07. Comfort Zone

1.3K 103 1
                                    

"Trus lo jawab gimana si kakak kelas lo kemarin, Pak?"

Langkah kaki ini berjalan keluar dari lift menuju ruang radio bareng Jen dan Yayan. Kebetulan gue diapit dua orang yang posisinya agak kebanting. Sebelah kiri ada pria bertubuh jangkung dan di sebelah kanan pria gembul yang belum cukuran di bagian kumis dan janggut.

Yang barusan nanya itu si Yayan, dia kaget saat gue cerita soal DM dari Mas Ibra. Ketua OSIS sekaligus kakak kelas gue pas jaman SMA dan tentu aja, pacar dari mantannya Jen.

Jen yang sejak kedatangan di kantor pagi-pagi belum mau berhenti menyengir atas cerita gue kemarin. Kalo tindak kejahatan itu halal, rasanya gue ingin menyekap mulut dia saat ini juga supaya diam. Wajahnya terpatri puas banget waktu menyaksikan bosnya yang lagi menderita.

"Ya gua jawab bukanlah, Yan! Gimana sih?!" tegas gue menimpali Yayan.

"Good. Ini nih baru yang namanya Sandi. Bapak Kepala Radio kita," puji Jen mengacungkan kedua jempol. Diikuti Yayan yang bertepuk tangan salut atas keteguhan gue dalam menjaga imej seseorang.

"Emang kalian pengennya gue jawab apaan? 'Iya bener, itu mantannya temen gue, Mas!' Gitu?" tiru gue dengan gaya lenjeh. Bodo amat kalau sampai tertangkap kamera CCTV yang terpasang di dua sudut lorong.

"Iya, harusnya gitu aja. Kan yang penting podcast lo bakalan rame!" seru Jen bersemangat. Ucapannya di telepon kemarin belum tergantikan.

Wah, bahaya. Kalo gue selalu patuh nurutin apa kata nih si Anak Ayam, pasti udah bisa ditebak lah ya kemana babak hidup gue berikutnya. Belum sempat rilis episode kedua udah eh keburu di-banned duluan sama platform-nya. Bisa merugi gue yang ada.

Obrolan kami seketika terjeda saat sampai di depan ruangan radio, gue mendorong pintu lalu dibuntuti mereka berdua dari belakang. Benar-benar macam bodyguard, tapi tugas utamanya bukan melindungi apalagi menjaga gue.  Melainkan diajak ikut terjerumus dengan pola pikir gesreknya mereka.

Pokoknya ada aja tingkah laku mereka setiap hari yang bisa bikin gue pening di kepala.

Jenderal, kebanyakan bercanda. Tapi giliran dibercandain balik malah marah. Sekalinya lagi serius malah dikira bercanda. Ngomel-ngomel adalah hobi utama yang tak boleh dilewatkan dalam satu hari saja.

Sehari aja gak ngeliat dia ngomel seharian, tandanya berarti ada yang lagi gak beres sama orang ini. Tapi tenang, dia bukan penderita hipertensi, cuma ingin buang energi aja katanya.

Ia berhasil pacarin seorang alumni intern bernama Zalya Lirania. Berkat keberanian ceweknya yang nembak duluan—terbukti kan kalo dia emang gak peka, buktinya sama mantan aja gak bisa bedain mana yang bikin nggak baper sama yang bikin baper—. Tahu gak mereka jadiannya di mana? Di acara nikahan gue.

Brian, asudahlah jangan ditanya lagi kalo dia. Seorang omnivora yang kelewat batas. Makan nasi, makan tempat, rasa cemburu juga dilahap. Si pria 'quarter life crisis' yang masih gak tahu mau diapakan hidupnya. Gue banyak belajar dari dia.

Meski berada dalam hidup serba berkecukupan, ternyata gak menjamin seseorang untuk bisa mengatasi rasa kebingungan yang dia alami.

Ah, dia juga sama. Berhasil dapat pacar alumni intern juga bernama Arina Rarasati. Bedanya, mereka jadian pas Arina ma-sih ma-gang. Yah, sebut aja  kisah romansa antar pembimbing sama anak magang.

Taulah! Gue baru sadar sekarang, kenapa sih anak buah gue pada suka banget cinlok di sini?

Kembali ke ruang radio. Gue melempar tatapan segaris di depan Jen, "Lo masih kesal sama gue?"

"Kagak, Pak. Astaga. Gue kan bermaksud kasih ide sekaligus saran lanjutan aja dari Zalya kemarin. Kali aja Sabtu besok lo berniat buat bahas beneran." sanggahnya lalu duduk di kursi tempat di mana ia menghabiskan waktu untuk bekerja.

[6] HOW TO BE JAKSANA - The Announcers Series ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang