LIMA : SETEGUK PAHIT DENGAN MANIS YANG SAMAR #1

11 0 0
                                    

-Berbeda dengan ia yang seperti tak punya solusi untuk isi dadanya, seperti tak punya sikap untuk mengambil kata sigap, seperti tak punya alasan sesuai, untuk mengatakan bahwa kisah mereka harusnya telah lama usai-

Asap tipis dari dua gelas kopi panas yang berada di antara kami menemani hari dingin yang tiba-tiba menyerang kota yang sebenarnya memang sudah dingin sejak dahulu kala.

Hanya saja, hari ini lebih dingin karena sedu menemani kami dengan kisah yang sama-sama beradu di kepala masing-masing.

"Hari ini apa?" tanya Rama seraya menatapku,

Aku membalas tatapannya seraya meraih secangkir kopi panas dengan latte art berbentuk angsa di atasnya. Aku mendekatkan cangkir itu ke bibirku, dan segera menyeruputnya dengan mata yang menatap sinis kearah Rama.

Slurrrpppp..

Aku menyeruput kopi hangat nan lembut ketika masuk ke kerongkonganku itu dengan segera. Aku kembali melepaskan cangkir itu dari bibirku setelah menyeruput sedikit, dan menghancurkan sedikit bentuk latte artnya.

"Cafe latte.. Strong, Double Shot." jelasku seraya mengalihkan tatapanku kearah sisa kopi yang ada di cangkir,

Rama menganggukan kepala, dan meminum miliknya seraya menarik nafas dalam.

Seperti biasa dalam bab observasi rasa kopi di Kota Bandung, aku selalu memesankan kopi yang sama dengan yang ku pesan untuk Rama.

Untuk mengenalkan padanya bahwa setiap kopi, dengan barista yang berbeda, akan punya rasa berbeda, meski cara membuat juga takaran kopinya terlihat sama.

"...How?" lanjutku dengan bertanya, Slurpppp..

Rama menyeruput sedikit dan mengerutkan dahi dengan mata yang menatap kearahku.

"Emmmm.. Buat aku sih pahit. Tapi, dibanding yang kemarin, kayaknya ini masih kurang strong kalo buat kamu." jelas Rama,

Aku menganggukan kepala seraya menyimpan cangkirku.

Setelah sekian banyak tempat kopi yang kami kunjungi, Rama sudah semakin tahu bahwa aku hanya minum kopi dengan rasa pahit yang kuat.

Meski pada akhirnya Rama selalu berkata,

"Kenapa perempuan kaya kamu lebih suka minuman pahit, di saat opsi minuman yang nyaman dilidah lebih banyak dan enak."

Tapi, sekarang dia sudah tidak pernah menanyakan itu, dia tahu bahwa aku hanya menginginkan kopi dihari yang berat, hari yang menurutku butuh lebih banyak rasa pahit, sampai rasa pahit dipikiranku bisa kalah dengan rasa kopinya.

Aku menghela nafas seraya menengok keluar jendela cafe.

Mengedipkan mata beberapa kali dan akhirnya hanya bisa menikmati pemandangan lalu lalang orang di depan cafe.

"Btw, Kenapa tiba-tiba ngajak ke ngopi pulang kerja? putus lagi? atau ketemu cowok lagi? ruwet masalah cowok atau gimana?" tanya Rama bertubi-tubi,

Aku mengebuskan nafas berat seraya melirik kearah Rama yang kini melipat tangannya seraya menatap sinis kearahku.

Aku memutar mata dan kini menyimpan tanganku yang kulipat di atas meja seraya menatap Rama dengan fokus terkunci.

"It's not about me, Rama. It's about you." ucapku dengan tegas,

Rama membelalakan mata seraya menyernyit dahi. Kami saling menatap satu sama lain hingga akhirnya Rama memutar mata dan mengingat tentang rengek sedunya semalam, tepat sebelum kami bubar dari kantor hari kemarin.

DIALOG DALAM JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang