- Aku goyah dibuatnya. aku berharap dia tidak bertemu dengan seseorang sepertiku, aku harap orangnya memang aku-
"Far, apakabar kak putri? Belakangan semua baik-baik ajakan dengan hubungan kalian?"
Pertanyaan Lumrah dari seorang teman, yang memang cukup dekat untuk waktu yang cukup lama, namun, tidak hanya dia, siapapun yang menanyakan hal itu, selalu membuaku membeku, menelusuri isi kepala, dan jejak ingatan yang hampir tidak bisa hilang, tentang kebersamaan aku dan wanitaku yang hampir satu dekade ini,
Tentang hubungan yang dimulai dari titik nol, lalu kami rawat, sampai dihari ini, mungkin layaknya hubungan lain yang tidak bisa baik-baik saja melewati usia yang sudah begitu lama, ego, cemburu dan sifat posesif menjadi dasar mengapa masalah harus datang.
Terkadang aku merasa seperti memeluk bantalan jarum, jelas sekali memang melukaiku, mungkin melukainya juga, entah apa namanya, entah apa jalan keluarnya, aku selalu yakin bahwa tidak ada orang yang akan terbiasa dengan terluka.
Bulshit.
Jika seseorang mengatakan dengan percaya diri, jika luka sudah jadi makanannya setiap hari, ia tak takut lagi dengan luka, karena luka baginya adalah hal biasa.
Bohong
Aku jamin, orang itu menangis dimalam hari dalam keheningan, setiap ia merasakan luka baru. Yang jadi masalah dan tidak dapat dibandingkan,luka yang ku kecap hari ini, dan mungkin yang wanitaku kecap pula, bukanlah luka baru.
Bisa dibilang mungkin Luka berkala yang datang dari orang yang sama, meski dengan varian yang berbeda-beda, namun sudah hampir sedekade lamanya.
Kami mungkin sudah mulai dalam tahap, saling melukai,
tapi belum ada satupun yang siap untuk pergi."Ko! Jawab orang nanya juga"
Lamunanku buyar dihadang Melisa, tapi aku selamat dari pemikiran berlebihan yang mungkin akan lebih menyesekkan lagi.
Terimakasih Melisa.
"Lu Perlunya jawaban seperti apa? Kalo normatif, akan gua jawab, ya normal aja gitu, kaya hubungan yang umurnya gak muda lagi pada umumnya"
"dih kok! Ya engga sambil nunggu hujan aja, biasanya kan koko yang selalu dengerin cerita orang, gak ada salahnya kali ko cerita. Sama gua doang juga."
Melisa sama sepertiku, dia menyembuhkan lukanya sejenak, dengan mendengar luka oranglain, bagaimana bisa, aku merasa bercermin ketika bertemu dengan insan lain.
"Cukup gak baik-baik aja, tapi ya gua gabisa ceritainlah"
Ia mengangguk mencoba memahami,
"emmm... okay.. emang cerita emosional butuh pendengar yang proposional, if that's not me, it's okay!"
Ia tersenyum dan kembali memandangi tetesan hujan mulai tak datang sederas beberapa menit lalu, bisa saja aku bercerita, menangis pun mungkin bisa saja, namun aku pengecut jika aku berlari kepada oranglain, ketika ada yang mengganjal diantara aku dan wanitaku.
Tak terkecuali kamu. Melisa, karna mungkin aku, yang mulai melihatmu sebagai seorang wanita dimataku.
"Ko, hujannya udah gak deras, rumah lu kan jauh, duluan aja"
"lah terus? Elu"
"kalo ujannya berhenti, gua balik, kalo engga.. ya gua balik juga"
Melisa, sadarkah kamu?
kamu bisa membuatku tersenyum,
hanya dengan begitu,
bahkan dengan omong kosong dari mulutmu.Aku menghadapkan diriku kepada Melisa. Ia tersenyum sampai terlihat gigi.
"Mel, mungkin ini adalah pesan gua, buat lu."
Senyuman meninggalkan wajah itu dalam beberapa detik saja. Aku menyimpsn telapak tangan kananku di bahu kirinya. Wajah sendunya kembali muncul dihadapanku, ia tidak selemah itu sebenarnya, hanya saja.
Aku adalah tempat proposional untuk membuat dia menunjukkan emosinya.
"ini bukan pertama kalinya lu patah hati. Ditinggal dan meninggalkan udah kaya cerita berulang yang sering kali lu ceritakan, lu harus mulai bisa ngendaliin rasa bosan, ketika lu ketemu orang yang lu butuhkan. Bukan jatuh kehati lain, yang ujung-ujungnya punya peluang buat nyakitin diri lo di waktu mendatang"
Ia menundukkan kepala, pasti kali ini lukanya cukup besar.cukup untuk jadi bahan diskusi bersama nurani, yang dapat membuatnya menangis semalaman. Andai aku tak punya batasan, ku dapat ikut campur dan memukul wajah bajingan yang membuatmu tertuduk dalam tangis ketika hujan bahkan sudah mereda.
Kau mengangkat kepala, dengan pipi yang diisi jalur air mata.
"Ko. Mungkin gua memang gak cocok sama konsep jatuh cinta sama hubungan kali ya"
"tau darimana?"
Dia memalingkan wajah dan melihat sekitar. Lalu melepaskan tanganku yang berada dibahunya.
Ia tersenyum.
"hati gua serakah far. Gua membandingkan semua hubungan dengan hubungan yang gua miliki. Gua gak bijak. Itulah kenapa gua gak akan pernah pantas, gua harus cari konsep hidup lain,apapun. Selain jatuh cinta."
Senyum masam jadi hiasan yang Nampak tanggung.
"Mel, semua orang punya prosesnya. Bukan tentang pantas gak pantas. Kaya gua sama putri. Bisa sampai hari ini, bukan berarti konsepnya sesuai sama kami. Tapi ketika dirasa ada yang mesti diperbaikki, kami cari sama-sama, saling meninggalkan gak kami jadikan opsi dalam ambil keputusan"
Melisa. Mengambil nafas berat, dan menghembuskannya cepat.
"Hujannya udah Totally reda ko. Gua cabut ya!"
Melisa. Kamu sudah tak mau membahas rupanya.
Aku hanya bisa mengangguk dan membiarkanmu pergi.
Kamu mengambil langkah dan melambai.
Bersembunyi dalam senyuman masam yang bahkan hampir menjadi pahit.Tunggu. Dia berbalik.
"ah far!"
Ia menjentikkan jari tangan kanannya yang mungil itu.
"apa?"
"Mungkin gua akan cocok dengan konsep jatuh cinta, dengan gak jadikan perpisahan jadi konsep utama... ketikaa...."
Aku mencoba mendengarkan dengan seksama. Kamu selalu menemukkan jawaban dari pertanyaan dalam dirimu, dari dirimu sendiri. Aku hanya bisa tersenyum dan mendengarkannya.
"ketikaa??"
"ketika gua ketemu sama seseorang kaya lu. Yang bisa meyakinkan gua bahwa perpisahan gak selalu jadi solusi. Gua pikir itu alasan lu bisa bertahan bersama ka putri dengan hubungan yang hampir 10 tahun, salam sama ka putri. Gua harap as possible as soon gua bakal ketemu orang kaya lu far. Gua duluan ya!"
Melisa. Ia pergi dan membuatku membeku,
Punggung itu menjauh dari hadapanku tanpa berbalik.Aku tahu Melisa memang begitu. Seringkali berbicara tanpa berpikir dulu, tapi kali ini aku bertemu dengan bab berbeda. Aku goyah dibuatnya. aku berharap dia tidak bertemu dengan seseorang sepertiku, aku harap orangnya memang aku. Meski begitu dia tetap meyakinkanku. Bahwa aku adalah seorang pria yang sedang berjuang dengan wanitanya. Dan bukan Melisa orangnya.
Sampai jumpa.s
Di Bab patah hatimu yang lainnya.
Melisa.-The end-
Bandung , 21 Febuari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
DIALOG DALAM JIWA
Kısa HikayeKumpulan cerita Pendek, hasil dialektika bersama jiwa.