Pagi selalu punya kejutan-kejutan kecil yang sayang jika dilewatkan, dan pagi ini tak akan pernah sama dengan pagi-pagi yang lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sehi yang tak ingin melewatkan paginya karena terburu-buru, hampir setiap hari datang ke sekolah lebih awal.
Kejutan untuknya pagi ini. Biasanya ia tak pernah menyapa seorangpun ketika masuk kelas. Hari ini seorang siswa telah duduk dibangku paling belakang dengan headphone terpasang ditelinganya.
"Lee Youngheum?"
Sadar akan kedatangan Sehi, siswa itu melepas headphone. Melepasnya perlahan seolah ia sudah tahu kalau seseorang lain juga akan datang sepagi itu.
"Oh.. jadi benar kau selalu datang sepagi ini?" katanya.
Sehi tak menanggapi. Berjalan santai menuju bangkunya, sementara siswa yang biasa di sapa Ten itu masih melanjutkan.
"Pasti kau tidak mengira akan melihat siswa yang selalu datang terlambat sudah ada di kelas sepagi ini." Ia tersenyum, menunjukan deretan giginya.
"Apa sih.." Sehi menyahut hampir tak terdengar.
Setelah duduk dibangkunya, Sehi mengeluarkan komik dari dalam tas.
"Kau tidak mau memberiku pujian?" tak ada tanggapan, dengan santai Ten memasang headphone-nya kembali.
Sehi akui keberadaan Ten memang membuatnya terkejut. Terkejut sedikit dan selebihnya ia tidak peduli.
Satu hal yang Sehi keluhkan adalah di saat ia mencoba untuk menghayati alur cerita komik, seseorang dengan jarak dua kursi dibelakang itu memukul-mukulkan telapak tangannya ke atas meja. Sengaja mengikuti irama lagu yang ia dengar.
Sehi menoleh, mengisyaratkan untuk diam. Tapi bukan Ten namanya jika peringatan itu ia patuhi. Justru makin keras, pura-pura tidak melihat.
Akhirnya Sehi lah yang memilih mengalah dan menutup komiknya. Menutup komiknya untuk menghampiri Ten kemudian memukulkan komik itu ke kepalanya. kira-kira begitulah isi plot di kepala Sehi, tapi ia mana berani.
Sehi memasukan komiknya ke laci. Ada sesuatu yang menahan komiknya di sana. Ia memiringkan badan, menengok ke bawah untuk melihat ke dalam. Sebuah kotak makanan.
Sehi menaruhnya diatas meja. Kotak makanan itu hanya ia pandangi dengan wajah bertanya-tanya, hingga Ten sudah berdiri disamping mejanya.
"Ini bukan punyaku. Punya mu?" tanya Sehi.
"Kotak makanan itu ada di lacimu, dan akulah yang ada di kelas ini dari tadi. Kurang jelas apalagi?" Ten menyilangkan tangannya.
"Untukku?"
"Bukan, itu untuk tetangga ibu kantin, tentu saja itu untuk mu."
Sehi membuka kotak makanan itu, isinya tertata dengan rapi. Tampilan dan baunya menggugah selera.
"Kenapa?"
"Ingin saja, karena aku suka padamu."
Mendengarnya, Sehi mengerjap, "Apa?"
"Apanya yang apa?"
Sehi lalu tercenung, melongo.
"Memangnya kenapa? Oh.. Kamu pasti kaget karena aku bilang suka padamu ya?"
"Ten, kau kan tahu-"
"Ya.. Aku tahu kau pacarnya Yuta, si kapten tim futsal. Lalu dimana masalahnya? Aku cuma mengutarakan isi hati, aku suka padamu, bukan Sehi kau harus jadi pacarku, putuskan pacarmu."
"Cukup, Ten. Aku tidak menerima ini." Sehi menutup kembali kotak makanan itu. Menggesernya menjauh. lagipula, ia sudah terbiasa sarapan dengan hanya sehelai roti.
"Tata krama dasar. Tidak boleh menolak niat baik orang lain. Kalau kau tidak suka itu karena pengakuanku tadi, terima saja sebagai pemberian teman."
Sehi diam saja. Sebuah ironi mendengar seorang Ten berbicara soal tata krama.
"Kalau dipikir-pikir, kenapa juga aku suka padamu? Hal semacam ini sebenarnya tidak pernah aku pikirkan." Ten melemaskan posisi berdirinya—santai. Sedikit bersandar pada meja dibelakangnya.
"Aku tahu dulu Yuta memberi mu coklat sembunyi-sembunyi. Apa perlu aku sembunyi-sembunyi juga supaya kau mau menerima? Caraku memang tidak seperti Yuta. Begini justru lebih gentleman." Ten terus mengoceh, wajahnya memerah karena sebenarnya ia pun gugup. Tak menyangka pemberiannya akan ditolak begitu saja.
"Ya sudah, pergilah." Sehi menarik lagi kotak makanan itu, tanda menerima,"Yuta gentleman kok."
Ten mendengus. Ia yang hendak pergi jadi mengurungkan niat.
"Makanan itu lebih sehat daripada coklat. Gentleman macam apa tidak berani memberikan secara langsung?"
"Caranya itu manis."
Ten yang mendengarnya membuang muka, menyeringai.
"Yuta kapten tim futsal yang sering menang kejuaraan antar sekolah, belum lagi menjabat wakil ketua divisi olah raga di kepengurusan siswa. Yuta itu keren dimata siapapun."
Sial. Yuta memang keren, bahkan dimata laki-laki, keluh Ten dalam hati. Ia beranjak pergi ke arah pintu keluar kelas.
Saat diambang pintu, Ten berbisik pelan pada dirinya sendiri, "Keren di mata siapapun? Lalu apa spesialnya di matamu sendiri, Im Sehi?"
Tak memedulikan Ten yang berjalan keluar, Sehi mulai melahap menu makanan pemberian Ten. Sesuai dugaan, rasanya memang lezat.
Lee Youngheum bodoh.
dasar egois.
selalu saja memikirkan diri sendiri.
Kau pikir pandanganku terhadapmu akan biasa-biasa saja setelah pengakuan tadi?
Padahal dulu kau memberiku kesan seperti kau tidak suka padaku dari awal kita berkenalan. Mana mungkin kau menyukaiku?
Aku akui aku sempat tertarik padamu, tapi itu dulu.