11. Everyday We Fight

1K 92 3
                                    

Dua jam usai perdebatan kecil kami perkara konten podcast, diakhiri dengan sikap kekesalan gue lalu pergi meninggalkan istri ke kamar tidur. Diri ini lekas tersadar dan segera membuka pintu kamar, serta langkah kaki yang buru-buru hendak mengambil segelas air putih di dapur.

Rasa haus akibat terlalu lama berdiam diri dalam ruangan sejuk ber-AC, kerongkongan terasa gersang bagai kekurangan zat mineral.

Dari pandangan ekor mata, langit mendung tampak memenuhi halaman belakang yang mulai ditumbuhi anak-anak rumput. Semula tempat itu kerap dimanfaatkan istri untuk lahan jemur para sandang kepunyaan kami.

Karena masa itu belum ditemukan cara lain selain mengandalkan sorot cahaya dari pusat tata surya yang menerik. Sebelum akhirnya mesin cuci datang ke rumah setelah satu minggu pernikahan.

Saat masa bujangan, sandang-sandang yang gue kenakan justru lebih mudah ditandai dari semerbak aroma parfum jasa laundry yang buka ruko di depan komplek.

Tapi untuk sekarang, lokasi jemur pakaian kami secara official telah gue sediakan tepat di sebelah ruang studio dengan ukuran yang cukup lega. Atapnya pun telah dipasangi kaca-kaca transparan agar pencahayaan tetap masuk memenuhi ruang, namun tetap terlindungi dari rintikan hujan disaat cuaca sedang buruk.

Apalagi, Wardah amat teliti soal kebersihan sandang-sandang kami. Ia bisa pastikan noda-noda membandel yang terlihat membekas di pakaian seketika beres ditangannya. Jasa binatu pun bisa kalah saing dengan keahlian Wardah.

Jangan salah, alasan utama mengapa sang istri begitu ahli, disebabkan juga karena Wardah ingin semua jenis sandang termasuk selimut tebal dan sprei bisa dibersihkan sendiri tanpa harus rela merogoh ongkos lebih dengan membawa ke jasa laundry.

Untuk hal itu, ia mengatur jadwal cuci di sebuah kalendar dalam HPnya agar tak lupa dengan salah satu rutinitas yang wajib dia lakukan. Sempat juga ia mempelajari cara-cara merawat sandang termasuk pemilihan merek deterjen, sabun cair, pelembut dan pewangi pakaian. Memang tak pernah kehabisan akal Wardah ini.

Balik lagi pada kondisi tenggorokkan gue, langkah yang semula ingin mengambil gelas dari rak piring justru tertunda. Wardah sedang berdiri membelakangi lemari piring berlapis kaca serta berkerangka aluminium.

Dari titik di mana kaki ini menapak lantai, jelas terdengar ritme antara ketukan pisau dan talenan yang saling berirama diikuti kedua tangan sibuk mengirisi sayuran wortel mentah.

Timbul perasaan malas disertai keengganan untuk 'berdebat season 2' dan menimbulkan huru-hara seperti tadi siang, gue berinisiatif ingin terhindar darinya dengan melenggangkan diri ke arah ruang depan, tepatnya ke ruang tamu.

Yah ... dengan terpaksa gue nekat mengambil satu gelas air putih kemasan yang telah ditata Wardah sebelumnya di atas meja, untuk menghilangkan dahaga ketika para tamu datang ke rumah.

Seakan punya nyawa lebih dari satu, gue gak mempedulikan reaksi Wardah ketika jumlah gelas air putih kemasan berbentuk cup yang seharusnya lengkap itu tiba-tiba berkurang satu tanpa sebab.

Ia pasti tak heran kalau ulah suaminya yang mengambil sembarangan. Lagipula, cuma satu gelas, kok!

Dalam hati sebetulnya masih diliputi perasaan was-was. Rasa takut akan kepribadian Wardah yang masih dalam mode galak itu.

Dan ... Sekarang gue gak tahu mau ngapain, stuck berdiri di pintu batas antara ruang dapur dan halaman belakang. Tak ada instalasi rumah yang musti diurus, semuanya usai beres digarap dari pekan lalu.

Wardah hari ini sedang tak ada pesanan, tak seperti biasanya yang selalu ribet dengan urusan dunia dapurnya antara membuat pesanan sekaligus memasak untuk menu makan siang. Keterampilan multitasking-nya di dapur hampir setara dengan kemampuan dia bekerja di radio sekaligus kuliah magister dulu.

[6] HOW TO BE JAKSANA - The Announcers Series ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang