kamu akan menemukan perempuan yang memang diperuntukkan untuk kamu kok," lanjut Kania bijak.

"Tapi Kan--"

"Eh, maaf Abra. Kayaknya aku harus pulang deh soalnya aku lupa belum ngerjain PR buat besok," potong Kania yang langsung berdiri dan ingin cepat-cepat pergi.

Abraham ikut berdiri mengikuti gerakan Kania yang cepat. "Oh, gitu? Gue antar, ya?"

"Gak usah, Bra. Bisa sendiri kok," pamit Kania. "Semangat ya!"

Semangat untuk berpindah hati..

Kania berjalan cepat untuk menaiki angkutan umum dan tiba di rumahnya. Sepanjang perjalanan perempuan itu melamun dengan pandangan kosong dan ekspresi wajah tidak bahagia. Beberapa penumpang mungkin melihat dirinya dan  berniat untuk bertanya apa yang telah terjadi?

Di kamarnya, Kania terduduk di lantai bersandarkan tempat tidurnya. Ia menaruh wajahnya pada kedua lutut yang ia tekuk, kembali tenggelam dalam lamunannya

"Kenapa, Abra?" lirihnya.

Sekuat tenaga ia terus mengeluarkan isi hatinya yang bertanya-tanya mengapa Kania tidak bisa cukup? Mantannya yang berbuat jahat, dan kini perasaan yang tak terbalas.

"Kenapa gak ada aku sedikit aja di hati kamu? Apa karena aku bukan Eysha? Iya, aku emang bukan Eysha yang bisa buat kamu jatuh hati."

Selalu seperti ini, rumah yang kosong dan sunyi juga tidak ada kedekatan antar anggota keluarga. Kini untuk dekat dengan Abraham pun rasanya sudah canggung karena akhir-akhir ini Kania hanya mencoba untuk kuat meskipun itu sama saja membohongi perasaannya sendiri.

Kania menoleh pada ponsel yang ia letakkan di sebelahnya, layarnya menyala. Eysha menghubunginya?

Dengan cepat ia mengatur deru napas agar suaranya tidak terdengar sedih.

"Iyaa, Sha? Ada apa?" tanya Kania.

"Hari pertama nikah, rasanya berat banget, Kan. Tinggal di rumah kecil yang isinya cuma gue sama Calvin rasanya asing banget. Ditambah tadi pagi Calvin marah karena tidurnya gak nyenyak dan makanan yang gue masak gak sesuai sama yang dia mau," curhat Eysha kepada Kania yang hatinya pun tengah kacau.

Kania mengangguk-angguk meskipun tidak dapat Eysha lihat. "Gak apa-apa, Sha. Hidup baru mungkin berat, tapi kamu pasti bisa. Apalagi menikah sama laki-laki impian kamu dari dulu, kan, Sha? Seiring berjalannya waktu kamu pasti semakin banyak belajar dan jadi istri yang lebih baik lagi."

"Iya, Kan. Makasih, ya, udah buat gue jadi lebih percaya diri. Lo sama Abraham gimana?"

Kania menumpahkan air mata pada kedua pipinya. Haruskah mencintai seseorang sesakit ini untuknya? "Baik dong, Sha. Kita pasti baik-baik aja."

Perbincangan panjang terjadi pada mereka berdua hingga malam hari. Kebanyakan Eysha yang bercerita dan Kania menjadi pendengar. Padahal seharusnya Kania membenci sosok Eysha yang dicintai laki-laki keinginannya, tetapi apa daya Kania yang tidak akan pernah mampu berlaku seperti itu?

Seharusnya Kania marah, tapi tidak bisa. Seharusnya Kania memilih untuk memisahkan diri, tetapi perasaan orang lain lebih penting daripada perasaannya sendiri. Kania bisa menguatkan dirinya sendiri, tetapi jika orang lain membutuhkan dirinya, Kania harus ada.

Setelah baca tolong kasih vote yaa!! Thank you💗

Expect a Happy Ending [pre-order🧚🏻‍♀️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang