3. Selamat

47 4 0
                                    

🐥🐥🐥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐥🐥🐥

"Anjing!" Jae terbangun setelah dirinya bermimpi dikejar soang. Bukannya berdoa atau mengucap istighfar karena mimpi buruk, Jae malah mengumpat. Sungguh tersesat.

Jae memperhatikan sekelilingnya. Keningnya mengkerut ketika mendapati dirinya berada di tempat yang sangat asing. "Apa ini istana Badarawuhi?"

Jae memegang pundaknya yang terasa pegal dan menengok kebawahnya. "Istana kok tempat tidurnya dilantai? Tipis lagi!"

Meski kepalanya pusing dan tubuhnya masih lemas, Jae memutuskan untuk bangkit dan keluar dari ruangan dimana ia berada.

Dengan sempoyongan, kaki panjang Jae melangkah di koridor tempat itu hingga ia berhenti disebuah ruangan yang terhubung dengan dapur. Tak berselang lama, munculah seorang gadis dari arah dapur sembari membawa mangkuk berisi nasi dan diletakkan di atas meja.

Untuk beberapa saat Jae terdiam. Apa yang baru saja ia lihat tadi? Gadis? Apa ia manusia? Atau, Lelembut penunggu hutan?

"Cantik," gumam Jae tanpa sadar dengan masih memperhatikan sosok gadis yang tengah sibuk dengan kegiatannya.

"Loh, Masnya udah bangun?"

Jae membalikkan tubuhnya dan mendapati sosok pemuda yang tersenyum ke arahnya. Lagi-lagi pertanyaan dia manusia atau bukan kembali muncul di benak Jae. Nampaknya ia harus mengurangi menonton film horror.

Pemuda itu tersenyum, ia seakan paham dengan apa yang ada dipikiran Jae. "Mas jangan takut. Saya manusia kok."

Jae menatap pemuda itu, lalu ia mendekatinya dan mencubit serta menusuk-nusuk pipi pemuda itu dengan telunjuknya. "Alhamdulillah, saya selamat."

Pemuda itu menggelengkan kepalanya melihat tingkah Jae. Ia pun menuntun pemuda jangkung itu untuk duduk di bangku meja makan.

"Minum dulu, Mas." Jae menerima segelas air dari pemuda itu dan menenggaknya sampai habis.

"Sebentar ya, Mas. Sambalnya belum jadi," kata gadis itu setelah meletakkan sepiring ikan.

Jae mengerjapkan matanya berkali-kali. Kalau pemuda dihadapannya manusia, berarti gadis itu juga manusia? MasyaAllah, cantik sekali.

"Dia juga manusia kok, Mas. Namanya Anindya, adik saya," jelas pemuda itu yang membuat Jae langsung menatapnya dan entah mengapa Jae lega mendengarnya, sekaligus merasa senang. Untung adik, bukan istri.

"Nama saya Sutrisno, panggil aja Sutris atau Mas No," tambahnya.

"Ah, gue ... saya ... Jae," kata Jae memperkenalkan diri.

"Dari Jakarta ya?" tebak Sutrisno. "Kok bisa sampai sini, Mas? Jauh loh dari Jakarta kesini."

"Loh, memangnya ini dimana?" tanya Jae.

"Kebumen," jawab Sutrisno.

Jae menganga tidak percaya, bahkan kalau di film mungkin mulut Jae sudah terbuka sampai lantai. Apa ia tak salah dengar? Kebumen? Jauh banget dia diculik!!!

Sutrisno kaget ketika Jae tiba-tiba terisak, ia pun berinisiatif menepuk-nepuk pundak Jae pelan dengan maksud menenangkan pemuda itu. "Masnya kenapa? Ada masalah apa?"

"Huee, gue jauh banget diculiknya! Tega banget mereka bawa gue kesini! Untung gue gak mati pas jatuh terus guling-guling sampai hanyut di sungai," isak Jae.

"Hah? Mas diculik? Saya pikir Mas mau bunuh diri terus kebawa sampai sini dan selamat," ujar Sutrisno.

"BUKAANNN!!!!" Jae semakin terisak mengingat dirinya hanya ingin membeli martabak di perempatan dan berakhir diculik ke Kebumen.

"Mas No! Itu Masnya diapain?" tanya gadis yang diketahui bernama Anindya itu.

"Eh, nggak Mas apa-apain kok. Tiba-tiba nangis sendiri," jawab Sutrisno.

"Seharusnya Mas No jangan tanya yang aneh-aneh dulu, kasihan Mas ini masih syok," tegur Anindya sembari meletakkan sambal yang baru jadi. "Mas? Ayo makan dulu. Mas tadi hanyut, pasti tenaganya kekuras. Ayo diisi dulu perutnya."

Jae mengangguk patuh. Dirinya pun menerima piring berisi nasi yang diberikan Anindya untuknya. Serasa punya istri, hehehe.

"Maaf, Mas. Saya gak ada maksud untuk membuat Mas takut dan khawatir. Saya cuma kaget sama bingung bisa nemuin manusia di sungai. Saya kira Mas mau bunuh diri," ucap Sutrisno.

"Perjalanan hidup saya masih panjang, Mas Sutris," jawab Jae sembari memakan tahu. "Lagipula masih ada banyak hal yang belum saya lakukan. Pertama, saya belum nikah. Kedua, saya belum punya anak. Ketiga, saya belum bayar martabak yang semalam. Banyak, kan?"

Sutrisno terkekeh mendengar ucapan Jae, begitu juga dengan Anindya yang membuat Jae deg-degan sendiri melihat senyum dari gadis bersurai hitam itu.

Pada akhirnya, mereka pun makan sembari sesekali berbincang hal-hal kecil yang didominasi oleh Jae karena ia merupakan tipe orang yang ramai dan heboh.

🐥🐥🐥

"Permisi."

Jae yang sedang terdiam menoleh, ia segera membenarkan posisinya saat melihat keberadaan Anindya di ambang pintu kamar. "Masuk aja, Mbak."

Anindya tersenyum dan meletakkan selimut didekat Jae. "Takut Masnya kedinginan, disini dingin banget kalau malam."

"Ah, matur nuwun, Mbak Anin," kata Jae. Duh, kenapa jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya?

"Mas istirahat aja. Jangan mikirin yang udah-udah. InsyaAllah, Mas aman disini. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan minta bantuan ke saya atau Mas No ya?" kata Anindya.

"Nggih, Mbak Anin."

"Mas orang Jawa juga ya?" ucap Anindya.

"Nggak sih, saya orang Sunda, Bandung, temennya Dilan, hehehe," balas Jae.

Anindya menggelengkan kepalanya. "Yaudah, Mas istirahat ya. Sugeng dalu."

"Wilujeng wengi." Jae membalas dengan bahasa yang berbeda, namun memiliki arti yang sama. Setelah Anindya keluar, Jae langsung memeluk bantal dan guling-guling sembari menggigit ujung bantalnya.

"Mih! Jae keur bogoh!" katanya dengan suara tertahan karena Jae menutup wajahnya dengan bantal agar suaranya tidak mengganggu tetangga.

Bersambung...

🐥🐥🐥

🐥🐥🐥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kidnapped | Jae (DAY6)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang