I. Prolog

591 76 15
                                    

Happy reading^^

Note: mungkin diawal ngebosenin tpi ikutin terus ya🙏🏻

•••

Malam hari terkadang kuhabiskan untuk bersantai di kamar, atau mungkin belajar sedikit. Namun, terkadang aku keluar rumah untuk melakukan sesuatu yang penting. Contohnya, hal penting yang harus kulakukan hari ini adalah membeli susu pisang kesukaanku di supermarket dekat rumah.

Aku pun keluar rumah untuk membeli susu pisang di supermarket.

Langit malam dengan bulan purnama menemani langkahku di jalanan panjang yang sedikit becek, membuatku merasa senang.

Di tengah perjalanan menuju supermarket, aku juga menemukan banyak jenis manusia, dan yang paling banyak kutemukan adalah jenis manusia bucin. Namun, aku mengabaikan manusia-manusia itu karena udara sejuk di malam hari sudah menutupi semuanya.

Saat tiba di supermarket, aku langsung menuju ke tempat persediaan susu pisang kesukaanku. Kebetulan ada promo beli 2 gratis 1.

Setelah membeli susu pisang kesukaanku, aku pun langsung pulang ke rumah. Tentu saja dengan berjalan kaki, karena tidak mungkin orang nolep sepertiku memiliki pacar yang bersedia mengantar jemputku seperti pelayan.

Sesampainya di rumah, aku langsung melepaskan sandal dan bergegas masuk ke kamar karena kebelet rebahan.

"Eclis sayang, apa itu kamu?" tanya bibiku yang sepertinya ada di depan pintu kamarku.

"Iyaa, Bii, tenang aja. Ini aku kok. Oh iya, maaf, Bi, aku lupa ngasih salam tadi pas nyampe rumah," jawabku.

"Iya, sayang, tidak apa. Jika kamu lapar, cepat ke dapur ya, karena aku sudah memasakkan makan malam," balas bibi.

"Siap, Bii. Makasih, Bii. Aku sayang Bibi, lopyu tiga ribu," ucapku.

Aku pun langsung merileksasikan diri karena lelah. Ini adalah hal yahg wajar karena aku sendiri sudah masuk ke dalam komunitas RJ.

*RJ singkatan dari (Remaja Jompo) di Indonesia.

Saat aku merileksasikan diri dengan rebahan, tiba-tiba aku termenung dan memulai sesi ovt dengan topik bagaimana hidupku kedepannya hingga merenungkan bagaimana hidupku selama ini.

*Ovt (Overthinking) : Memikirkan sesuatu secara berlebihan.

Tinggal di rumah yang cukup besar tanpa sosok seorang ayah dan ibu sejak kecil tidak membuatku terlalu sedih, karena ada Bibi yang merawatku dengan tulus. Namun, terkadang aku merasa iri melihat teman-temanku yang masih bersama kedua orang tua mereka. Terkadang, aku membayangkan bagaimana rasanya dipeluk oleh ayah dan ibuku sendiri. Tapi apa boleh buat, aku memang tidak bisa merasakan itu, wajah mereka saja aku tidak ingat.

Aku suka menghabiskan waktu dengan menonton anime, membaca beragam jenis buku seperti novel. Aku juga suka membaca manga, manhwa, dan manhua. Selain itu, aku sering mendengarkan musik hingga hari berganti ke hari berikutnya, dengan berbagai jenis musik yang aku sukai.

Aku sudah terbiasa dengan kehidupan seperti ini, hingga mungkin orang-orang mengira aku adalah orang yang paling bersyukur di dunia ini. Nyatanya, jika ada yang bertanya apakah aku pernah merasa iri kepada teman-temanku, bohong jika aku berkata tidak. Namun, aku menutupi semua rasa sakit yang kurasakan, rasa kecewa dan rasa iri kepada teman-temanku, atau bahkan keinginan untuk mengakhiri hidup ini.

Aku juga bisa merasakan putus asa.

Mungkin, menurut kebanyakan orang, terlihat bahagia di depan publik memang pilihan yang baik daripada menunjukkan kelemahan kita. Namun, kata bibiku, orang hebat adalah orang yang berani menunjukkan kelemahannya tanpa takut dijauhi orang lain. Tapi, menurutku, ada orang yang lebih hebat lagi, yaitu orang yang tetap menerima kamu apa adanya walaupun sudah tahu kelemahanmu.

Aku pernah mempunyai seseorang yang dapat menerimaku apa adanya, yaitu teman pertama dan terakhirku. Sayangnya, orang itu lebih dulu pergi meninggalkanku. Jadi, aku memutuskan untuk menulis sebuah novel yang dapat menyembuhkan luka yang dia tinggalkan ini. Namun, jujur saja, aku bersyukur karena temanku sudah tidak merasakan sakit lagi.

Sekarang semua rasa sakit yang kurasakan ingin kuluapkan dan kuubah menjadi novel yang berakhir bahagia, ya kalau aku tidak mati duluan sih. Mungkin aku tidak bisa merasakan itu secara nyata, tetapi cerita di dalam novel yang disebut khayalan semata itu akan menjadi kebahagiaan nyata yang baru dalam hidupku.

Belum lama ini aku beranjak 17 tahun. Anehnya, setelah umurku bertambah, aku jadi sering memimpikan seorang anak kecil yang memiliki mata sebiru safir dengan pupil berbentuk kelopak bunga yang begitu indah.

Rambut panjangnya semerah darah, bahkan warna merah itu benar-benar terlihat seperti darah segar yang mengalir dari atas kepalanya, menyelimuti seluruh rambutnya yang halus. Meskipun terdengar mengerikan, nyatanya anak kecil itu sangat cantik dan manis, bahkan dengan rambut berwarna merah darah tersebut.

Harapanku sih itu bukan bocil kematian karena beban pikiran ini sudah cukup bertumpuk. Jadi, mari kita berpikir positif.

Saking positifnya, semua mimpi tentang anak kecil itu kuubah menjadi salah satu inspirasi dalam novel yang akan kubuat malam ini.

*Tok Tok Tok... suara ketukan pintu.

"Eclis sayang, bisa bukakan pintu? Aku ingin memberikan sesuatu padamu," ujar bibi dari luar kamarku.

Aku pun membukakan pintu dan bertanya, "Ada apa, Bi?"

Bibi menjulurkan tangan kanannya yang menggenggam sebuah kalung. "Aku ingin memberikanmu kalung ini. Sebenarnya, aku awalnya ingin memberikannya saat kamu berumur 14 tahun, tetapi aku pikir lebih baik memberikannya saat ulang tahunmu yang ke-17," jawab bibi dengan senyuman hangatnya.

Aku benar-benar terpana saat melihat keindahan kalung yang diberikan Bibi. Kalung itu memiliki liontin bunga yang terbuat dari permata safir. Warna biru permata itu seindah bola mata anak kecil yang akhir-akhir ini sering muncul dalam mimpiku.

"Terima kasih banyak, Biii. Aku sayanggg Bibiii," ucapku sambil memeluk bibi dengan erat.

"Sama-sama, sayang. Oh iya, jangan lupa keluar untuk makan malam, ya," ucap bibi.

"Siap, Biii," jawabku dengan gembira.

Setelah Bibi meninggalkan ruanganku, aku langsung duduk di dekat meja belajarku dan memandangi kalung pemberian Bibi dengan hati yang berbunga-bunga.

"Wah, kalung ini cantik banget! Aku pakai dari sekarang aja deh, biar tambah semangat nulis novelnya hehe," ucapku dengan gembira.

Aku pun mengambil pena dan secarik kertas, mencoba untuk membuat kerangka novel dengan hati yang masih berbunga-bunga. Hal pertama yang kutulis adalah 'Eclisia,' nama dari judul novelku. Namun, tiba-tiba sesuatu yang tak terduga terjadi, semua pandanganku dengan cepat menjadi gelap gulita.

"Eclisia!" Hal terakhir yang kudengar sebelum pandanganku benar-benar menjadi gelap gulita.

My Life's WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang