10 - Sarapan Bersama

634 83 0
                                    

Poppin Star - Tomorrow x Together
00:00●━━━━━━━03:12
⇆ㅤㅤ◁ㅤㅤ❚❚ㅤㅤ▷ㅤㅤ↻

Langa beranjak mengambil kasur lipat, bantal dan selimut cadangan yang ada dalam lemari—berniat menjadi tempat tidurnya malam ini, membiarkannya Reki tidur di ranjangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langa beranjak mengambil kasur lipat, bantal dan selimut cadangan yang ada dalam lemari—berniat menjadi tempat tidurnya malam ini, membiarkannya Reki tidur di ranjangnya. Tentu saja keputusan Langa membuat Reki merasa tidak enak. Reki tampak gelisah ketika melihat Langa sudah berbaring di lantai hanya dengan beralaskan kasur lipat yang tipis.

“Langa, aku saja yang tidur di sana. Aku merasa tidak enak jika merebut ranjangmu,” ujar Reki dengan suara pelan.

Lelaki berambut baby blue berbalik dan menatap Reki yang berada di atas ranjang. Kedua pasang netra saling berpandangan—bersinar di tengah kegelapan. “Tidak perlu merasa tidak enak, aku tidur di sini baik-baik saja.”

“Tapi tetap saja....”

“Baiklah.” Langa bangun lalu berbaring di samping Reki. “Tidur di tempat yang sama mungkin lebih adil. Tapi terasa sempit,” sambungnya.

Reki yang hendak bangun untuk pindah, seketika terdiam saat tangan Langa melingkar memeluk perutnya. “Tetap di sini,” pinta Langa.

Sehingga mau tidak mau Reki hanya bisa menurut. Ranjang yang hanya berukuran single membuat mereka tidak ada jarak, Reki mampu menghirup aroma sabun menenangkan dari tubuh Langa. Tubuhnya menyusut menyembunyikan diri dari tubuh Langa—merasakan hangat dan terasa nyaman, mudah terlelap.

Ketika pagi hari tiba, Reki cukup terkejut saat menyadari di sampingnya kosong. Tidak hanya tampan, ternyata Langa juga lelaki yang rajin bangun pagi sangat bertolak belakang dengan Reki yang selalu bangun agak siang apalagi ketika libur sekolah, ia bisa tidur sampai sore—itu pun bisa bangun jika pintu kamarnya didobrak oleh adiknya sambil marah-marah.

Masih dengan kondisi mengantuk, mengusap-mengusap kelopak mata sambil berjalan mencari lelaki berambut baby blue yang kini berstatus sebagai pacarnya. Siluit jangkung terlihat menampilkan senyuman cerah sambil memegang dua mangkuk nasi.

“Kamu sedang apa?” tanya Reki.

Langa menghampiri Reki setelah meletakkan dua mangkuk nasi di atas meja. Menuntun Reki duduk di kursi. “Aku baru saja membuat sarapan, aku memasak omelet, sup tahu dan juga ikan goreng. Tapi kalau Reki tidak suka, ada juga sandwich ikan tuna.”

Kedua netra Reki membulat—takjub dengan apa yang sudah dilakukan Langa. “Kamu memasak semua makanan ini sendirian?” tanya Reki, mendapat anggukan dari Langa sebagai jawaban. Dengan kesal Reki memprotes, “Kenapa kamu tidak membangunkanku? Aku, 'kan bisa membantumu memasak juga meskipun tidak begitu pandai.”

“Aku tidak tega membangunkanmu tertidur sangat lelap. Mungkin lain kali kita memasak bersama.”

Seperti yang diharapkan, masakan yang dibuat Langa sangat enak. Saking enaknya sampai membuat Reki makan dengan lahap. Apalagi sarapan ditemani dengan orang yang dicintai semakin menambah nafsu makan. Sementara itu, sedari tadi Langa hanya memperhatikan bagaimana Reki makan—beberapa kali ia terpesona; di matanya Reki selalu imut.

“Hari ini kamu akan mengambil motormu?” tanya Reku memastikan.

“Iya.”

“Aku boleh ikut?”

Langa menggeleng. “Lebih baik kamu pulang saja dahulu, ibumu pasti khawatir. Tidak apa, aku bisa mengambil motor itu sendiri karena itu memang kecerobohanku.”

“Ya, kamu ceroboh meninggalkan motor itu di sana tapi kecerobohanmu juga karena aku. Kamu meninggalkannya karena mencariku.”

“Tidak apa, karena kamu lebih berharga daripada motor.”

Detik berikutnya Reki tertawa sampai sudut matanya mengeluarkan air mata. “Apa-apaan gombalanmu itu.” Sejujurnya ia tertawa sekaligus merasa terharu, tertawa karena tidak mengira orang seperti Langa mampu mengatakan kata-kata demikian dan ia terharu karena merasa amat berharga bagi Langa.

Sehabis sarapan mereka berjalan bersama sebelum akhirnya di tikungan harus berpisah. Langa tersenyum sebelum berbalik, tapi kemudian Reki berlari setelah beberapa detik berdiam diri. Dengan penuh keberanian Reki mencium pipi kanan Langa dan berkata pelan, “Aku mencintaimu.” Sebelum akhirnya berlari pergi karena terlalu malu. Langa bahkan dapat melihat Reki yang bersemu kemerahan, tangannya terangkat menyentuh pipi kanannya dan berbalik melihat punggung Reki yang semakin mengecil menandakan lelaki tersebut sudah berlari jauh.

Beruntung, motor itu masih ada di tempatnya. Kondisinya juga baik; tidak rusak dan tidak ada yang hilang. Langa menghela napas lega. Meskipun sedari kemarin ia bersikap biasa saja, sejujurnya ia cukup gelisah setelah menyadari motor tersebut tertinggal. Jika sampai hilang, selain mendapat omelan pasti ia juga harus menggantinya.

“Langa,” ujar Adam mendekat hingga Langa refleks berbalik dan menatap lelaki itu. Adam yang biasa tampak modis penuh percaya diri kini hanya memakai pakaian biasa—kemeja polos ditambah tubuh yang dipenuhi memar akibat kejadian kemarin.

Adam kembali berkata, “Aku masih bertanya-tanya atas tindakanmu kemarin menolongku.”

Kemarin, di tengah hujan yang semakin deras, masih terdengar sorakan penonton. Kali ini bukan nama Adam yang diteriaki melainkan nama Reki—seseorang yang tidak pernah disangka-sangka akan memenangkan pertandingan melawan Adam.

Rasa sakit akibat terjatuh tidak sebanding dengan rasa sakit akibat kekalahan sehingga Adam masih terdiam, memandang skeatboar yang sudah rusak. Namun, perasaannya seketika berubah bercampur keterkejutan karena seseorang yang telah menarik perhatiannya kini berada di depannya bahkan membantunya untuk bangun.

“Kenapa?” tanya Adam, menolak bantuan Langa. “Tidak perlu mengasihaniku!”

Meskipun mendapat penolakan dari Adam, Langa tetap membantu lelaki itu berdiri dan memapahnya berjalan sampai ke garis finish.

Karena hal itu, selama semalaman Adam tidak bisa tidur dan terus bertanya-tanya mengenai apa yang Langa lakukan. Di antara semua orang, Langa selalu menjadi orang paling menarik perhatian bahkan tindakannya dingin. Namun, hangat secara bersamaan. Selayaknya salju di musim dingin. Benar-benar cocok sebagai julukan bagi Langa.

“Langa, jawab pertanyaanku?” tanya Adam kembali. Ia berusaha mendesak agar Langa menjawab pertanyaanya alih-alih fokus mengecek motor. “Langa!”

“Karena kamu bermain skeatboar dengan baik, jika terluka maka kamu tidak bisa bermain lagi.”

Dahi Adam mengkerut kebingungan, tidak mengerti dengan maksud yang Langa katakan. Adam ingin kembali mengajukan pertanyaan tapi Langa sudah lebih dulu menghidupkan motor.

“Maaf, aku harus pergi.” Langa pergi meninggalkan Adam yang masih berdiri membatu, pertama kali ia diperlakukan seperti itu oleh orang lain. Biasanya orang lain selalu takut terhadapnya baik itu di perusahaan ataupun di kehidupannya sebagai Adam.

“Apakah maksudnya tidak ingin aku terluka? Langa menyukai kehebatanku dalam skeatboar? Ah ... atau jangan-jangan ia juga ingin bertanding dengaku?” Seringai muncul mewarnai wajah Adam, mendapati pikirannya yang menebak-nebak maksud dari jawaban Langa.

***

To be continued

With Or Without | ReNga ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang