DUA PULUH TIGA

63K 6.1K 1K
                                    

Bunyi kembang api terus menghiasi langit gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bunyi kembang api terus menghiasi langit gelap. Tinggal beberapa jam lagi menuju tahun baru. Kota Jakarta dan isinya seakan tidak pernah sepi.

"Kak Kay, ini sosis panggang buat kakak," ucap Nadia, menyodorkan satu tusuk sosis panggang berlumur saos itu kepada Kayra yang sedang duduk termenung di kursi taman.

Kayra melempar senyum singkat pada perempuan yang hanya berusia dua tahun di bawahnya dan meraih sosis itu. "Makasih."

Gadis muda itu mengangguk kencang sebelum kemudian berlari menghampiri sang kakak yang sedang memanggang daging-dagingan lain.

"Kay," panggil seorang wanita muda yang baru saja keluar dari dalam. "Kamu kenapa? Kok murung gitu? Mikirin papa kamu?"

Kayra segera berdiri menyapa ibu dari Nadia dan Rangga itu. "Tante udah sehat?"

Ratih tersenyum lembut. "Udah sehat. Rangga cerita, uang operasi Tante dari kamu, Kay? Tante mau bilang makasih sama kamu."

Kayra tersenyum kikuk sembari membantu Ratih duduk di kursi sebelahnya. "Kay yang harusnya makasih. Tante udah sering masak buat kami."

"Kan Tante udah anggap kamu kayak anak sendiri."

Ratih memandang ke arah Rangga yang sedang dikepung oleh Nadia dan Jo.

"Papa kamu gimana, Kay? Serangan jantungnya kambuh lagi?

Kayra mengangguk. Namun kali ini kondisi ayahnya lebih parah dibanding sebelum-sebelumnya yang hanya nyeri dada ringan dan dapat ditangani dengan obat-obatan.

"Iya, Tan. Tapi kemarin udah dioperasi. Sekarang masih dirawat di rumah sakit."

"Syukurlah kalau gitu."

"Loh, mama kenapa di luar? Gak dingin?" ujar Rangga.

"Enggak, nyari angin bentar. Ini udah mau masuk lagi, mau istirahat."

Rangga mengantar mamanya berjalan masuk ke dalam rumah, membiarkan Kayra menikmati kesendiriannya. Tangan kanannya memainkan sekaleng soda dingin sebelum kemudian cairan berkarbonasi itu melewati kerongkongannya seteguk demi seteguk.

Perhatiannya berlabuh pada benda pipih di kantong celananya yang terus bergetar. Kayra menariknya keluar, takut melewatkan sesuatu yang penting dari pihak rumah sakit. Namun halaman layar kunci malah penuh dengan setumpuk pesan dari Keanu, Gara, dan Riven yang menuliskan semua keburukan Riel demi menenangkannya. Kayra mendadak berjingkat kaget saat bahunya mendeteksi sentuhan.

"Lagi liatin apa Kay sampe gue panggil gak nyaut-nyaut," ujar Rangga.

Kayra menggeleng. "Gak." Kemudian menyimpan ponselnya dan berdiri. "Kak, aku balik dulu ya, mau tidur. Pusing.

"Mau gue anter?"

"Gak usah, Kak. Aku titip Jo aja. Makasih, Kak."

Rangga hanya diam menyaksikan punggung Kayra yang perlahan mengecil dari pandangannya. Entah kenapa, Kayra menjadi lebih dingin dan tertutup.

GEVARIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang