11 - Ditutupnya Dunia S

483 83 2
                                    

Way Home - Tomorrow x Together
00:00●━━━━━━━03:15
⇆ㅤㅤ◁ㅤㅤ❚❚ㅤㅤ▷ㅤㅤ↻

Way Home - Tomorrow x Together00:00●━━━━━━━03:15⇆ㅤㅤ◁ㅤㅤ❚❚ㅤㅤ▷ㅤㅤ↻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Malam ini adalah pertandingan final Dunia S, Baik Reki maupun Langa sudah bersiap untuk berangkat ke dunia S. Meski begitu, pemikiran untuk mundur masih menghampiri Reki—ia masih ingat bagaimana Tadashi memperingatinya, juga melihat sendiri catatan milik Adam. Bukankah pertandingan final ini terlalu berbahaya? Jika gagal—apakah akan sangat fatal terhadap kelangsungan karir skeatboar? Reki sangat tahu dan sadar jika bermain skeatboar di Dunia S adalah hal gila tentu saja selalu berbahaya, hanya saja trek lintasan saat final adalah lintasan yang tidak diketahui. Tingkat berbahayanya mungkin lebih berbahaya dari biasanya.

“Reki, apa yang kamu pikirkan?” tanya Langa saat melihat Reki melamun alih-alih memodifikasi skeatboar mereka berdua.

Lelaki berambut merah itu menggeleng. “Aku hanya berpikir mengenai trek lintasan pertandingan final, aku pikir itu akan sangat berbahaya. Bagaimana menurutmu?”

Langa terdiam, memikirkan apa yang ditanyakan Reki padanya. “Aku pikir tidak masalah, bukankah Dunia S memang indentik dengan hal-hal yang berbahaya? Tidak ada aturan pasti, yang terpenting mencapai finish artinya menang.”

Ya, Reki paham akan hal itu. Tapi ia tidak segila Langa akan skeatboar sampai-sampai tidak masalah dengan hal berbahaya yang dapat mengancam nyawa. Reki masih dengan cekatan memodifikasi papan skeatboar miliknya dan juga Langa.

“Setelah final, kita akan pergi berlibur bersama, kan?”

“Ya, seperti yang kujanjikan.”

Saat malam tiba mereka pergi bersama ke Dunia S. Namun, tanpa diduga garis polisi telah membatasi dan menutup gerbang Dunia S. Para pengunjung Dunia S berkumpul di luar sambil bertanya-tanya apa yang terjadi. Shadow menghampiri Langa dan Reki, ada juga Miya yang dengan semangat menepuk Reki; menyalurkan rasa bangga karena lelaki berambut merah itu bisa mencapai final.

“Apakah Dunia S telah diketahui polisi?” duga beberapa orang membicarakan tentang tutupnya dunia S.

“Kupikir juga begitu.”

“Lalu bagaimana nasib kita?”

“Arghhh! Jika Dunia S tidak ada, rasanya kesenangan kita sirna begitu saja. Lalu ke mana Adam sekarang? Bagaimana bisa Dunia S diketahui polisi?!”

Semua orang tampak gelisah dan merasa marah, beberapa orang sudah membubarkan diri dan memilih pulang sementara Langa dan Reki yang seharusnya bertanding hari ini hanya bisa menatap garis polisi—semangat yang Langa tunjukkan seketika sirna. Namun, ia bisa apa? Selain hanya bisa menunggu untuk mengetahui apa yang telah terjadi.

Suara notifikasi ponsel menginterupsi mereka untuk salinh melihat pengumuman apa yang datang. Seperti yang telah diduga Dunia S telah diketahui polisi sehingga untuk sementara waktu tempat yang telah menjadi saksi lahirnya para penggila skeatboar kini ditutup. Banyak orang yang mendesah kecewa—terlebih pertandingan final yang dijadwalkan hari ini turut ikut dibatalkan.

“Aku pikir hari ini bisa bertanding bersama dengan Reki,” keluh Langa lalu kembali bersama Reki pulang.

Sepanjang perjalanan pulang, Reki mencoba menghibur Langa. Bagi Reki kabar pertandingan final kali ini dibatalkan memunculkan rasa senang—setidaknya mereka terhindar dari apa yang Adam rencanakan, tapi ia juga sedih melihat bagaimana Langa sangat sedih karena telah menantikan pertandingan ini.

“Langa, tunggu sebentar!”

“Ada apa?”

“Kamu sangat ingin bertanding denganku, kan? Menurutku tidak perlu berada di lintasan Dunia S. Kita bisa melakukannya sekarang,” ucap Reki lalu menunjuk ke ujung jalanan yang sepi. “Yang pertama sampai di sana, dialah pemenang. Bagaimana?”

Sudut bibir Langa terangkat. Ia mengangguk semangat. “Setuju.”

“Tapi aku pikir hanya bertanding saja—itu membosankan. Kita tentukan apa hadiahnya, jika kamu menang; apa yang kamu inginkan?”

Lelaki berambut baby blue itu tersenyum lembut pada Reki. “Sebenarnya tidak ada hal yang benar-benar aku inginkan kecuali bersama Reki.” Ucapan Reki tampak manis tapi ekpresi lelaki itu tetap datar membuat Reki tertawa untuk menutupi kegugupannya. Reki menepuk  bahu Langa. “Hahaha, bercandamu sangat lucu.”

Langa menarik tangan Reki hingga Reki masuk ke dalam pelukannya, ia mencodongkan wajahnya ke sisi wajah Reki hingga mulutnya tepat di samping telinga Reki. “Aku tidak bercanda,” bisik Langa.

Karena lelaki itu berbisik tepat di telinganya, Reki merasa merinding—napas Langa bahkan begitu terasa sehingga membuat telinganya terasa panas. Jantungnya juga berdenyut lebih cepat dan tubuhnya bagai membeku, tidak bisa bergerak sama sekali terlebih ketika kedua tangan Langa mulai memeluk tubuhnya. “Langa....”

“Sebentar saja, kumohon.” Jadi, Reki mengangguk lalu membalas pelukan Langa. Terasa begitu hangat di malam yang dingin.

Beberapa menit kemudian Reki kembali berkata, “Jika aku menang, aku ingin kamu melakukan apapun yang kuperintahku; jadi asistenku selama seminggu.”

Langa mengangguk menyetujuinya dan ia juga ikut kembali berpikir tentang apa yang diinginkannya. “Hmm ... aku ingin terus bermain skeatboar dengan Reki. Reki tidak dizinkan untuk berhenti seperti waktu itu.”

Setelah disetujui, mereka mulai bersiap di posisi lalu melaju bersamaan dengan kecepatan yang sangat cepat. Baik Reki maupun tidak mau mengalah, meski detik berikutnya Langa selangkah lebih maju di depan Reki tapi kini lelaki berambut merah itu tidak lagi frustasi seperti beberapa waktu lalu—ia mulai memikirkan bagaimana cara agar dapat menyusul Langa. Otaknya berputar keras, karena sekarang yang ia butuhkan adalah strategi.

Sudut bibirnya terangkat. “Langa, aku suka kamu!!” teraik Reki.

Lelaki berambut baby blue itu berbalik menatap Reki—di saat itulah Reki melaju lebih kencang lagi sampai posisinya bisa sejajar dengan Langa. Ia tersenyum lebar menampilkan sederet giginya membuat Langa menahan tawa. “Aku pikir Reki bukan orang yang licik,” ucapnya bermaksud mengejek Reki dalam tanda kutip bercanda.

“Haha yang penting aku menang dan kamu akan jadi asistenku selama seminggu penuh.”

Mereka berdua saling kejar-kejaran tapi Reki sangat sadar bahwa Langa tidak begitu serius melawannya, tapi tak apa lah yang penting mereka bersenag-senang—itulah yang dipikirkan Reki saat ini. Mereka berdua saling tertawa bersama, Reki penuh semangat karena dipastikan ia yang akan memenangkan pertandingan. Namun, tanpa diduga Langa lebih dulu melaju lalu berhenti di depan Reki sehingga tubuh Reki jatuh menabrak Langa.

Reki berbaring di atas Langa, ia cukup terkejut melihat Langa yang tidak bergerak setelah tertimpa tubuhnya. “Langa!!”

“Aku baik-baik saja,” jawab Langa. “Reki, aku yang menang jadi kamu harus menepati janjimu, ya.”

“Tentu saja, aku akan menepatinya karena aku bukan orang sepertimu yang suka lupa dengan janjinya,” sindir Reki sehingga Langa pun mulai mengusap belakang lehernya. “Maaf, besok—kita berangkat. Bertemu di sini lalu pergi ke pelabuhan. Ayo berlibur bersama!”

Reki mengangguk semangat. “Aku rindu makhluk aneh yang mengejar kita saat itu, kira-kira mereka akan mengganggu lagi tidak, ya?”

“Lebih baik makhluk itu tidak ada lagi, nanti kamu kencing di celana jika dia muncul lagi.”

Refleks Reki memukul bahu Langa. “Aku tidak begitu.”

“Reki begitu.”

“Tidak.”

“Iya.”

“Menyebalkan!”

***

To be continued


With Or Without | ReNga ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang